Yudha masuk ke dalam kamar anaknya, dilihatnya Safira yang terlelap. Wajah menggemaskan itu terlihat begitu tenang dalam tidurnya.
Yudha duduk di pinggir tempat tidur putrinya, di usapnya kepala Safira dengan sayang. Wajah polos itu begitu menenangkan bagi Yudha.
"Apa kamu tidak melihat kepolosan anak kamu ini El? Dia masih membutuhkan kasih sayang kita, tapi kenapa kau malah memilih karirmu dari pada anakmu sendiri" lirih Yudha
Di balik wajah datarnya, sikap dingin nya, justru Yudha menyimpan begitu banyak luka. Pernikahannya dengan Eliana yang tidak baik baik saja. Mungkin karna mereka tidak saling mencintai.
Tapi, setidaknya Yudha masih bisa menerima kehadiran Safira dan menyayanginya. Tidak seperti Eliana yang mengacuhkan anak kandungnya sendiri.
Mami? Inikah yang Mami inginkan? Jangan salahkan aku jika suatu saat nanti aku lelah dan menyerah dengan pernikahan ini. Aku juga ingin bahagia, aku ingin menjalani rumah tangga seperti kebanyakan orang.
Sesakit apapun hidup seorang Yudha Abimana Walton. Dia tidak akan pernah sampai menangis, hidupnya terlalu berharga hanya untuk menangisi kehidupannya ini.
Hanya sekali Yudha menangis, yaitu saat ayahnya meninggal dunia. Sejak saat itu hidupnya harus di hadapkan dengan kenyataan yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya.
Yudha harus kehilangan masa masa mudanya dengan mengurus perusahaan Walton.Corp dengan beberapa cabang yang harus dia kendalikan.
Yudha benar benar hidup dengan penuh penekanan, tanggung jawab yang begitu besar yang harus dia tanggung di usia mudanya.
Aku bertahan demi Papi, demi semua usaha yang Papi rintis dari nol untuk aku dan Mami.
Itulah yang selalu Yudha ucapkan pada dirinya sendiri jika dia sudah merasa lelah dengan kehidupan nya ini. Dia bertahan untuk terus melanjutkan usaha ayahnya yang susah payah ayahnya dirikan dari nol.
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Malam harinya Anista mengasuh Safira di ruang keluarga. Duduk di atas karpet bulu dengan mainan Safira yang berserakan di sana. Anis mulai mengajarkan Safira kata kata yang dia biasa ajarkan pada Evan saat masih belajar berbicara.
"Bismillah, ayo berdoa dulu angkat tangannya" Anista memegang kedua tangan mungil Safira seperti sedang berdoa.
"Ya Allah, sehatkan Safira dan Daddy Safira. Aminn" Anista mengusapkan kedua tangan Safira ke wajahnya
"Hahaha... lucu banget si" Anista tertawa gemas melihat mimik wajah Safira
Anista menciumi pipi gembul baby Safira dengan gemas sampai gadis kecil itu tertawa terpingkal pingkal karna merasa geli dengan ciuman Anista.
"Hahaha.. yi.. geyi..." teriak Safira dengan bicaranya yang masih belum jelas
"Geli ya, lucu banget atuh kamu teh. Seneng gak sama teteh??" Begitulah Anista memanggil dirinya sendiri agar Safira pun ikut memanggil nya seperti itu
"Teh..teh..teteh" oceh Safira semakin membuat Anista gemas
"Iya teteh, teteh Anis" kata Anista
"Teh... Nis.. Nis..."
"Pinter banget si kamu teh"
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Yudha tersenyum simpul saat melihat anaknya begitu nyaman bersama pengasuh barunya. Mungkin Safira merasakan kasih sayang seorang Ibu dari diri Anista. Karna dia tidak pernah merasakan nya selama ini dari Eliana, Ibunya sendiri.
"Bima memang paling bisa di andalkan. Dia memilih orang yang tepat untuk menjadi pengasuh Safira" gumamnya seraya pergi menuju ruang kerjanya.
Sementara itu Anista merasa nyaman sekali bekerja di rumah ini. Dia sudah sangat menyayangi Safira, apalagi melihat balita itu sudah hidup tanpa kasih sayang seorang ibu.
Teteh bakal jagain kamu dan sayangi kamu. Anista mengusap sayang kepala Safira yang sedang asyik dengan mainan nya.
Setelah Safira tidur terlelap, Anista mengambil ponsel jadulnya dari dalam tas. Dia ingin menghubungi seseorang.
"Assalamualaikum, Bu apa Evan sudah tidur?"
" Waalaikumsalam sudah Nak, dari tadi dia terus nanyain kamu sampe akhirnya ketiduran deh"
"Iya, Nist teh belum berani aktifin hp soalnya kan ini hari pertama Anis kerja. Ini aja mumpung anak asuh Anis udah tidur"
Maaf, Evan.
"Yasudah tidak papa, lagian Evan baik baik aja kok sama Ibu. Kamu fokus kerja saja, semoga berkah Nak"
Anista mengangguk "Amin, makasih Bu"
"Kalo gitu mah, Anis tutup dulu telpon nya ya. Semoga besok Anis bisa telpon Evan sebelum dia tidur"
"Iya Nak"
Setelah mengucap salam, Anista pun menutup sambungan telponnya. Dia menatap sendu ponsel jadulnya itu.
"Maafkan Bunda Evan"
Siapa Evan?? Bunda?? Apakah dia sudah mempunyai anak?
Seseorang yang tidak sengaja lewat di depan pintu kamar Safira yang pintu kamarnya tidak tertutup rapat terlihat bingung mendengar suara Anista.
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Setelah melakasana kewajibannya sebagai umat muslim. Anista menggunakan kesempatan ini untuk bisa menelpon Ibu Nina, mumpung Safira masih terlelap.
"Assalamualaikum, Bu apa Evan sudah bangun?"
"Waalaikumsalam. Sudah Nak, sepertinya Evan sudah sangat ingin menghubungi kamu dari semalam"
"Sedang apa dia sekarang, Bu?"
Bu Nina melirik ke arah bocah laki laki yang baru berusia 3 tahun itu "Sedang main mobilan"
"Boleh kasih hp nya sama dia, Bu. Nist ingin bicara sama dia"
"Iya Nak"
Bu Nina mendekati Evan yang sedang bermain di depan televisi kecil dan jadul yang ada di rumah itu.
"Evan, ini Bunda nelpon katanya ingin bicara dengan Evan" kata Bu Nina sambil mengelus kepala bocah itu
"Yeayy.. Akhirnya Bunda telpon juga, aku sudah sangat tidak sabar ingin mendengar suara Bunda" Evan berteriak kegirangan
Inilah kelebihan Evan dari anak anak lain seumurannya. Dia sudah fasih mengucapkan huruf 'R' di usianya yang baru 3 tahun beberapa bulan lalu.
Evan segera mengambil ponsel dari Bu Nina dan menempelkannya di telinga "Hallo Bun, Evan kangen"
Anista tersenyum mendengar suara bocah itu "Iya Sayang, Bunda juga sangat rindu dengan Evan. Kamu baik baik di sana ya, jangan nakal, nurut sama Oma Nina. Nanti hari minggu Bunda akan pulang menemui Evan"
"Yeayyy... Beneran ya Bun?" Teriaknya kegirangan
Anista tersenyum "Iya Nak, makanya Evan harus jadi anak baik"
"Iya Bunda, Evan akan nurut sama Oma Nina dan bakalan jadi anak baik. Sayang Bunda"
"Bunda juga sayang Evan, udah dulu ya Bunda mau kembali bekerja"
"Iya Bunda, semangat bekerjanya"
"Iya Nak, Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam, Bunda"
Anista tersenyum bahagia setelah menelpon Evan. Dia bahagia karna anaknya baik baik saja di sana. Anista menoleh ke arah tempat tidur, dimana Safira masih terlelap disana.
Anista duduk di pinggir tempat tidur, mengelus kepala balita itu. Merapikan poninya yang berantakan.
Entah kenapa setiap melihat wajah polos tanpa dosa itu selalu menghadirkan perasaan iba di hati Anista. Dia merasa tidak tega melihat balita seusia Safira sudah harus hidup tanpa seorang Ibu.
Kamu akan merasakan kasih sayang Ibu dari teteh Nak. Teteh akan mengenalkanmu sama Evan nanti. Dia pasti bahagia bisa punya teman selucu kamu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
kristina baiin
apa status anis sebenarnya ya ?
2022-05-23
0
Evi Suharsih
katanya blm menikah tp Evan panggil Anis bunda.....apa hubungannya Evan dengan Anis? penasaran nih
2022-04-29
0
uyhull01
bunda ?? apakah evan adalah anak panti yng asuh sama anis ??
2021-10-01
0