Asih menghembuskan napas beratnya. Mendengar apa yang baru saja dikatakan Aisyah, membuat wanita tua itu merasa tak enak hati." Jangan bicara seperti itu, Syah! Karena Bibi sudah menganggap anak-anakmu, seperti cucu Bibi sendiri."
Aisyah menyimpulkan senyuman di wajahnya. Kata-kata yang ke luar dari bibir Asih, membuat hati Ibu muda itu! Sedikit menghangat. Arah pandang itu tak sengaja berpaling. Dan kaget, kala mendapati waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan.
"Bibi, Maaf. Aku harus segera berangkat kerja." Dan dua matanya berpaling pada kedua putrinya, yang sedang menghabiskan susu cokelat mereka "Bella! Sella! Mommy harus berangkat kerja sekarang. Ingat, Jangan nakal! Dan jangan membantah pada Oma Asih. Apakah kalian mengerti?!" Aisyah menekan kata-katanya, ketika berpesan pada kedua putrinya.
"Baik, Mommy...Kami tidak akan nakal." jawab keduanya bersamaan.
Menyimpulkan senyuman di wajah, dan menatap kedua putrinya dengan penuh kasih sayang. Melabuhkan kecupan singkat di masing-masing pipi, putrinya! Sebelum berpamitan.
"Baiklah, kalau begitu Mommy pergi dulu," pamit Aisyah, dengan melangkah ke luar dari dalam rumah.
****
Wajah Aisyah seketika dilanda kepanikan, saat tiba di tempat kerjanya, waktu sudah menunjukkan pukul delapan. Dua kakinya melangkah dengan tergesa-gesa, yang membawanya ke boutique tempatnya bekerja.
Perjalan yang baru sebagian, seketika Aisyah hentikan-saat mendapati salah satu rekan kerjanya, ke luar dari dalam boutique dengan linangan air mata.
Wajah heran, mendapati sahabatnya yang menangis, hingga membuat Ibu muda itu dilanda tanda tanya. Sebenarnya ada apa?
"Sila..." teriak Aisyah pada gadis bertubuh tambun itu, yang membuat langkah yang sementara dia ayunkan terhenti.
Membalikkan badannya, dan dari jauh Sila mendapati Aisyah yang tengah menghampiri padanya dengan sedikit berlari.
"Anisa...." gumamnya, dengan sorot mata terus menatap pada Aisyah.
"Kamu kenapa menangis, Sila? Ada Apa?" Aisyah memicingkan kedua matanya, akibat rasa penasaran yang seketika menyelimutinya.
Sesegukan akibat tangisan, berusaha Sila redam. Air mata yang menunmpuk yang nyaris kembali tumpah, dia usap cepat dan berusaha tersenyum pada Aisyah yang menatapnya dengan penasaran.
"Aku dipecat, Nisa!"
"Di pecat?" Bola mata Aisyah lebih membulat penuh, hingga kilatan pada dua mata hitamnya begitu terlihat.
"Iya, aku dipecat. Dan ada beberapa teman kita juga, ada yang di PHK."
"Apakah kau serius, Sila?" tanya Aisyah memastikan, akan apa yang disampaikan teman rekan kerjanya
"Iya, Syah! Dan aku minta kamu kuat."
Kerutan seketika terlihat di wajah Aisyah, dengan dua mata menatap Sila penuh selidik, akan jawaban yang baru saja mengalir dari mulutnya.
"Ma...maksudmu, aku juga dipecat?"
Sila meng-angguk pelan, dibingkai pula dengan wajah sendunya, menatap pada Aisyah yang melototkan dua matanya.
"Aku minta kamu kuat, Syah! Karena sepertinya Pak Rendra, melihat dari rupa dan fisik karyawannya." jawabnya, dan kembali melanjutkan langkah itu tanpa memperdulikan Aisyah yang terlihat syok.
Diri itu seketika di landa rasa was-was, jika benar dirinya benar-benar dipecat. Menghembuskan napas tegasnya, dan berusaha menguatkan hati itu.
"Aku harus memastikan sendiri." gumamnya dengan kembali melanjutkan langkah itu.
Ketika diri itu sudah berada di dalam toko, Aisyah mendapati tatapan mencemooh rekan-rekan kerjanya, yang menatap padanya dan berbisik pelan.
Memilih untuk mengabaikan, dengan ayunan kaki terus Aisyah ayunkan pada ruangan manajer.
Menghembuskan napas panjangnya, saat sangat besar dalam diri Aisyah-agar dirinya tidak dipecat.
Dengan memberanikan diri, dan mempersiapkan mental itu, Aisyah mengayunkan tangannya memberi ketukan pada badan pintu.
"Masuk...." Terdengar suara Pak Rendra, dari dalam ruangan.
Membuka pintu ruangan, dan mendapati tatapan intens dari lelaki paruh baya itu.
