Happy 2nd Anniversary

"Divina...."

Divina menoleh, dia sedikit terkejut namun tersenyum setelahnya. Dengan perlahan, dia turun dari atas tempat tidur dan menyanderkan figura itu di depan nakas.

Divina berjalan mendekat dan meraih tangan kanan Revan dan menciumnya. Akhirnya dia bisa melakukan ini, bahagia sekali rasanya. Walau mungkin ini akan menjadi yang terakhir kali.

"Tumben Mas pulangnya cepat, biasanya selalu pulang tengah malam buat ngehindari Divin."

Revan yang terpaku saat Divina mencium tangannya tadi, tersadar ketika mendengar suara lembut itu. Wanita itu bahkan masih tersenyum saat mengatakannya.

Divina melepas tangan Revan, dia mundur sedikit menjauh dari suaminya itu. Detak jantungan menggila ketika dekat dengan laki-laki itu. Namun dia sudah menyerah, tidak kuat lagi berada dalam kisah menyedihkan ini. Dia tidak ingin rasa cintanya menggagalkan segalanya.

"Siapa mereka?" tanya Revan singkat yang membuat Divina meremas cardigan hitam yang dipakainya.

"Mas, bisa kita bicara sebentar? 20 menit cukup, kok." Divina menatap mata tajam Revan sebentar sebelum berjalan pelan menuju sofa. Tidak ingin menjawab pertanyaan suaminya itu.

Revan mengikuti langkah istrinya itu. Mereka duduk saling berhadapan. Revan bisa melihat wajah Divina yang sembab, seperti menangis cukup lama. Dia kembali teringat akan foto tadi.

"Ada apa?" tanya Revan semakin gelisah melihat Divina hanya diam. Matanya beralih menatap foto pernikahan mereka yang tadi diturunkan oleh istrinya.

Divina mengangkat kepalanya dan mengulas senyum, walau terlihat matanya siap melelehkan cairan bening.

"Mas, Divin nyerah, ya. Kayaknya dua tahun udah cukup buat Divin berjuang sendiri," ujar Divina susah payah agar suaranya bisa didengar jelas oleh Revan.

Revan langsung menatap Divina kembali, matanya terbelalak mendengar kalimat istrinya itu.

"Apa maksud ucapanmu itu, Divina?!!" Suara Revan meninggi dan wajahnya memerah. Divina sedikit terkejut, bibirnya bergetar.

Divina memejamkan matanya. "Talak Divin!" ucapnya yakin sambil meletakkan sebuah amplop coklat di atas meja.

Revan menggeleng dan memandang marah pada amplop itu. Jantungnya seolah berhenti berdetak mendengar permintaan Divina. Baru saja dia akan berbicara, namun Divina lebih dulu bersuara.

"Divin tahu semua alasan Mas menerima perjodohan kita. Divin juga sadar kok, kalau Mas nggak akan bisa nerima Divin." Air mata Divina mengucur deras, langsung dia hapus secara kasar.

"Tolong, Mas. Divin cuma mau kita hidup bahagia dengan cara masing-masing. Mas nggak perlu lagi pulang tengah malam atau berangkat pagi subuh agar nggak ketemu sama Divin. Kabulin, ya, Mas. Divin capek!!" ucap Divina panjang lebar yang langsung menusuk hati Revan paling dalam.

Ternyata luka yang dia buat begitu dalam, dia sama sekali tidak menyadari ini sebelumnya. Namun dia tidak mau melepaskan Divina, dia ingin memulainya dari awal.

"Tidak akan ada yang namanya perceraian, kau akan tetap menjadi istriku Divina! Kita mulai dari awal, aku mencintaimu!" ucap Revan tegas, walau air matanya siap meluruh kapan saja.

"Apa lagi, Mas? Cinta? Cuma Divin yang berjuang, dua tahun! Selama itu juga Divin sabar, menahan semuanya sendiri." Divina memegang perutnya yang terasa tidak nyaman.

"Mas nggak perlu khawatir, harta itu sudah atas nama Mas. Walau kita bercerai sekalipun, orang tuamu tidak akan membatalkannya. Udah, ya. Divin cuma minta kata talak dari Mas, cuma itu!" Divina berdiri dan hendak melangkah, namun tangannya ditahan.

Divina terisak, tangan kekar yang terasa hangat itu membuat darahnya mengalir dengan cepat. Perutnya semakin terasa tidak tidak nyaman, dia harus segera ke rumah sakit.

"Masuk!!" teriak Divina.

Empat orang laki-laki yang tadi berdiri di depan pintu kamar, masuk dan mendekat ke arah pasutri itu.

Revan semakin mempererat cekalan tangannya ketika Divina berbalik. Air mata laki-laki itu sudah meluruh membasahi pipinya. Semua kalimat yang Divina ucapkan membuat bibirnya kelu tidak bisa berkata apapun, terkunci rapat.

"Happy Anniversary dan selamat tinggal...." ucap Divina lirih. Kemudian dia memberi kode pada empat laki-laki itu untuk membantunya melepaskan cekalan tangan Revan.

Revan memberontak saat empat orang itu memegangi tubuhnya dan membawanya menjauh dari Divina.

Divina berjalan pelan sambil memegangi perutnya. Di depan pintu sudah ada seorang wanita yang menunggunya. Wanita itu membantu Divina menuruni tangga dan memapahnya keluar rumah.

Bobby yang melihat Divina keluar, hendak mendekat. Namun dihadang beberapa laki-laki yang berjaga di sana. Dia tidak menyangka kalau hari ini adalah hari Divina menyerah akan perasaan dan perjuangannya. Acara perpisahan yang diberikan Divina begitu mengerikan bagi Bobby.

Divina berhenti tepat di depan Bobby yang masih dihadang. Dengan wajah pucatnya, dia mengulas senyum.

"Divin titip mas Revan, ya!" ucap Divin berusaha tegar. Bobby mengangguk pelan, itu membuat Divina tersenyum.

Terdengar keributan dari dalam, terlihat Revan berlari keluar dengan penampilan yang begitu berantakan. Baju kemeja putihnya dihiasi bercak darah, bukan dari tubuh laki-laki itu tentunya.

Divin melanjutkan langkahnya menuju mobil yang telah disiapkan. Wanita yang memapahnya tadi membukakan pintu dan Divina segera masuk. Kemudian mobil melaju keluar dari gerbang tinggi itu. Meninggalkan Revan dengan hatinya yang hancur dan tampilan yang begitu berantakan.

Revan jatuh berlutut di pelataran rumah, tangannya mengepal. Air mata yang tidak berhenti mengalir itu cukup untuk menjadi bukti bagaimana hancurnya dia sekarang. Divina bahkan sampai melakukan semua ini untuk berpisah darinya. Pastinya istrinya itu lebih hancur daripada dirinya.

Bobby mendekat dan membantu Revan berdiri. Laki-laki itu merasa tidak tega, namun ini adalah jalan yang dipilih oleh Divina.

"Susul istriku sekarang!" titah Revan menatap Bobby.

Bobby menggeleng pelan. "Kita tidak bisa berbuat apa-apa sekarang, Tuan Muda."

Revan memukul lantai dengan keras, tangannya sampai lecet dan berdarah. Dia mendorong Bobby dan berusaha berdiri sendiri. Kaki panjang yang biasanya melangkah dengan tegas itu, sekarang melangkah pelan menuju puluhan laki-laki yang berbaris menutup jalan menuju gerbang.

"Minggir, Sialan!!" teriaknya sambil berusaha menerobos pasukan itu. Tidak menghasilkan apa-apa, puluhan laki-laki itu tetap berdiri tegap di sana.

Bobby kembali mendekati Revan. "Kita pasti akan menemukan nona muda, sekarang tenangkan diri Anda."

Dengan segala upaya, akhirnya Bobby berhasil membawa Revan kembali ke kamar. Kamar yang terasa sepi dan sunyi. Hanya tersisa wangi tubuh Divina saja di sana.

"Anda harus membersihkan diri," ucap Bobby mengantarkan Revan sampai ke depan kamar mandi. Setelah laki-laki itu masuk, Bobby segera pergi keluar dari kamar itu untuk memeriksa semua pelayan dan pengawal.

Ternyata mereka semua sudah dibebaskan, dan orang-orang suruhan Divina tadi masih berjaga di seluruh sudut rumah. Tampaknya wanita itu benar-benar ingin mengubur jejaknya.

Di kamar, Revan telah selesai membersihkan dirinya. Dia masuk ke ruang ganti dan mengambil pakaian untuk dia pakai. Biasanya saat dia pulang tengah malam, sudah ada pakaian tidur yang disiapkan Divina di atas meja kaca di sana.

Ketika hendak menutup pintu lemari itu, matanya melihat sebuah kotak kecil di bagian paling bawah. Kotak berwarna putih dengan pita hitam di atasnya. Dua warna yang begitu dia sukai.

Revan membawa kotak itu ke luar dan dia duduk di tepi tempat tidur. Perlahan dia membuka kotak itu. Yang pertama dia lihat adalah sebuah memo bertuliskan :

"Hello, Daddy! Waiting for me, okay... Me and Mommy love you so much"

Jantung Revan berdetak lebih cepat, tubuhnya merinding. Di bawah surat itu ada tiga benda panjang yang masing-masing memiliki dua garis. Tangan Revan bergetar ketika memegang benda tersebut.

Mata Revan menatap memo yang tadi dia letakkan asal di atas tempat tidur. Sekarang kertas itu dalam posisi terbalik, di mana menampilkan hasil USG yang tertera keterangan usia 8 minggu. Revan kembali menangis, diciumnya hasil USG itu berkali-kali.

Anak, Revan sangat menginginkannya. Namun dia terlalu takut untuk menjalin hubungan pernikahan. Takut jika sang istri meninggalkannya karena laki-laki lain.

Namun ketakutannya benar-benar terjadi, Divina meninggalkannya. Namun dengan alasan yang berbeda. Wanita itu meninggalkannya karena sikap buruknya yang telah memberi wanita itu luka yang mendalam.

Sekarang istrinya itu sedang hamil, hamil anaknya. Revan begitu bodoh karena terlambat menyadari perasaannya. Masa lalu tidak selalu menjadi tolak ukur untuk masa depan. Itulah kesalahan Revan. Dia terlalu memikirkan rasa sakit yang terjadi di masa lalu hingga membuatnya menutup mata pada cinta yang tulus diberikan oleh wanita sebaik Divina.

"Maaf....."

Revan akan berjuang, walaupun ini sangat terlambat. Dia akan mengubah dua tahun penuh luka itu menjadi kebahagian abadi bagi Divina dan calon anaknya.

Bersambung......

Terpopuler

Comments

Heppy Nurdiani

Heppy Nurdiani

😢😢keren bagus banget thor...

2021-12-13

0

zelindra

zelindra

thor... karya mu bgs bngt thor... tlng di lnjutin ya..

2021-10-17

2

Hasni Ahsan

Hasni Ahsan

😭😭😭

2021-10-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!