Aku tersadar dari lamunanku, mengangkat kepala & segera menyeka air mataku. Aku berlari menuju bus yang sudah ngetem dari tadi menuju rumah. Kak Bim membiarkanku pergi, mungkin ia ingin aku tenang sendiri.
.
*Brukk!
Aku membuka pintu dengan kasar dan langsung menuju bibi yang baru pulang mengajar.
"Bi, Kak Bim nembak aku," ucapku terisak seraya memeluk bibi. Bibi tahu aku sedang bimbang.
"Ya bagus dong, sayang. Kamu terima aja. Menurut mata-mata pamanmu, dia orang baik. Kamu sudah dewasa, saatnya kamu mengenal cinta. Bibi tahu kamu bisa jaga diri, kamu bisa memilih mana yang baik dan yang buruk. Bibi percaya itu. Yakinkan dirimu, Nak!" bibi meyakinkanku.
Namun, aku masih tetap bimbang. Aku melepas pelukan bibi dan menuju kamar mandi tanpa suara. Aku membasuh mukaku dalam wudlu. MaasyaaAllaah, tenangnya diri ini. Ditambah lagi ketika aku sholat Dzuhur dan rawatib. Lalu, aku berdo'a memohon petunjuk-Nya. Dan aku membaca beberapa lembar Al-Qur'an. Hatiku menjadi lebih baik sekarang. Alhamdulillaah.
.
***
"Kamu tenang saja. Paman tidak akan membungkam rahasia ini ke Papa Mamamu. Paman percaya, kamu terima saja dia. Tapi, jangan pernah lupa bahwa Paman selalu mengawal kamu dengan seorang mata-mata," nasihat Paman saat makan malam.
Aku masih melamun tanpa memakan makananku. Dan mulai memakannya dengan malas.
.
Hari-hari berikutnya, aku dan Kak Bim tidak pernah saling menyapa. Baik via HP maupun sepulang sekolah. Dan aku selalu pulang dengan Meli.
"Ada baiknya kamu mengikuti saran Paman dan Bibimu. Siapa tahu, bisa memotivasi kamu. Bukankah dia bintang kelas juga?" saran Meli.
"Kalau dipikir-pikir, iya juga sih. Jujur aja, aku selalu merindukan Kak Bim. Bayangannya selalu membuyarkan konsentrasiku," jawabku yang memang sudah mulai mengenal kata "sayang" dari Kak Bim.
meli hanya tersenyum.
.
***
Seminggu sudah kami lost kontak. Dan tibalah hari itu di taman. Aku sudah siap dengan jawabanku.
"Jadi gimana? Apa kamu mau jadi pacarku?" tanya Kak Bim sambil memegang tanganku. Lagi-lagi, ia gemetar.
*Plakk!
Tamparan pelan sukses mendarat di pipi Kak Bim. Ya, aku menamparnya. Dia meringis kesakitan sambil menutupi wajahnya. Mungkin ia malu karena ia sangka, aku menolaknya.
"Kak Bim,"
Dia menatapku seperti berharap.
"Aku.. mau jadi pacar Kakak. Aku juga sangat menyayangi Kak Bim," ucapku mantap dan berbinar.
"Dasar! Cewek galak! Nerima cowok aja pake nampar. Pantesan 1 sekolah takut sama Ketua Osis yang super galak ini!" ucap Kak Bim terkekeh. Tiba-tiba, Kak Bim loncat-loncat kegirangan dan aku hanya senyum-senyum melihat tingkahnya.
"Yey! Aku berhasil nembak cewek dan diterimaaa!" Kak Bim teriak-teriak hingga orang-orang sekitar melihat ke arahku. Mukaku jadi merah semua menahan malu. Tapi, aku bahagia.
Kak Bim mengajakku makan berdua di sebuah cafe.
"Ternyata, kamu pintar akting juga ya sayang," ucapnya membuat mukaku semakin memerah.
"Kak, Kakak kenapa sih selalu ngelamun di depanku tiap jemput ke taman?" tanyaku penasaran, karena tadi ia melamun lagi di depan pintu rumah.
"Karena Kak Bim melihat bidadari yang cantik sekali. Dan bidadari itu telah menjadi pacarku," jawab Kak Bim dengan senyuman gantengnya. Aku tambah tersipu.
.
***
Aku dan Kak Bim selalu berdua kemana-mana. Saat makan di kantin, pulang sekolah dan kencan hari Minggu. Kencan kamipun berganti-ganti tempat dan Kak Bim yang membayarnya, serta mentraktir makan. Kecuali Minggu terakhir, saat aku pulang ke Garut dan aku menitipkan HP ku ke Kak Bim agar tak ketahuan orangtuaku lagi.
.
Suatu hari, saat Kak Bim menghampiriku ke kelas untuk makan di kantin seperti biasa.
"Tunggu, Kak. Aku lupa bawa buku untuk kupinjamkan ke adik kelas," ucapku. Kak Bim mengangguk.
Tiba-tiba, aku melihat temanku, namanya Adam sedang meringis kesakitan memegang pinggang kirinya.
"Kamu kenapa? Mau kuantar ke UKS," tawarku.
Dia hanya melihatku kesal dan menggeleng. Lalu berlalu pergi. Aku mengambil buku dan menghampiri Kak Bim.
.
Adam memang pria aneh. Dia pendiam, sedikit sekali bicara dan dijauhi teman-temannya karena dia bukan orang berada. Sekolah ini memang sekolah elit. Dia bersekoh di sini karena bantuan beasiswa.
.
"Eh, bisa-bisanya Bim yang gugupan sama cewek itu bisa pacaran sama Annisa!"
"Annisa, ketua Osis kita yang galak itu?"
"Bagaimana bisa?"
"Keduanya memang cocok, sama-sam bintang kelas. Tapi..."
.
Gosip-gosip aneh yang selalu kudengar di sekolah saat ke kantin bersama Kak Bim. Tapi, aku tak menggubrisnya dan selalu berjalan menunduk. Ya, karena kalau mataku menatap mereka, mereka langsung takut. Katanya, aku Ketua Osis galak. Padahal, aku cuma menanamkan pendidikan kedisiplinan dari Papa. Bahwa siapa saja yang berbuat melanggar Tatib sekolah, harus berhadapan denganku dan mempertanggungjawabkannya di ruang BP. Guru BP sendiri yang memberi mandat kepadaku. Masa iya aku galak? Padahal, kalau anggota Osis cewek cuma kutarik ujung jilbabnya & jika cowok kutarik kerah belakang bajunya.
.
***
Brsambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments