Aku membuka sedikit kantongku yang ada di bawah kanan baju & mengintip.
"Apaan si, Pa. Curigaan banget." jawabku ngeles dan mencoba tenang. Aku melihat sedikit hitam-hitam tadi. HP ku kan, casingnya hitam. Aku melanjutkan langkah, pura-pura langkah santai.
"Jangan bohong, Annisa!"
Dag dig dug dar. Papa yang meletakkan korannya, mengagetkanku. Lagi-lagi, aku gemetar.
Lalu aku memegang barang kotak itu.
"Cuma ini, Pa." jawabku lega setelah mengeluarkan isinya yang ternyata adalah dompet dan menunjukkannya ke Papa.
"Papa ini, jangan bentak-bentak anak yang akan mempengaruhi psikologis anak. Introspeksi kesalahan Papa juga, yang ternyata menduga namun salah," bela Mamaku yang memang pekerjaannya seorang Psikologis.
Papa hanya menghela nafas panjang, lalu melanjutkan bacanya. Papa memang tegas, namun kadang malu untuk mengakui kesalahannya.
Lalu aku mencuci piring dengan membatin, "Untung gak ketahuan".
.
***
Senin pagi yang cerah. Hari ini libur, sebagai ganti hari Minggu kemarin yang digunakan untuk Persami. Aku segera mandi dan sarapan.
"Tumben, jam segini udah mandi?" tanya ibu yang sedang mengambil nasi di sela-sela sarapan bersama.
"Iya, Ma. Mau cari tugas di Warnet," jawabku senang.
"Bukannya di rumah pamanmu ada laptop dan Wifi?" tanya Papa.
"Iya, Pa. Tapi tugasnya harus dikumpulkan Selasa besok. Gak cukup waktunya kalau menunggu ngerjain di rumah paman," jawabku sambil mulai makan.
"Oh. Tapi sama Sari, kan? Ingat. Jangan sama cowok," nasihat Papa, santai.
"Siap, Pa!" kataku sambil mengangkat tangan ke alis, tanda hormat dalam upacara.
.
***
"Kita mau ke warnet yang mana, Mel?" tanyaku saat sudah menyusuri pasar, membonceng motor Meli.
"Yang ini aja, ya" jawab Meli sambil memarkir di sebuah warnet.
.
*Di warnet*
.
Setelah selesai tugasku dan mendownloadnya di flashdisk, aku membuka akun fbku. Ya, aku bisa punya fb karna terlalu sering main ke warnet, karena tidak dipegangi HP oleh orangtuaku. HP yang baru saja kubeli, memang bisa buat fb an. Namun, tidak maksimal alias sedikit lola.
"Ha, ada cowok yang add," batinku. Aku menerima permintaan pertemanannya, yang tak lain adalah kakak kelas yang kemarin senyum padaku.
Jantungku berdebar. Maklum, sejak SMP, aku polos soal cinta. Belum pernah mengenal apa itu cinta.
"Hemzt," dia menginbokku seperti itu. Aku tambah dag-dig-dug.
"Iya," balasku.
"Boleh minta nomornya?" jawabnya.
Lalu aku menulis nomorku.
"Oo, jadi namanya Kak Bim," kataku dalam hati.
Aku stalking dia, cek kronologi dan fotonya. Ganteng juga, hihi. Sepertinya aku terpesona. Ah, apaan sih, aku kan gak boleh pacaran. Mmm...
.
"Udah selesai, Annisa?" tanya Meli dari bilik sebelah, membangunkan lamunanku.
"Udah. Ni lagi fb an," jawabku sambil tetap stalking.
"Hehe. Aku juga," kata Meli.
Aku hanya nyengir kuda.
Tak terasa, satu jam sudah kami di warnet. Kami beranjak menuju kasir. Setelah ngeprint tugas dan membayar totalnya, kamipun pulang.
.
***
Sesudah sholat Isya', aku merebahkan tubuhku di kasur, untuk mempersiapkan perjalanan besok. Masih memikirkan Kak Bimm. Tiba-tiba, HP ku berbunyi tanda pesan masuk. Bunyinya nyaring sekali. Aku lupa silent. Dengan segera, aku menyembunyikannya.
"HP siapa yang bunyi?" teriak ibuku dari ruang tengah.
"Ga tahu, HP Mama mungkin," jawabku ketakutan.
Setelah melongok ke meja belajarku, aku lega. Ternyata HP Mama tertinggal. Kebetulan, ada pesan masuk juga. Lalu aku memberikannya ke Mama dan masuk kamar lagi. Aku menguncinya dan bernafas lega.
.
.
***
Aku melangkahkan kaki menuju halte dengan perasaan bebas dari kekangan. Huh, akhirnya bisa buka HP juga setelah semalam aku matikan karna takut ketahuan.
"Hai!" sapa Meli.
"Hai juga," sapaku sambil tersenyum.
Sembari menunggu bus, aku membuka pesan masuk. Sementara Meli, sedang telfonan dengan seseorang di seberang sana.
"Ciye, telfon dari siapa tuh?" ledekku.
"Kayak ga tahu aja deh," jawabnya.
Enak ya Meli, dibolehin pacaran sama orangtua nya. Batinku.
Aku melihat nomor yang masuk di HP ku. Nomor baru.
"Assalaamu'alaikum. Ini Kak Bimm, dek" isi SMS dia.
"Wa'alaikumussalaam, iya Kak," balasku.
"Lagi apa, dek?" tanyanya.
"Ni, nungguin bus sama Meli, Kak. Kakak sendiri lagi apa?" jawabku.
"Ni, di Perpus dek. Ya udah, hati-hati di jalan, ya!" tulisnya menutup chat SMS.
Kak Bim memang dikenal sebagai bintang kelas di sekolah. Seperti aku. Karena orang tua ku selalu menyuruhku belajar dan belajar. Apalagi Mama, gak boleh bantu ini gak boleh bantu itu, yang penting belajar!
.
***
Jam demi jam pelajaran pun terlalui. Kami pulang. Aku dan Kak Bim jarang bertemu karena jauhnya jarak kelas kami.
"Hai dek!" sapa Kak Bim mengagetkanku.
"Tumben Kak, lewat sini?" tanyaku.
"Hehe, iya dek. Mau anterin kamu. Boleh, kan?" tawarnya membuat jantungku berdebar.
" I... iya, Kak," jawabku gugup, sambil naik di motornya. Lalu aku SMS Meli yang masih di kantin, kalau aku pulang duluan. Pertama kali bareng cowok. Deg-degan.
.
***
Brsmbung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments