Akhirnya hari yang di tunggu Anista untuk bisa bertemu dengan Evan telah tiba. Tak terasa sudah seminggu lamanya dia bekerja di rumah yang bak istana ini.
Berbekal keberanian, Anista mendekati Yudha yang sedang duduk di ruang keluarga bersama sang putri.
"Tuan" Anista mengangguk hormat
"Hmmm" Yudha menjawab dengan wajah datar dan dingin, bahkan tidak menoleh sama sekali ke arah Anista
Huh dasar pikasebelen jelema teh. (Ngeselin ni orang)
"Saya izin pulang ke kontrakan saya ya Tuan"
Meski hatinya sedang sangat kesal dengan Tuannya ini. Tetap saja Anista tidak berani menunjukan kekesalan nya. Dia masih ingin hidup jika harus melawan orang seperti Yudha.
"Ya"
Cih. Hanya itu yang dia ucapkan, memang sangat menyebalkan. Tapi memangnya apa yang aku harapkan??
Anista malah bingung sendiri dengan pemikiran nya itu. "Terimakasih Tuan"
"Kembali sebelum malam"
Suara bariton itu menghentikan Anista yang sudah bebalik dan baru saja akan melangkahkan kakinya.
Anista menghela nafas kesal "Baik Tuan"
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
"Bundaaaaaa..."
Bocah laki laki itu berlari dengan merentangkan kedua tangannya menyambut sang bunda yang sudah berada di ambang pintu. Anista langsung berjongkok dan menyambut pelukan sang anak.
"Bunda, aku sangat merindukan Bunda" kata Evan semakin memeluk erat leher Anista
"Bunda juga merindukan Evan, kamu jadi anak baik'kan selama disini? Nurut sama Oma?" Tanya Anista setelah melerai pelukannya
Bocah berumur 3 tahun itu mengangguk lucu "Iya Bunda, Evan jadi anak baik kok"
"Iya Nak, alhamdulillah anak kamu benar benar anak yang cerdas dan penurut" kata Bu Nina yang sejak tadi berdiri melihat interaksi Ibu dan anak itu
Anista mendongak dan tersenyum ke arah Bu Nina "Terimakasih ya Bu, sudah mau di repotkan dengan mengurus Evan. Apalagi Ibu juga harus menjaga toko"
"Tidak papa Nak, lagian Evan ini anak yang penurut dan tidak suka membuat onar. Dia bahkan sering membantu Ibu menjaga toko. Ibu jadi ada teman dan tidak kesepian lagi" kata Bu Nina tersenyum tulus
Anista berdiri dan tersenyum pada Bu Nina "Terimakasih banyak Bu"
"Sudahlah Nak, ayo masuk Ibu sudah menyiapkan makan siang untuk kamu" kata Bu Nina
Anista mengangguk lalu menuntun tangan mungil Evan dan masuk ke dalam rumah sederhana milik Bu Nina. Mereka pun makan siang bersama
Bu Nina dan Bi Nenti yang ada di kampung sudah seperti Ibu sendiri untuk Anista. Mengingat bagaimana Ibunya meninggal 4 tahun yang lalu karna kesalahan nya yang telah mempermalukan keluarga sehingga Ibunya terkena serangan jantung dan meninggal dunia.
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Saat itu Anista hanya bisa duduk bersimpuh di pusara Ibunya yang masih basah. Hijab pasmina hitam yang dia kenakan jatuh menjuntai ke atas tanah. Menangis sesenggukan, menyesal sangat menyesal karna ibunya harus meninggal dengan menanggung malu mempunyai anak sepeti dia.
"Maafkan Nist, Bu. Anis tidak tahu harus bagaimana? Maafkan Nist, Bu"
Hanya itu yang mampu di ucapkan gadis berusia 17 tahun. Tidak ada arah tujuan, hidupnya hancur dan semuanya terasa menjadi gelap. Anista Sari yang ceria, bunga desa yang selalu di kagumi banyak kaum Adam. Namun, semuanya berubah setelah dia mempermalukan keluarganya dan juga harga dirinya sendiri.
Tepukan di bahunya mengalihkan Anista dari tatapan nya pada nisan sang Ibu. Dia menoleh dan mendapati ayahnya yang berdiri dengan tersenyum tulus.
"Sabar Neng, aya Abah yang bakal terus menjadi pelindung Eneng. Neng tidak sendiri, saha wae anu nyakitin Neng bakal Abah hajar"
(Sabar Neng, ada Ayah yang bakal terus menjadi pelindung Eneng. Neng tidak sendiri, siapa saja yang menyakiti Neng bakal Ayah hajar) artinya ya gaiss takutnya ada yang gak ngerti.
Sumintar atau lebih sering di panggil Abah Mintar adalah pelindung Anista selamanya. Ayahnya, cinta pertamanya dan juga pangeran nya.
Anista berdiri dan langsung memeluk Ayahnya itu. Menangis sejadi jadinya, Abah Mintar mengelus punggung anak gadisnya yang bergetar hebat. Anak gadisnya telah rapuh, hanya dia yang perlu menguatkan nya.
Abah bakal jagain Neng, Ibu yang tenang di sana. Si Eneng biar Abah yang menjaganya.
Tak terasa air mata pun menetes di pipi yang tidak lagi muda itu. Segera di hapusnya air mata itu, dia harus tetap tegar demi anaknya.
"Maafin Neng Bah, Eneng tos(sudah) mempermalukan Abah dan Ibu. Maaf Bah" lirih Anista di sela isak tangisnya
"Tos (Sudah) atuh Neng, Abah tidak merasa di dipermalukan sama Neng. Eneng anak Abah, anak gadis Abah yang bakal Abah sayangi dan jaga sampai kapanpun"
Anista melerai pelukannya dan menatap mata teduh Ayahnya. Di ciumnya punggung tangan Ayahnya lalu kembali memeluknya dengan erat.
"Nuhun Bah, Nuhun ku sagalana nu tos Abah pasihken ka Neng" kata Anis
(Terimakasih Yah, Terimakasih untuk segalanya yang sudah Ayah berikan pada Neng)
"Hanya kasih sayang yang bisa Abah pasihken ka Neng. Abah mah teu tiasa masihan harta atau kakayaan ka Neng, tapi sayang Abah selalu untuk Neng dan keluarga kita"
(Hanya Kasih sayang yang bisa Ayah berikan pada Neng. Ayah tidak bisa memberi harta atau kekayaan pada Neng, tapi sayang Ayah selalu untuk Neng dan keluarga kita)
Sejak saat itu hari demi hari Anista jalani dengan dukungan dari sang Ayah. Meski berat tapi dia bisa melewati semuanya sampai saat ini.
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
"Nist"
Suara dari Bu Nina berhasil menyadarkan Anista dari bayangan masa lalunya. Bayangan yang tanpa sadar membuat dia sampai meneteskan air mata.
"Kenapa?" Bu Nina duduk di samping Anista yang sedang duduk diteras rumah sambil melihat Evan yang sedang bermain bola
Anista mengusap air matanya, menoleh dan tersenyum pada Bu Nina "Tidak Papa Bu, hanya ingat sama Abah"
Bu Nina tersenyum dan mengelus kepala Anista "Abah kamu pasti baik baik saja, nanti kalo kamu sudah di kasih izin untuk libur lebih lama sama atasan kamu. Nist bisa pulang jengukin Abah dulu"
Anista mengangguk dan tersenyum masam. Kalo Tuan aku manusia si mungkin saja. Ini es batu, dingin banget.
"Bundaaaa" teriakan Evan mengalihkan Anista dari lamunannya
"Iya Nak"
Evan berlari dan duduk di pangkuan sang Bunda. Bocah itu terlihat begitu semangat dan ceria. Mungkin karna dulu setiap hari selalu bersama sang Bunda. Untungnya saat Anista memutuskan untuk ikut masuk ke yayasan pelatihan menjadi pengasuh dan juga asisten rumah tangga, Evan bisa mengerti.
Bersyukurnya Evan bisa mengerti dan tidak rewel saat Anista memberi tahukan jika dia akan bekerja. Evan memang lain dari anak yang seumuran nya. Bocah itu punya daya fikir yang cepat tanggap. Sehingga dia mengerti keadaan ibunya saat ini.
"Nanti sore Bunda kembali bekerja ya, kamu jangan rewel, baik baik sama Oma. Jangan nakal" kata Anista sambil mencium beberapa kali puncak kepala bocah laki laki itu
"Siap Bunda"
Anista tidak heran jika dulu banyak sekali warga yang bilang jika anaknya seperti orang luar negeri. Wajahnya yang putih dengan hidung mancung dan bulu mata lentik. Sangat tampan.
Anista memandangi wajah anaknya dengan seksama. Kamu sangat tampan Nak, kamu seperti mirip seseorang tapi Bunda tidak ingat siapa.
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Anista kembali pukul 5 sore hari, saat masuk ke dalam rumah ternyata Safira dan ayahnya sedang tidak ada di rumah.
"Dimana Safira, Mbak?" Tanya Anista pada salah satu pelayan
"Pergi ke rumah Nyonya Besar, tadi Nyonya besar datang kesini dan menjeput Nona Safira"
"Nyonya Besar?" Tanya Anista bingung, sebab dia belum mengetahui soal ibunya Yudha
"Ibunya Tuan Muda Yudha, Nyonya Varinda. Nyonya Besar keluarga Walton" jelas pelayan
Anista mangut mangut mengerti "Apa mereka akan menginap?"
"Sepertinya iya, soalnya tadi Nyonya Besar menyuruh pelayan untuk menyiapkan pakaian dan perlengkapan lainnya untuk Nona Safira"
Tahu begini aku kan bisa lebih lama lagi bersama Evan.
Anista tersenyum masam mengingat bagaimana tadi pagi Yudha memperingatinya untuk pulang sebelum malam.
"Yasudah kalo gitu Nist teh mau ke kamar dulu Mbak. Mau bersih bersih"
Pelayan itu hanya mengangguk.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Erina Situmeang
jangan" Evan, anis, berhubungan dlm pencarian yuhda selama 4 thn ini🤔tunggu cerita outhor nya aja deh
2023-03-15
0
Vera Diani
Evan anak Yudha kah..
2022-08-22
0
buk e irul
jangan jangan
2022-02-01
0