Hari berlalu.
Pagi ini Agnia menerima kabar buruk yang sangat memilukan. Sang ibu yang telah berjuang selama satu bulan lebih akhirnya menyerah. Beliau tak mampu bertahan dan meninggal dunia. Meninggalkan Agnia sendirian untuk selama lamanya.
Agnia histeris. Petugas rumah sakit terpaksa mengamankannya keluar ruangan karena gadis kecil itu terus berteriak mengganggu kenyamanan pasien yang lain.
"Ibu, kenapa ibu tinggalkan Nia sendirian" tangisan Nia terdengar sangat pilu.
.
.
.
Gundukan tanah merah itu menjadi saksi terkuburnya semangat hidup Agnia. Proses pemakaman sang ibu telah selesai dilaksanakan, para pelayat pun telah berpamitan meninggalkan Agnia satu persatu.
"Nia, ayo balik, lu gak bisa nginap disini" Vivi sang sahabat membujuk Agnia yang masih menangis memeluk pusara sang ibu.
"Gak mau, gue mau jagain ibu, kasihan ibu sendirian disini" suara serak sisa tangisan Nia terdengar jelas.
"Ayolah Nia, jangan seperti ini, tante pasti sedih melihat mu kalau begini" Mila mencoba meyakinkan kali ini.
Agnia akhirnya luluh, Vivi dan Mila mengantarkan Agnia pulang ke rumah. Gadis itu beruntung memiliki sahabat yang bisa diandalkan.
.
.
.
Seminggu sudah selepas kepergian sang ibu menghadap Ilahi. Agnia masih mengurung diri di kamarnya. Dia benar benar sangat berat menerima kenyataan.
Agnia memilih merapikan barang barang yang dibawanya dari rumah sakit, dari kemarin dia belum sempat membereskan.
Saat membuka tas berisi pakaian sang ibu, airmata Agnia kembali bercucuran. Dia menciumi pakaian itu seolah melepaskan rindu yang dalam.
Selesai dengan urusan pakaian, satu tas lagi berisi buku buku dan peralatan miliknya selama di rumah sakit juga mulai dibongkar.
Barang terbanyak yang ditemukan adalah buku, ya buku buku inilah yang menemani hari hari Nia selama satu bulan lebih menjaga sang ibu di rumah sakit.
Sebuah buku hitam kecil kembali menarik perhatian Agnia. Dia kembali teringat isi buku itu.
"Jika memiliki keinginan, bacalah tulisan ini dengan menyiapkan secangkir minuman kesukaan" Agnia mengulang kalimat itu.
"Gak ada ruginya dicoba" Agnia merasa saat ini dirinya sangat ingin melakukan hal yang dituliskan di buku itu.
Agnia membuka pintu kamar dan berjalan menuju dapur untuk membuat secangkir teh chamomile hangat favoritnya.
Mba Asih, ART dirumah Nia merasa senang karena menyangka gadis itu telah mampu menaklukkan rasa sedihnya.
"Neng Nia mau dibikinkan apa? biar mba Asih aja yang bikin" mba Asih menawarkan diri.
"Nia mau bikin teh chamomile mba, sendiri aja, Nia kan udah biasa, kata ibu Nia gak boleh manja" Agnia kembali bersedih.
"Neng harus tetap semangat ya, ibu di surga sana pasti akan sedih kalau neng Nia terus sedih seperti ini" mba Asih menasihati.
Agnia hanya diam sambil terus mengaduk teh miliknya.
"Mba Asih, Nia ke kamar lagi ya" Agnia pamit dan segera berlalu kembali ke kamarnya.
Sesampainya di kamar, Agnia meletakkan gelas berisi teh kesukaannya itu diatas meja belajarnya, dan mengambil buku bersampul hitam itu. Agnia mulai menghafalkan mantra yang dibacanya.
Agnia mengulang mantra itu sebanyak tiga kali, dia tak merasakan perbedaan apa apa, tak ada hal aneh yang terjadi.
"Dasar bodoh, bisa bisanya aku ikuti buku tak jelas itu" Agnia mengutuk dirinya sendiri.
Segera Agnia melempar buku itu ke lantai dan melangkah menuju teh favoritnya. Dia ingin menyeruput teh itu untuk mendapatkan ketenangan.
"Loh kok kosong?" Agnia keheranan.
Gelas berisi teh yang tadinya penuh saat ini telah kosong. Agnia membolak balik gelas itu namun benar tak ada isinya sama sekali, Agnia juga memastikan kalau tak ada tetesan yang berserakan pertanda kalau gelasnya bocor. Gadis itu kebingungan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments