Semenjak pertemuannya yang tidak disengaja dengan Yuri, Satomi kembali didera kecemasan. Emosinya tidak stabil. Wanita itu semakin sering marah-marah tanpa sebab yang jelas. Selain itu, Satomi juga semakin over protektif terhadap Yuki. Dia takut jika Yuki kembali terpikat pada Yuri.
Setelah tahu bahwa Yuri telah kembali ke Jepang, Satomi pun menyuruh orang untuk mencari informasi tentang sepupunya tersebut. Tempat tinggal dan tempat kerja Yuri tentu telah Satomi ketahui. Termasuk informasi bahwa Yuri memiliki seorang anak laki-laki, Satomi telah mengetahuinya. Akan tetapi, kondisi Yuri yang telah memiliki anak itu tidak juga membuat Satomi merasa tenang. Dia tetap menganggap Yuri sebagai ancaman.
Sebenarnya, tidak lama lagi Satomi dan Yuki akan menikah. Sejak dua tahun yang lalu mereka bertunangan. Namun, semua itu belum juga cukup menjadi jaminan bagi Satomi bahwa calon suaminya tidak akan berpaling. Satomi tetap merasa bahwa Yuki masih mencintai Yuri seperti dulu. Hal itu membuatnya selalu khawatir jika laki-laki yang dicintainya itu akan berpaling. Terlebih setelah mereka bertemu kembali dengan Yuri beberapa hari yang lalu.
“Wanita itu harus segera kusingkirkan! Kenapa dia muncul lagi setelah sekian lama? Dasar pengganggu!!!” cercau Satomi sambil mengobrak-abrik barang di kamarnya. Kamar yang tadinya rapi itu kini menjadi berantakan layaknya kapal yang terhantam badai. Dua orang pelayan di rumahnya hanya bisa menatap kelakukan sang majikan dengan hati ciut. Mereka berdua mematung di sudut ruang dengan pandangan tertunduk tetapi waspada.
Satomi lalu memandangi cermin besar di meja riasnya. Dilihatnya sebuah wajah yang memantul dari dalam cermin. Tentu itu adalah bayangannya sendiri. Sejenak kemudian Satomi tersenyum licik. Dirabanya wajah halus dan bersih yang dia miliki. Gadis itu lalu mencari lipstick dan bedak. Kemudian dia memperbaiki riasan wajahnya. Setelah puas, Satomi kembali tersenyum sembari memandang bayangannya di cermin.
“Aku akan mengalahkanmu lagi seperti dulu!” ucapnya dengan yakin. “Kalian, rapikan kamar ini!” perintah Satomi pada dua orang pelayan yang sedari tadi diam menyimpan rasa takut.
“Baik, Nona,” jawab mereka serempak.
Satomi memandang kedua pelayannya dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Kalian cukup patuh ternyata.” Wanita licik itu tersenyum kecil sementara dua orang di depannya hanya bisa tertunduk tanpa bisa melawan.
Sang majikan terlihat semakin angkuh. Diraihnya ponsel yang tergeletak di atas nakas lalu mengambil sebuah tas dan undangan pernikahan.
“Saat aku kembali, kamar ini sudah harus rapi seperti semula!” ucap Satomi sambil berlalu ke luar kamar.
...***...
Entah bagaimana cara Satomi merayu Yuki, akhirnya dia berhasil mengajak calon suaminya itu untuk pergi ke toko kue milik Hajime, tempat Yuri berkerja. Satomi memang sudah menjadi langganan di sana. Mungkin karena hal tersebut, Yuki tidak curiga saat Satomi mengatakan ingin memesan kue pernikahan di sana.
Sore hampir tergelincir menuju malam ketika Satomi dan Yuki tiba di toko kue. Tentu saja Satomi sengaja melakukan hal tersebut karena dia tahu jam pulang untuk Yuri jika tidak ada lembur. Wanita yang telah menyusun rencana licik itu pun memasuki toko dengan angkuh sambil menggandeng tangan Yuki. Dia ingin terlihat semesra mungkin di mata orang yang melihat.
“Selamat datang, Nona Satomi, Tuan Yuki. Senang mendengar berita pernikahan kalian,” sambut Hajime.
“Terima kasih, Tuan,” sahut Yuki dengan ramah. Sementara itu, Satomi hanya tersenyum tipis. Pandangannya beredar mencari sosok Yuri.
“Jadi, kue seperti apa yang kalian inginkan untuk hari bersejarah Tuan dan Nona?” tanya Hajime sambil menyodorkan katalog kue.
Yuki tersenyum lalu melihat ke arah calon istrinya. “Biar dia yang memilih, aku percaya dengan pilihannya.”
Pernyataan Yuki membuat Satomi tersanjung dan wajahnya memerah. Namun hal itu tak berlangsung lama. Wanita itu kembali ingat akan tujuan utamanya ke tempat tersebut.
“Bagaimana jika kami bertemu dengan pembuat kuenya langsung? Kami kira itu akan lebih baik jika kami bisa berdiskusi.” Satomi mulai bersilat lidah.
“Tentu saja, Nona. Tunggu sebentar, biar aku panggilkan.”
Hajime pun memanggil Yuri yang telah bersiap pulang. Karena Hajime mengatakan bahwa itu adalah pelanggan tetap, maka Yuri setuju untuk bertemu pelanggan yang mencarinya. Padahal saat ini Hana dan Lucas sudah menunggu di depan toko. Sore ini mereka berjanji untuk makan malam di luar. Yuri akhirnya mengirim pesan ke Hana agar menunggu sebentar lagi.
Betapa terkejutnya Yuri ketika tahu bahwa pelanggan tetap yang dimaksud Hajime adalah Yuki dan Satomi. Ingin rasanya Yuri tidak bertemu dengan mereka. Namun Yuri sadar, dia harus bersikap professional. Lagi pula, saat Yuri memutuskan kembali ke Jepang, maka cepat atau lambat dia harus siap bertemu dan menghadapi sepasang kekasih yang dibencinya tersebut.
“Nona Satomi, ini adalah pembuat kue terbaik dari toko kami,” jelas Hajime.
Yuki terbelalak ketika tahu bahwa yang Hajime kenalkan adalah Yuri. Hati laki-laki itu terasa bergetar. Tanpa sadar, mulut Yuki langsung menyebut nama mantan kekasihnya tersebut.
“Yuri …” kata Yuki lirih.
“Kalian sudah saling mengenal?” tanya Hajime, “Bagus jika begitu, berarti Yuri pasti bisa membuatkan kue terbaik untuk kalian,” lanjutnya. Hajime tidak tahu tentang kisah cinta segi tiga antara orang-orang yang kini di depannya itu.
“Tentu saja kami saling mengenal. Dulu kami begitu dekat, bahkan seperti saudara. Bener begitu, bukan, Nona Yuri?” kelakar Satomi dengan ekspresi mengejek.
Yuri hanya tersenyum tipis dan berusaha tetap tenang. Sementara itu, Yuki merasa tidak nyaman. Jelas sekali lelaki itu terlihat canggung saat bertemu lagi dengan Yuri. Ada perasaan meluap di hatinya yang tidak bisa dijelaskan.
“Anda tidak perlu begitu baik, Nona. Saya rasa kita tak cukup mengenal satu sama lain. Jadi, apa yang bisa saya bantu untuk Anda, Nona?” tanya Yuri dengan formal.
Sudut bibir Satomi menunjukkan senyum liciknya meski hanya samar terlihat. Kali ini dia merasa lebih baik dari Yuri yang hanya menjadi seorang pembuat kue.
“Tentu saja sesuai keahlianmu, membuat kue. Kami ingin sebuah kue spesial di hari bahagia kami. Kamu pasti mengerti bagaimana seleraku dan calon suamiku, bukan?” retoris Satomi sambil memeluk Yuki dengan manja.
Yuri diam sejenak. Dadanya terasa sakit, bukan karena cemburu, tetapi karena muak melihat kedua orang tidak tahu malu di hadapannya.
“Baiklah. Jika Anda berkata demikian, akan saya buatkan dengan kemampuan terbaik saja,” tegas Yuri.
Mata Yuri memicing memandang Satomi. Saat ini, seandainya bisa, Yuri pasti sudah merajam wanita licik di hadapannya itu.
“Untuk tanggal, saya kira Tuan Hajime pasti sudah mencatatnya.” Satomi terseyum kecil sambil memandang teman sekaligus pemilik toko tempatnya bekerja. “Jika tidak ada yang lain, saya undur diri dulu. Saya kira jam kerja saya telah habis dan anak saya telah menunggu.” Yuri tidak ingin berbasa-basi lagi.
“Anak?” Yuki tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya saat mendengar pernyataan Yuri.
Melihat reaksi sang calon suami, tentu Satomi sangat tidak suka. Buru-buru dikeluarkannya undangan dari dalam tasnya. Wanita itu lalu mencegah Yuri yang hendak pergi dari tempat tersebut.
“Jangan lupa juga datang ke acara pernikahan kami!” ucap Satomi sambil menyodorkan kartu undangan.
“Maaf, saya rasa tidak bisa, Nona Satomi. Sepertinya saya ada acara di hari tersebut!” tolak Yuri.
Mendengar hal itu, Satomi langsung naik darah. Wanita itu terpancing dan tak dapat mengendalikan emosinya.
“Kau! Bagaimana kau bisa berkata demikian padahal belum melihat tanggal di undangan ini?!” bentak Satomi sambil menarik tangan Yuri dengan kasar. Mata wanita itu melotot lebar seakan ingin menguliti Yuri.
Adegan tersebut dilihat Lucas yang ingin memanggil mamanya karena sudah terlalu lama menunggu di luar toko. Tentu saja Lucas sangat tidak suka melihat mama tercintanya diperlakukan dengan kasar oleh seseorang. Anak itu pun segera berlari menuju sang Yuri.
“Mama …” teriak Lucas lalu memeluk wanita yang telah melahirkannya tersebut.
Yuri pun menyambut sang putra dengan hangat. Namun, tiba-tiba Lucas membuat Gerakan yang seolah tanpa sengaja. Dia menumpahkan susu kotak yang dibawanya hingga mengenai baju Satomi.
“Maaf, Tante. Kotak susu ini terlalu penuh dan berat. Tanganku terlalu kecil hingga tak sengaja menjatuhkannya di baju Tante,” celoteh Lucas dengan mata berkaca-kaca. Anak itu menunjukkan wajah polosnya yang tanpa dosa.
Kejadian itu tentu membuat kemarahan Satomi semakin meledak. Baju mahal kesayangannya kini terkena noda susu.
“Kau! Dasar anak nakal!” hardik Satomi dengan kesal.
Tangan Satomi ingin menjangkau Lucas tetapi dihalangi Yuri yang memeluk putranya dengan erat.
“Biarkan aku memberi anakmu pelajaran. Kau pasti tidak bisa mendidik anakmu dengan benar!” ucap Satomi penuh emosi.
“Dia tidak sengaja dan sudah meminta maaf. Apa kau tidak bisa mendengarnya tadi?” balas Yuri.
“Satomi, sudahlah! Dia tidak sengaja. Jangan bersikap kekanak-kanakan seperti itu!” lerai Yuki.
“Kau membelanya? Seharusnya, aku yang kau bela. Atau jangan-jangan kau masih menyukai wanita kotor ini?”
Satomi yang merasa kecewa sekaligus takut kehilangan kekasihnya, kini malah menyerang Yuki. Tentu saja hal itu juga membuat Yuki tidak senang. Percekcokan di antara keduanya pun tidak dapat dielakkan. Hingga akhirnya mereka berdua menjadi bahan perhatian orang-orang di dalam toko.
Karena merasa malu, Yuki pun memaksa Satomi untuk meninggalkan toko. Meski Satomi menolak,
tetapi Yuki tetap menarik tangan calon istrinya itu setelah sebelumnya berpamitan pada Hajime dan Yuri. Wajah Yuki benar-benar dibakar rasa malu akibat ulah Satomi hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Alya Yuni
Lawan dia Yuri jngn diam aja
2021-12-21
1
Cika🎀
kalah saing makanya ketakutan satomi🤣🤣🤣
2021-11-21
0
Henny Christina Ratulohain
dasar wanita licik, satomi tunggu karmamu ya..😠😠 ahhh jadi terbawa suasana 😁😁
2021-11-10
0