POV Pricilia Atmaja
Gara gara aku keseringan main hape, aku jadi di ungsikan ke rumah bibiku. Bibiku ini adalah keponakan dari ibuku yang bernama Mawardani, bukan maksud untuk menjauhkan anaknya dari orang tuanya. Tapi, ibuku paham betul dengan sifat ayahku yang tempramen. Jadi, daripada anaknya putus sekolah, lebih baik di titipkan pada keponakannya yang bernama Cahyani. Tinggal di kota, dan tentunya lebih dekat dengan Sekolahku.
Selama ini aku sekolah selalu mengulang dari rumah dengan jarak tempuh 1 jam. Bentakan dari ayahku masih saja mengiang ngiang di Telingaku.
"Anak gadis jam segini belum mandi, rumah berantakan, piring tidak dicuci!! malah sibuk main hape.!! Mau jadi apa kamu nanti!! sini hape kamu!!." Ayah merebut hape dari tanganku dan langsung membanting hape itu di depan mataku. Dan langsung hancur berserakan.
Ibuku hanya melihatku yang langsung tertunduk menahan takut dan gemetar di tubuh. Tidak membenarkan kemarahan ayahku dan juga tidak membelaku. Hanya saja, ibu membiarkan hingga emosi ayah mereda.
"Sudah! berhenti saja kamu sekolah, untuk apa sekolah jauh-jauh, membuang-buang waktu saja!!" bentak ayahku. Aku tak bisa bergerak dari posisiku yang sedang berdiri di ruang dapur. Karena masih sangat ketakutan. Ayahku berlalu dari hadapanku, kemudian ibuku menghampiriku dan menyuruhku untuk mandi.
"Sudah, mandi dulu sana. Nanti kita fikirkan jalan yang terbaik." Dengan nada lembut sambil mengelus bahuku. Ibu menguatkanku.
Semua memang salahku, aku memang anak gadis yang malas. Entahlah, di umur yang baru 16 Tahun. Belum bisa membuatku untuk berfikir lebih tentang masa depan. Fikiranku hanya bermain dan belajar yang rajin, itu saja. Jelas ayah sangat marah, karena sudah memasuki waktu Maghrib. Orang tua pulang dari kebun melihat rumahnya yang tak di bersihkan pasti akan murka. Di tambah lelah pada tubuhnya, melengkapi luapan emosi tersebut.
Malamnya, aku mengurung diri di kamar tidak berani keluar. Bahkan untuk makan pun tidak, biarlah tahan dulu rasa lapar ini. Setelah ayah tertidur, ibu menghampiriku ke kamar.
"Nduk, besok kita kerumah bibi Cahyani saja ya. Kamu tinggal di sana, biar bisa terus sekolah. Besok ibu akan bujuk ayahmu agar mau mengantarkan kita kesana." Dengan senyum yang bikin hati adem, ibu memberi tahu maksudnya tadi. Akupun mengangguk setuju.
"Sekarang, kamu siapkan barang barangmu dan peralatan sekolahmu, jangan sampai ada yang ketinggalan," perintah ibu padaku dan kemudian ibu keluar dari kamar.
Akupun menuruti kata-kata ibu barusan, barang-barangku yang penting-penting saja yang dibawa. Yang penting buku dan seragam Sekolah lengkap. Untuk pakaian ganti, Aku hanya membawa beberapa stel saja.
Semua sudah ku susun didalam tas besar. Setelah semua beres, aku langsung tidur. Keesokannya, ayahku masih mendiamkanku. Aku pun tak berani menegurnya.
Setelah sore, aku sudah rapi dengan pakaian santai, ayah dan ibuku baru pulang dari kebun. Setelah selesai membersihkan diri, ibu mengajakku untuk langsung berangkat ke rumah bibi Cahyani dengan mengendarai motor bonceng Tiga.
Sementara ketiga adikku di tinggal di rumah. Sebelum berangkat, ibu menitip pesan ke tetangga untuk mengawasi ketiga adikku yang tinggal di rumah. Mereka semua masih belum mengerti apa-apa tentangku.
Setelah 1 jam perjalanan, sampailah kami ke tujuan. Bibiku serta suaminya menyambut kami dengan hangat, walaupun dari tatapan mereka terlihat bingung menatap kami yang membawa tas berukuran besar. Tapi, tak menjadi masalah.
Setelah ibu mengutarakan niatnya membawaku kerumahnya, dengan kesepakatan bahwa aku akan tinggal di rumah mereka hingga aku menyelesaikan Sekolahku. Ibu berjanji padaku, bahwa ia akan datang menjengukku sebulan sekali, sekalian mengirim uang saku.
Hari sudah malam, usai makan bersama. Ayah dan ibu berpamitan pulang. Ibu memelukku erat, dan memberiku uang untuk ku gunakan sebulan kedepan.
"Ibu pulang dulu ya Nduk, kasihan adik-adik di rumah kelamaan ditinggal. Kamu jaga diri baik-baik ya, nurut sama bibi dan paman. Sering-sering bantuin bibi dirumah kalau ada yang bisa dikerjakan." Pesan ibu untukku semata-mata itu semua untuk kebaikanku kedepannya.
"Terimakasih bu," Aku mentikkan air mata dalam pelukannya. Ku pandang wajah lelahnya dan matanya yang memerah menahan untuk tidak menangis. Setelah itu, aku mencium tangan kedua orang tuaku secara bergantian.
Paman dan bibiku ikut berdiri di depan teras untuk mengantar ayah dan ibuku yang berpamitan pulang. Setelah itu, kami sama-sama masuk kedalam rumah. Aku mulai merapikan barang barang bawaanku di kamar yang sekarang akan menjadi tempatku berlabuh.
Di ruang tamu, aku mendengar ada yang sedang mengobrol. Namun suaranya samar-samar, aku tak begitu jelas mendengarnya karena memang posisiku berada di dalam kamar. Pintu kamar setengah terbuka, aku baru selesai memasang Sprei tempat tidur. Aku mendengar ada yang menyapaku, "hei, sudah rapi kamarnya," ucapnya dengan suara lembut.
Aku menoleh, "Paman Chandra?," tanyaku untuk memastikan. Ia mengangguk dengan senyum tampannya. Akupun keluar dari kamar dan duduk di ruang tamu, kemudian paman Chandra mengikutiku duduk di Sofa yang sama denganku. Karena ukurannya panjang, jadi agak berjarak.
"Udah besar ya Sisil sekarang, udah kelas berapa sekarang?," tanya paman Chandra dengan ramah.
"Kelas XI mau naik kelas XII paman" jawabku pelan, tapi masih terdengar dengan jelas.
"Oh,... udah makan belum tadi, kok lemes jawabnya," Godanya.
"Udah kok." Jawabku singkat.
Tak lama kemudian, paman Arya suami bibi Cahyani datang bergabung. Aku yang merasa sangat canggung langsung pamit kembali ke kamar. "Paman, aku ke kamar dulu ya, udah ngantuk." Pamitku sambil menatap keduanya.
"Iya, istirahatlah. Besok pagi sekolah, biar nggak bangun kesiangan." Ucap paman Arya dan di angguki oleh paman Chandra. Aku pun tersenyum sambil menganggukkan kepala. Dan aku langsung masuk kamar, lalu mengunci pintu.
Di dalam kamar, aku menyusun buku kedalam tas sesuai jadwal mata pelajaran untuk besok pagi. Kemudian Aku langsung tidur.
**
POV AUTHOR
Sesampainya di rumah, pak Atmaja dan bu Mawardani mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah seharian bekerja. Anak-anak sudah pada tidur. Namun, kedua orang tua itu belum ingin memejamkan mata. Mungkin masih kepikiran dengan keputusannya yang sudah diambil terhadap putri sulungnya.
"Semoga saja Pricil betah tinggal disana ya pak." Celetuk bu Mawar.
"Iya bu!" jawab pak Atmaja singkat dengan nada datar.
"Sudahlah bu, ibu tidak usah terlalu memikirkannya. Dia sudah besar, biar dia belajar sendiri." Ucap pak Atmaja.
"Huhh, bapak ini. Selalu saja apa-apa di ungkapkan dengan emosi!" kesal bu Mawar. Lalu memiringkan tubuhnya memunggungi suaminya.
Pak Atmaja pun memilih tak menanggapi, dan memejamkan matanya. Tak lama kemudian, terdengar suara dengkuran halus. Menandakan bahwa sudah benar benar terlelap. Bu Mawar yang belum bisa tertidur kembali membalikkan badan, menghadap ke arah suaminya. Ia mencoba menetralkan fikirannya agar dapat terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Untaian Fiksi(Hiatus)
susunan katanya keren thor, jadi awal mula mereka semakin akrab di rumahnya paman arya ya. Ok... lanjut ..
2022-03-19
1
Duwi Hariani
😍😍😍
2022-03-05
1
Sedang Bersemedi
masuk favorit ku ke 2 karya mu say, semngat ya💪
2022-01-14
2