GRUBAK....
Pintu utama tiba-tiba dibuka dengan paksa, suara benturan kayu yang keras menggema di seluruh ruangan, membuat semua orang terkejut. Di ambang pintu berdiri seorang wanita dengan wajah penuh luka, pakaian yang compang-camping, dan napas yang terengah-engah. Di belakangnya, beberapa bodyguard berusaha menghentikannya, terlihat bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.
Di tengah ketegangan, Bimo muncul dari sudut ruangan. Matanya melebar melihat sosok wanita itu—Ririn, suster yang seharusnya datang tiga hari lalu untuk menggantikan Siska. Wanita itu menatap Bimo dengan tatapan penuh harap, mengucapkan permohonan maaf yang tulus.
“Pak Bimo, maafkan aku. Seharusnya aku sudah ada di sini saat Siska pergi ke kampung,” katanya, suaranya bergetar penuh emosi. Dalam benaknya, ia tahu betapa pentingnya kehadirannya untuk perawatan Dafa.
“Apa yang terjadi? Jika kamu baru datang hari ini lalu siapa dia yg datang tiga hari lalu?” tanya Bimo, nada suaranya mencerminkan kecurigaan yang mendalam.
Ririn menggelengkan kepala, mencoba menjelaskan situasi yang mengancamnya, sementara bodyguard tetap bersiaga, menunggu perintah untuk mengamankan situasi. Keduanya terjebak dalam momen dramatis di mana harapan dan ketakutan saling berpadu.
''Biarkan dia'' Bimo memberilan isyarat pada para bodygurt yang berjaga dan ingin membawa ririn pergi dadi pintu utama, Bimo mendekat dan melihat wanita itu dengar pekat wajah nya babak belur, tapi wajah itu sangat familiar
''Ririn?'' ''iya pak saya Ririn, yang seharusnya datang tiga hari lalu setelah Siska pulang, Maaf saya baru datang tapi tolong selamatkan saya pak'' ucap Ririn dengan suara bergetar, ia sangat berantakan wajah penuh luka dan sekujur tubuh nya bergetar...
''ada apa Rin, kenapa kamu babak belur dan kenapa kamu baru datang sekarang?"
''Maaf pak, ada yang mengambil semua identitas saya dan mereka juga menyekap saya. beruntung saya bisa kabur dan datang ke sini.. apa ada yang datang kesini dengan atas nama saya pak, dia sangat mirip dengan saya pak karna dia menggunakan topeng kulit sehingga wajah nya bisa sama persis dengan saya pak"
''iya, dia datang dan berencana akan membunuh tuan muda Dava...''
''maaf kan saya pak'' ucap Ririn dengan penuh penyesalan ''seharusnya saya bisa berhati hati'' ''sudah lah, ikuti aku pergi ke hadapan tuan dan nyonya"
Tok Tok Tok
Helen dab robert yang berada di dalam ruangan segera merapaikan barang barang yang sedang mereka cermati sebelum akhirnya mempersilahkan seseorang masuk ke dalam
"masuk" Robert mempersilahkan masuk
''Batalkan meeting malam ini, saya tidak bisa datang, ada beberapa hal penting yang harus saya urus " suara telfon Robert pada Ridwan sekertaris nya
''Ada apa Bim? siapa wanita ini?" tanya Helen dengan memandangi wanita yang di bawa Bimo
''Dia Ririn Tuan nyonya, dia lah yang seharusnya menggantikan Siska untuk sementara waktu, namun ada orang yang menyekap nya hingga tidak bisa datang tiga hari lalu, dan orang yang kita tangkap pagi tadi pasti ada hubungan nya dengan penculikan Ririn''
''Tapi kenapa wajah nya sangat mirip dan bisa lolos sistem keamanan?" tanya Helen yang masih tidak percaya
''iya nyonya dia mengambil identitas saya, dan dia memakai topeng kulit yang bisa membuat dirinya sangat mirip dengan saya, sehingga dia bisa melewati sistem keamanan, saya tidak sengaja mendengar percakapan mereka saat berada di gedung tua itu" -Ririn
''Apa kami bisa mempercayai mu?'' tanya Robert dengan was was..
''Anda bisa cek data rumah sakit Tuan di sana ada Sempel darah dan sidik jari saya, anda bisa cek dan memastikan nya" Jawab Ririn dengan penuh percaya diri dan sedikit takut dengan tatapan Robert
''Baik lah obati luka mu dulu, dan berikan kesaksian mu jika di butuhkan nanti'' perintah Robert
''Baik tuan terimakasih, maaf kan saya, tapi Tuan, saat berusaha kabur saya tidak sengaja menemukan ini mungkin bisa membantu'' Ririn mengeluarkan sepotong foto yang terlihat jelas foto Robert dengan laki laki tapi sayang bagian kepala laki laki itu terbakar
Robert mengambil foto itu, tanpa menunggu lama dia ingat itu foto bersama siapa. detik itu juga Robert meremas foto itu hingga tidak berbentuk.
''Bimo, perketat penjagaan untuk anak anak ku dan juga untuk istri ku'' perintah Robert dengan nada tidak ada penolakan
'Berani nya kau berusaha menyentuh keluarga ku' -Robert
...****************...
Di kamar Dava
Karana suasana sangat bising dan banyak orang membuat tidur anak laki-laki itu terganggu, bangun dari menatap Kevin yang berdiri membelakangi di dekat tempat tidur.
"Abang," dengan suara serak, Kevin menyadari adiknya telah terganggu dengan kejadian itu langsung memutar badan nya
duduk di tepi ranjang langsung mememluk adik nya, dengan erat.
''Abang sampai kapan kau akan terus memeluk ku?aku sangat Haus " tanya Dava yang masih berada di dekapan Kevin
''Sampai aku benar benar merasa tenang, tidurlah dalam pelukan ku''
''Abang, tapi aku haus banget..''
Kevin mengambil telfon rumah yang hanya di gunakan untuk komunikasi dalam rumah
''Bawa air ke kamar Dava, dan pastikan kalian cek dulu sebelum kemari"
'abang benar benar tidak hanis pikir, apa yanv akan terjadi jika sedetik waktu saja terlambat'- batin Kevin
cklek...
Nadia masuk dengan cemas, setelah mendengar ada kejadian percobaan pembunuhan terhadap adik nya, ia bergegas menuju kamar sang adik..
selang beberapa menit ia datang disusul oleh Davi dan Devi..
Kevin yang sadar dengan kehadiran mereka pun memberi isyarat untuk tidak membahas nya dulu..
mereka yang paham maksud Kevin pun hanya diam dan keluar dari ruangan, menutup pintu dengan pelan, agar tidak menimbulkan kecurigaan
Hash hash hash
''Kak, Dava gimana?'' tanya Kevan yang baru datang dengan nafas yang tak beraturan
shutt..
Nadia menempelkan jari telunjuk nya di bibirnya.
...****************...
Di seberang jalan, suasana terasa tegang. Seorang laki-laki duduk di dalam mobilnya, wajahnya dipenuhi kemarahan dan frustrasi. Mobil yang diparkir itu bergetar saat dia membanting setirnya dengan keras, menciptakan suara yang menggema dalam keheningan malam.
Dia menatap ke luar jendela, melihat keramaian yang berlalu lalang tanpa menyadari kepanikan yang melanda dirinya. Rencana yang telah dia siapkan dengan matang kini hancur berantakan. Kegagalan itu seperti bayangan gelap yang membayanginya, menghimpit rasa percaya dirinya.
Sambil meremas kemudi, dia mengeluarkan serangkaian makian, nada suaranya penuh emosi. “Sialan! Semua ini seharusnya berjalan dengan baik!” pikirnya, berusaha mengingat setiap detail yang mungkin telah salah. Dalam pikiran yang kacau, dia memikirkan kembali langkah-langkah yang sudah diambil, menyesali keputusan-keputusan yang dibuat.
Lampu-lampu jalan berkelap-kelip di luar mobilnya, namun semua itu tampak samar dan tidak berarti. Dia merasakan denyut jantungnya semakin cepat, terjebak dalam lingkaran pikiran negatif. Semua harapannya kini tampak mustahil, dan rasa kesalnya semakin membakar, seolah seluruh dunia berkonspirasi melawannya. Dengan sekali lagi menghempaskan tangan ke atas setir, dia berjanji pada dirinya sendiri, “Aku tidak akan menyerah. Ini belum berakhir.”
...****************...
Kevin melangkah masuk ke kamar Dava dengan hati-hati, membawa segelas air di tangannya. Suasana di dalam ruangan itu tenang, tetapi udara terasa berat dengan keprihatinan. Dava terbaring di tempat tidur, wajahnya tampak lelah dan matanya setengah tertutup.
Dengan lembut, Kevin menghampiri Dava dan menempatkan gelas air di dekatnya. “Dek, ini airnya,” ujarnya, suaranya penuh perhatian. Ia bisa merasakan kekhawatiran menggelayuti hatinya, ingin sekali adiknya merasa lebih baik.
Dava membuka matanya perlahan, menatap gelas air yang ditawarkan Kevin. Kevin mengambil gelas itu dan membantunya duduk sedikit, menyokong punggungnya dengan lembut. “Pelan-pelan saja. Jangan terburu-buru,” katanya, menatap Dava dengan penuh kasih sayang.
Dengan hati-hati, Kevin mengangkat gelas itu ke bibir Dava, membantunya meneguk air perlahan. Dava menelan air itu dengan susah payah, tetapi ada sedikit senyum di wajahnya ketika merasakan kesegaran dari air tersebut. “Terima kasih, kak” ucap Dava pelan, suaranya serak.
~Makan malam~
Malam ini terasa begitu aneh bagi Dava. Dia terbaring di tempat tidurnya, merasakan kehangatan tubuh Kevin yang terus memeluknya dengan erat. Meskipun pelukan itu memberikan rasa aman, Dava tidak bisa mengabaikan rasa tidak nyaman yang menghinggapi hatinya. Penjagaan di sekelilingnya semakin ketat; dia bisa melihat bodyguard berjaga di dekat pintu kamar, seakan-akan dunia luar begitu berbahaya.
Suasana di meja makan juga terasa sunyi. Hanya ada suara sendok yang bergetar saat diangkat dan diturunkan, menambah kesan sepi. Dava merasakan tatapan-tatapan mengarah padanya, membuatnya merasa seperti pusat perhatian yang tidak diinginkan. Dia bisa merasakan banyak orang memperhatikannya dengan cemas.
“Kenapa kalian semua memandangi aku seperti itu?” tanya Dava pelan, memecah kesunyian yang menegangkan. “Apa yang terjadi? Kenapa semua terlihat begitu khawatir?”
Dia berharap pertanyaan itu bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Rasa ingin tahunya terbangun di tengah ketidakpastian ini. Dava menginginkan kejelasan, tetapi yang ia dapatkan hanyalah senyuman canggung dan tatapan penuh simpati dari orang-orang di sekitarnya. Dalam hati, ia merasa bingung, tetapi usapam Robert yang hangat membuatnya merasa sedikit lebih tenang di tengah malam yang aneh ini.
Dava menunggu dengan penuh harap, tetapi jawaban yang ia terima terasa samar. Senyuman canggung dan tatapan penuh simpati yang ia lihat di wajah orang-orang di sekitarnya membuatnya semakin bingung. Namun, sebelum ada yang bisa menjelaskan, Kevan, yang sedari tadi diam, akhirnya bersuara.
“Tidak ada yang terjadi, Dava,” ujarnya dengan penuh keyakinan, seolah ingin meyakinkan tidak hanya Dava, tetapi juga dirinya sendiri. “Memandangi kamu saat makan sudah sering kita lakukan, kan? Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”
Suara Kevin terdengar tenang, dan Dava bisa melihat ketegangan di wajahnya mulai mereda. Mungkin itu benar, pikirnya. Mungkin ini hanyalah rasa cemas yang berlebihan. Namun, di dalam hatinya, Dava tetap merasakan ada yang tidak beres, meski Kevan berusaha membuat semuanya terlihat biasa.
“Yah, mungkin,” jawab Dava, sedikit ragu. Dia berusaha mengalihkan perhatian dari rasa tidak nyamannya dan mencoba percaya pada kata-kata Kevin. Namun, seiring waktu berlalu, perasaan aneh yang menyelimuti malam itu tetap tak bisa diabaikan, seperti bayangan yang mengintai di sudut pikirannya.
next part....
Haii, apa kabar semua??
jumpa lagi sama akuuu, athor amatiran😂😂
part kali ini segini dulu yaa, part kali ini gimana nih menurut kalian??
aku sii rada aneh di part ini, gk seru kek nya🤣🤣🤣
Hmmm, salam cantik dari ku guys...
jaga kesehatan terus yaaa...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments