Dekorasi bangunan yang terlihat cukup menegaskan jika tempatnya memang sudah sangat lama terbengkalai. Cat tembok pudar bahkan hampir tidak utuh menyisakan goresan dan retakan dimana-mana. Tiang-tiang bangunan setengah kokoh sudah tidak lagi menyangga bangunan dengan baik. Bingkai kaca yang hanya menyisakan kaca dan sedikit sisa retakan kaca pecah dan berhamburan dimana-mana.
Deskripsi dari hiruk pikuk suasana gedung sudah cukup melengkapi kesusahan Hyerin. Tidak akan ada satu orangpun yang sanggup bertahan di dalamnya. Dan bagaimana bisa dengan dirinya?
Gemuruh angin berhembus menerobos masuk melalui celah-celah dinding dan segera menyambut tubuh dingin Hyerin. Kemudian dentingan suara jam dinding terdengar bergema menambah kengerian. Hanya seruan angin dan suara jam dinding yang masih terdengar samar oleh Indra pendengarannya.
Pandangannya melongo dingin tidak berujung masih meratap nasib yang sangatlah tidak beruntung. Mulutnya Pun bungkam tak bergeming. Hyerin tidak lagi bereaksi meski menyaksikan satu persatu semua orang hilang dari pandangan seiring dengan suara jam dinding yang terus berlangsung terdengar.
Tubuhnya masih mematung, duduk di sudut ruangan yang hanya menyisakan dirinya seorang.
Keriuhan suara dari orang-orang sudah sepenuhnya hilang. Suasana yang sudah berganti saat ini mulai bisa membiasakan Hyerin yang sendiri dengan semua kesadarannya kini. Hatinya menjelaskan sebuah kesadaran yang menuntutnya untuk menerima jika dia sudah meninggal, sebuah kehidupan yang dulunya dia tidak pernah ingin hidup dengan orang-orang yang dia kenal. Tapi kini berbalik, sepenuh hatinya sangat sedih tidak bisa menerima kenyataan yang masih dianggapnya adalah sebuah mimpi buruk.
Kematian. Otaknya tak berhenti berputar mencerna sebuah fakta tentang Kematian. Benar-benar seperti sedang bermimpi, dia tidak menyangka jika dirinya bisa secepat ini mati dan harus menerima kenyataan yang tidak bisa diterimanya dengan singkat.
Tegas pada suara terakhir ketika jam berdentang perhatian Hyerin sedikit teralihkan. Pandangannya tajam merekam setiap sisi yang dilihatnya saat itu. Ada sebuah fakta yang menyadarkan Hyerin dari kesaksiannya. Ketika suara jam dinding untuk ke dua kalinya terdengar, maka suasana di sekitar secepat cahaya berubah seperti yang sedang terjadi. Dia bangkit dan mengumpulkan semua rasa ingin tahu dan sebagian hati yang meminta dirinya untuk mencari tahu semua teka teki yang terus disaksikannya. Tidak lama dalam pencariannya matanya menangkap sebuah pintu terbuka. Hyerin tersadar jika ruangan itu tidak asing baginya. Tanpa berpikir panjang dia segera berlari ke tempat tak jauh dari penglihatannya itu.
Matanya langsung tertuju pada sebuah jam dinding yang terletak di atas meja. "Pukul 08.00." Hatinya membaca. Tidak ada yang berubah jam di sana mati. Lantas dari mana asal suara yang selalu berdenging dekat dengan dirinya itu? Hyerin cepat menyimpulkan mungkin ada di tempat lain bukan jam yang ada di ruangannya. Setengah gembira dia akan melakukan pencarian. Tak lama pikirannya berubah. Tidak mungkin jika jam tersebut ada di sebuah tempat dan pasti ada dimana-mana, karena di tempat Hyerin berada suara jam itu selalu terdengar dekat. Mendapati kesimpulan dari teka teki itu Hyerin tidak lagi memperdebatkan perihal suara dari jam dinding dan kaitannya dengan semua keadaan yang singkat berubah. Kali ini perhatiannya tertuju pada lemari pasien yang belum disentuhnya sama sekali. Dia bergegas pergi, Hyerin akan mencari apapun yang bisa ditemukan. Namun kenyataannya kosong, dia bahkan tidak menemukan selembar kertas pun di sana. Hal ini membuatnya sangat frustrasi, apa yang harus dilakukannya? Apakah selamanya dia akan tinggal di tempat seperti ini sendirian?