"Selamat pagi, Pak!" sapa Aisyah, yang berusaha untuk memberi senyum.
"Pagi." jawabnya dengan sorot mata tak biasa, hingga sedikit memberi suasana tegang.
Tubuh ramping itu sudah berlabuh, pada sebuah kursi. Hening sesaat, membiarkan suasana sepi menyelimuti ruangan itu. Saat diri itu akan mengeluarkan pertanyaan, seketika bibir itu kembali terkatub rapat, saat dua mata itu menangkap sebuam amplop putih yang baru saja diambil oleh manajernya, dari laci meja kerja.
Dua mata Aisyah lebih membulat, dan dirinya semakin dilanda kecemasan jika dia benar-benar dipecat. Dengan sedikit kasar, Rendra meletakkan amplop putih yang di dalamnya sudah berisi uang, dan menampilkan seringai rendah pada Aisyah.
"Apa ini Pak?!" tanya Aisyah dengan dua mata lebih membulat, akan rasa penasaran.
Rendra menyeringai kecil. Mendapati wajah bingung, Aisyah! Yang menatapnya dengan penasaran.
"Aku rasa tanpa saya jelaskan kamu sudah tahu. Ini uang pesangon untukmu, dan kamu saya pecat. Dan saya rasa, uang ini sangat cukup untuk kamu memutihkan sedikit kulit hitam kamu itu. Karena untuk saat ini, penampilan sangat menunjang agar seseorag bisa mendapatkan pekerjaan."
Aisyah tersenyum getir. Dia tidak menyangkah, dia akan dipecat dari pekerjaan, karena rupa buruknya- dan bukan kinerja kerjanya. Sorot matanya begitu membunuh, saat dua mata itu menatap penuh pada Rendra.
"Oh...Jadi karena hal itu, Bapak memecat saya. Ternyata Bapak sama saja seperti yang lain, yang memandang orang dari penampilan. Dan ketika Bapak memecat saya, dan rekan-rekan saya-apakah Bapak tidak melihat diri Bapak dulu di depan cermin." Aisyah menyeringai, menatap pada Rendra yang seketika menatap serius padanya.
"Apa maksud kamu?!" Nada itu sudah mulai meninggi dari sebelumnya, ketika emosi sudah terpancing.
Aisyah, terkekeh pelan. "Saya juga heran, kenapa Pak Wahyu selaku pemilik boutique masih memperkerjakan Bapak di sini. Padahal kalau dilihat dari segi penampilan, Bapak itu tidak ada beda jauhnya dengan saya. Sudah perutnya gendut...Dan berkepala botak."
Rendra begitu meradang. Keriputan pada wajah lelaki tua itu kian menyelimuti, berbalut memerah pada wajahnya akibat emosi yang sudah membuncah.
"Pergi kamu dari ruangan saya. Pergi..!! Sebelum saya memanggil keamanan untuk menyeret kamu, ke luar dari dalam boutique ini."
Aisyah segera bangkit dari duduknya dengan sedikit kasar, hingga suara gesekan kursi begitu terdengar. Tangannya menggapai amplop putih itu, dan segera berlalu ke luar setelah berpamitan pada pria yang sudah menjadi mantan Manajernya.
"Bapak tidak perlu repot-repot memanggil keamanan, karena saya bisa ke luar sendiri dari tempat ini." seru Aisyah dengan berlalu begitu saja.
****
Ayunan langkah itu Aisyah ayunkan dengan cepat, ketika kedua kakinya melewati dalam boutique di mana tatapan orang-orang di dalam sana menatapnya dengan aneh, dan ada juga yang menertawakan dirinya.
"Dasar pria jelek! Gendut! Botak! Apa juga bagusnya dia, sampai mengatai aku seperti itu." Segala umpatan Aisyah lontarkan, saat dia sudah berada di luar boutique.
Dua kaki itu terus melangkah, tanpa memperdulikan cahaya matahari yang sudah mulai membakar kulit. Dirinya berusaha kuat, dan menunjukkan kalau dia baik-baik saja. Tapi ketika wajah dua putrinya kembali melintas, Ibu muda itu tak sanggup lagi membendung air matanya. Menepi, dan menumpakkan semua tangisan itudi balik tembok, agar siapapun tak dapat melihatnya.
"Dasar pria jelek! Gendut! Seenaknya, dia memecatku. Oh...Tuhan....Cobaan apa yang kau hadirkan dalam hidupku..." Aisyah terus menangis, kala meluapkan keluh kesah yang dia rasakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Ririn hiat
sabar Aisyah,,tuhan tidak akan menguji seseorang diluar batas kemampuan nya,,,
2022-12-04
1
Ika Sartika
semangat
2021-10-03
0
Susi Hendrawati
iyaaa slalu bersambung dkira th bakal tamat 😔
2021-10-03
0