Sinar matahari begitu menyilaukan hari ini. Panas cahayanya- yang dia berikan, begitu membakar di kulit. Langkah kakinyq mengayun dengan pelan, menyusuri bentangan bibir jalan aspal. Akibat buruknya suasana hati itu, membuat matahari yang begitu menyengat sama sekali tidak berpengaruh buat Aisyah Maharani.
Melangkah, dan terus melangkah, menyusuri jalan itu panjangnya jalan itu. Dirinya memutuskan untuk berhenti, saat dari jauh Aisyah mendapati sebuah halte.
Aisyah melabuhkan tubuhnya di kursi panjang itu, yang kayunya sudah terlihat sedikit usang. Wajah sendu kian menyelimuti wajah cantik di balik cream hitam, memikirkan nasip hidupnya saat ini. Suasana hati yang sedang gundah, membuat lalu lalangnya kendaraan di depannya, serasa tak terlihat bagi Aisyah dengan tatapan kosongnya.
"Apa yang harus aku lakukan? Gaji Bibi Asih saja! Belum aku bayar. Sementara sekarang aku sedang tidak memiliki pekerjaan." gumam pelan.
Hening....Hening.....Membiarkan hati itu, semakin tenggelam dalam suasana hati yang tengah dia rasakan. Aisyah menelusupkan jemarinya ke dalam totebagnya, saat memorynya teringat kembali uang pesangonnya. Menyobek ujung amplop itu, dan mendapati uang pecahan seratus ribu sebanyak sepuluh lembar.
"Situa! Dan sibotak itu, ternyata hanya memberiku satu juta saja. Mana aku harus membayar, gaji Bibi Asih lagi! Hah... secepatnya, aku harus mencari pekerjaan."
****
COMPANY GROUP
Memerah sudah memenuhi wajah tampan Aditya. Tatapannya begitu membunuh, saat pengusaha kaya itu meluapkan semua kemarahannya pada beberapa anak buahnya, yang dia tugaskan untuk mencari keberadaan wanita yang sudah mengandung dari benihnya.
"Apa yang kerjakan saja selama ini?! Bahkan ini sudah hampir enam tahun, tapi hanya mencari satu wanita saja kalian tidak bisa."
"Maafkan kami, Tuan! Kami sudah sangat berusaha mencari keberadaan Nona Aisyah, tapi dia benar-benar sudah tidak menetap di Surabaya lagi." jawab dari salah satu anak buah Aditya.
"Kalian semua memang sangat bodoh! Pokoknya saya tidak perduli dengan alasan, yang kalian berikan. Temukan wanita itu, karena aku menginginkan anakku. Anakku." Sorot mata Aditya begitu tajam. Terlihat kilatan api-pada sepasang matanya, akan usahanya selama ini mencari seorang wanita yang sudah mengandung dari benihnya.
"Baik Tuan! Kami akan lebih berusaha lagi, mencari keberadaan Nona Aisyah. Tapi Nona Aisyah, sepertinya benar-benar sudah tidak menetap di Surabaya lagi."
Pundak kokohnya bersandar pada sandaran kursi, ketika diri itu sudah nampak sedikit lebih tenang, mendengar apa yang baru saja dikatakan anak buahnya.
"Terus bagaimana dengan keluarganya? Terutama dengan kedua orang tuanya. Apakah mereka juga sama sekali tidak mengetahui, Keberadaan anaknya?"
"Tidak Tuan...Mereka benar-benar sama sekali tidak mengetahui keberadaan Nona Aisyah. Karena sejak mengetahui Nona Aisyah hamil! Keluarganya mengusirnya dari rumah. Dan Nona Aisyah juga sepertinya sudah memutuskan komunikasi dengan mereka. Dan kami yakin, saya Nona Aisyah melakukan itu! Agar kita tidak menemukan keberadaannya."
Menghembuskan napas panjangnya. Saat rasa kecewa itu menyelimutinya seketika- akan perjuangannya selama beberapa tahun terakhir ini, mencari keberadaan seorang wanita.
"N'tah di mana wanita ituberada? Semoga saja dia menjaga anakku dengan baik." bathin Aditya penuh harap.
"Baiklah, kalian boleh ke luar. Tapi ingat tetap cari wanita itu, dan kabari saya secepatnya! Jika kalian menemukan keberadaannya."
"Baik Tuan.." jawab mereka bersamaan, dan melangkah ke luar dari dalam ruang kerja Aditya.
"Aisyah...Aisyah...Di mana kau pun berada, semoga kau menjaga anakku dengan baik." Aditya bergumam pelan, mengingat rupa anaknya yang tidak tahu hingga saat ini. Dan gumaman itu, dapat terdengar oleh sekretarisnya, Simon.
"Aku yakin, dia pasti menjaga anak anda dengan baik." celah Simon tiba-tiba, yang membuat Aditya memalingkan wajahnya pada Simon.
"Semoga saja itu benar! Kalau tidak, dia aku berurusan denganku, jika aku menemukan keberadaannya nanti. seru Aditya dengan menekan kata-katanya.
"Simon..." panggilnya kemudian.
"Iya, Tuan!"
"Apa jadwalku hari ini?"
"Sebentar malam, anda ada makan malam di rumah Tuan besar."
Seringai rendah menyelimuti wajah tampan Aditya, mendengar apa yang baru saja disampaikan Simon padanya. Dan itu membuat hawa panas, kembali mengusik jiwa yang sudah kembali tenang.
"Siapa yang menghubungimu? Untuk makan malam di sana. Apakah Situa bangka itu?!"
"Bukan, Tuan! Melainkan Nyonya Karla. Nyonya Karla lah yang menghubungi saya, agar malam ini anda datang untuk makan malam di rumah mereka."
"Aku yakin ini hanya idenya saja, agar dapat bertemu denganku. Dan Si tua itu! Benar-benar sudah jadi pria bodoh! Bahkan sangat bodoh!"
"Memang Nyonya Karla semakin berani untuk mendekati anda, Tuan! Bahkan sekarang dia sampai berani, mendatangi anda di perusahaan. Dan saya takutkan, jika Tuan besar mengirah andalah sudah menggoda kembali istrinya, jika dia menemukan hal yang mencurigakan. Karena seperti yang kita tahu, kalau Tuan besar sangat mencintai istrinya."
"Benar katamu, Simon! Bahkan dia sama sekali tidak bisa membedakan mana perhatian dari seorang Ibu pada anaknya, dan mana perhatian karena cinta. Papaku benar-benar menjadi pria tolol, setelah menikahi sekretarisnya, yang licik itu!"
"Nyonya Karla memang sangatlah licik, dan sangat pintar memutar balikkan fakta."
Aditya terkekeh pelan. Mengingat hubungannya yang sudah tidak baik-setelah Ayahnya memutuskan untuk menikah lagi, sejak kematian Ibunya, yang sampai saat ini jenasahnya belum ditemukan.
"Aku sama sekali tidak perduli dengan apa yang terjadi padanya. Karena yang sekarang yang terpenting bagiku, adalah mencari keberadaan Aisyah. Karena anakku, ada bersama wanita itu!"
"Benar sekali, Tuan! Karena itu jauh lebih penting, dari pada kisah cinta Tuan besar, dan Nyonya Karla."
****
Kegelapan kembali menyelimuti bumi, setelah senja perlahan menghilang, dan bersembunyi di balik gunung.
Aisyah ayunkan langkah kakinya dengan pelan, menyusuri gang sempit yang akan membawa Ibu muda itu- kembali ke kontrakkannya. Dua belokan telah terlewati, hingga ayunan kaki itu semakin mendekat pada kontrakkan kecilnya yang terdapat di ujung sana. Langkah itu seketika Aisyah hentikan, saat dua matanya melempar jauh pada kedua putrinya yang sedang bermain di teras rumah-bersama pengasuh mereka Bibi Asih. Sepasang matanya sudah nampak buram, saat genangan air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya-memikirkan kedua putrinya yang menggantungkan hidup padanya.
"Tidak! Aku tidak boleh putus asa. Aku hidup untuk Bella, dan Sella. Ya, untuk kedua anakku. Darah dagingku." Aisyah menyemangati dari sendiri, dan kembali menampilkan senyuman- berusaha membuang jauh-jauh rasa putus asa itu.
Menghembuskan napas tegasnya, dan mengusap cepat air mata itu-dan mantap melanjutkan langkah kaki itu.
"Selamat malam, kembarannya Mommy..." Dia menyimpulkan senyum di wajah, menatap pada kedua putrinya sedang sibuk bermain.
Mendengar suara yang sangat tidak asing, membuat wajah kedua bocah itu, seketika berpaling pada asal suara. Rona bahagia menyelimuti wajah Bella, dan Sella ketika mendapati keberadaan sang Bunda.
"Mommy...." seru keduanya bersamaan, menghampiri pada Ibu mereka, yang sudah melebarkan dua tangannya.
Dua tubuh mungil yang sudah terbenam dalam pelukan, membuat suasana hati yang tengah mendung sedikit terobati. Bibir yang masih terdapat sedikit lip-blam, Aisyah labuhkan pada pipi gembul kedua putrinya -yang begitu beraroma bedak bayi.
"Wangi benar, anak-anak Mommy!" gumamnya tersenyum, dan kembali melabuhkan kecupan bertubi-tubi pada Bella, dan Sella.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
perjuangan ✅
skrg terjwb, Krn Karla itu ibu tiri Aditya pantesan di bab awal nya ..
2022-09-03
1
perjuangan ✅
se enak jidatnya bilang mengingin kan anak nya,,siapa yg mengandung dan pengorbanan seorg ibu,,
2022-09-03
0
faridah ida
semoga nanti Aisyah hidup bahagia bersama anak2 dan suami nya .
2021-10-05
0