Telinganya terasa berdenging, pandangannya kabur. Dia tidak bisa menahan tubuhnya dengan kedua kaki yang sudah runtuh ke lantai. Perasaan yang sangat cemas membuatnya hilang kendali. Sejenak pikirannya kosong, dia tidak tahu apalagi yang harus dilakukan. Dia hanya tertegun mendapati usahanya yang sia-sia. "Apakah seperti ini halnya kehidupan roh?" Sebuah pertanyaan yang menarik kesadarannya kembali dan semakin memperjelas kenyataan bahwa dirinya sudah mati dalam kehidupan sana. Hyerin tak bisa lagi membendung semua kesedihan dan kebingungan yang menimpa dirinya kini. Dia mulai menangis sangat lama, bentuk dari kesedihan yang sudah tidak bisa ditahan lagi, dan otaknya yang masih terus memutar ingatan ketika terbangun dari kesadarannya menjelma sebagai roh, terjebak di tempat yang tidak diketahuinya sama sekali, malah menambah beban dan rasa sesak di dadanya.
Apakah dirinya sudah benar-benar meninggalkan semuanya? Begitulah yang dirasakan Hyerin. Rasanya masih terasa samar dan tetap menjadikannya pertanyaan terbesar. Sebagian hati yang masih tidak bisa menerima dalam waktu yang singkat membuat Hyerin terus menimbang sebuah fakta yang sudah jelas bisa dijelaskan oleh matanya.
Mendapati dirinya yang masih bingung dan hati yang belum bisa menerima baik apa yang sudah terjadi, hal tersebut semakin menambah beban dan tidak membantu pikirannya sama sekali. Hyerin terpuruk, dia bingung.
Bimbang pikirannya semakin pesimis, bahkan tidak ada yang tersisa selain perasaan putus asa nya yang semakin menghantui. Mungkinkah dia akan selamanya sendirian di tempat seperti ini? Sebuah pertanyaan yang muncul, sekali lagi dalam putus asanya Hyerin meluapkan semua kesedihan, dia menangis sangat lama dan entah berapa lama dia akan terus menangis untuk membuat hatinya terkendali kembali.
Dalam waktu yang singkat nalar dan logikanya dipaksa untuk menerima sebuah takdir yang sudah dirangkai untuk dirinya saat ini. Sudah tidak ada lagi alasan untuk menghindar. Meski sangat berat dan selamanya dia tidak bisa menerima, namun kenyataan di depan mata sudah sangat kontras dengan harapannya. Hati dan pikirannya sudah tidak berdaya. Dia bersedih karena dirinya sangat putus asa.
Dalam tangis yang belum reda sederet bayangan bermunculan lagi diingatan Hyerin. Diantaranya sangat tegas memperlihatkan wajah dari seseorang yang selalu membuatnya marah, membuatnya tidak sanggup menjalani hari-hari tanpa seorang ayah, dan membuat hatinya terluka sepanjang waktu. Namun kali ini berbeda, setiap wajah ibunya muncul Hyerin merasakan sesak. Pikirannya tidak mampu menjelaskan sebab dari rasa sakit yang dirasakan hatinya. Bukankah ini lebih baik? Hidup tanpa seorang yang seperti bahan ejekannya pada kehidupan nyata. Lalu mengapa harus sesakit ini? Hatinya bertanya ragu. Dan pertanyaan itu semakin mempertegas rasa bersalahnya. Dia bisa menilai perlakuan yang sudah diperbuatnya bukan sesuatu yang dibenarkan, seharusnya dia tidak pernah melakukan satu kesalahan pun pada orang yang sudah menanggung semua bebannya dari lahir hingga dewasa, apalagi sudah membesarkan hatinya dengan selalu bersabar dan kuat menghadapi sikap Hyerin yang tidak baik. Hyerin harus merasa lagi penyesalan yang akan terus membekas. Mendapatkan dirinya yang tidak pantas untuk diberikan kesempatan hidup sebagai Hyerin seperti dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments