Revan masuk ke dalam ruangan meeting, di mana semua pihak yang bertanggung jawab atas proyek ini sudah menunggunya sejak setengah jam yang lalu. Mereka takut jika terlambat, itu akan membuat masalah semakin besar karena Revan itu orangnya begitu disiplin.
Ruangan yang tadinya terasa biasa saja, sekarang mulai terasa dingin. Aura Revan benar-benar tidak bisa ditandingi.
Revan duduk di kursinya dengan Bobby yang berdiri di sampingnya. Mata tajamnya menatap satu per satu orang yang ada di sana.
"Ada yang ingin kalian katakan tentang masalah ini?!" tanya Revan penuh penekanan dalam setiap perkataannya.
Proyek ini bukan proyek sembarangan, namun begitu istimewa. Ini adalah hadiah dan juga permintaan maafnya pada sang istri. Jadi wajar kalau dia tidak ingin ada masalah dalam proyek ini. Namun kemaren sore dia mendapat laporan kalau ada masalah pada material dan biaya yang bertambah lumayan tinggi.
"Maafkan kami, Tuan Muda. Kami akan berusaha melakukan yang terbaik agar masalah ini tidak akan terjadi lagi." Pria paruhbaya dengan perut buncit berdiri dan membungkukkan tubuhnya.
Revan berdecih dan menatap tajam pria itu. "Bobby!" panggilnya singkat.
Bobby langsung maju dan memperlihatkan iPad yang sejak tadi dia pegang. Menampilkan desain villa mewah dengan arsitektur yang begitu memukau.
"Kalian sudah menandatangani surat perjanjian atas proyek ini. Simpan semua janji kalian dan berikan bukti bahwa proyek ini akan rampung dalam waktu 3 bulan. Tuan Muda tidak akan memberi toleransi jika ada lagi masalah seperti ini. Aku rasa otak kalian masih berfungsi dengan baik dan mengingat semua isi perjanjian itu." Bobby mematikan iPad itu setelah puas memberi ancaman pada orang-orang yang tidak kompeten itu. Dia kembali ke tempatnya berdiri tadi.
"Dua bulan lagi aku akan kembali ke sini. Jika belum rampung 95%, aku pastikan kalian menyesal mengenalku!" ucap Revan mengacam yang langsung membuat semua orang di sana mengangguk.
Revan berdiri dan berjalan keluar dari ruangan itu. Waktu sudah menunjukkan hampir jam makan siang, maka dari itu dia dan Bobby segera menuju pusat perbelanjaan yang tak jauh dari perusahaannya tadi untuk makan siang.
Saat melewati sebuah toko perhiasan, ada yang menarik perhatiannya. Revan melangkah masuk diikuti Bobby dan beberapa bodyguard di belakangnya. Langkahnya kemudian berhenti di depan sebuah pajangan perhiasan. Sebuah kalung dengan batu safir yang berkilau, ditambah hiasan batu rubi kecil di bagian atas dan bawahnya. Benda itu benar-benar membuatnya terpikat.
"Anda menginginkannya?" tanya Bobby yang membuat Revan menoleh dan mengangguk kecil.
Bobby langsung meminta pelayan untuk mempacking perhiasan tersebut. Laki-laki itu sedikit tersenyum menyadari kalau tuannya itu sudah mencintai istrinya. Bobby sebenarnya merasa prihatin dengan Divina selama dua tahun ini, namun dia tidak bisa ikut campur dalam urusan itu.
Bagi Bobby, hari ini adalah hari paling bersejarah baginya. Di mana dia melihat senyum seorang Revan ketika melihat kalung itu. Mata Bobby sedikit melebar kala menyadari hari apa sekarang. Dia yakin bahwa Divina sudah menyiapkan kejutan untuk Tuan Muda itu, sama seperti satu tahun lalu.
Revan menerima paper bag yang disodorkan pelayan wanita. Dia ingin memberikan ini secara langsung nantinya, sekaligus tidak ingin jika sidik jari laki-laki lain melekat di sana.
Ya begitulah, ketika jatuh cinta, sikap posesif selalu menyertainya. Seakan mereka saling melengkapi dalam setiap kisah percintaan manusia.
Setelah itu Revan masuk ke sebuah restoran, tujuan utamanya. Dia akan pulang sore nanti, masih ada beberapa keperluan yang mesti dia urus. Dia tidak ingin ada kendala lain yang akan memperlambat selesainya proyek ini.
*****
Revan dalam perjalanan pulang, di dalam jet-nya lebih tepatnya. Dia sedang memandangi foto yang tadi siang dikirim oleh pelayan di rumah. Foto itu membuatnya gelisah, firasatnya juga tidak baik. Itu adalah foto Divina yang sedang duduk termenung, pandangan wanita itu terlihat kosong. Tampak juga sepiring makanan di depannya yang sepertinya belum tersentuh.
Revan memperbesar foto itu, baru dia sadari kalau pipi chubby istrinya itu dibasahi air mata. Hatinya semakin resah. Apa yang terjadi pada Divina? Pikirannya mulai melayang, mengingat jika Divina begitu menginginkannya pulang cepat kemarin.
Revan memejamkan matanya. Jika dipikir-pikir, dia tidak pernah pulang cepat. Hanya sesekali jika dia butuh melampiaskan hasratnya. Dia menghela napas panjang, menyadari kalau sikapnya sama sekali tidak membuat Divina bahagia.
Dulu, Revan berpikir bahwa dia bisa membuat Divina bahagia walau dia tidak mencintainya. Dia tahu kalau Divina mencintainya, namun dia tidak. Itulah mengapa dia selalu menghindari pertemuan antara mereka berdua. Dia tidak ingin Divina berharap padanya.
Namun kejadian saat dia mabuk dan meminta haknya secara paksa dulu, membuatnya merasa membutuhkan Divina. Dia butuh melampiaskan hasratnya, namun dia juga menghindari adanya cinta.
Revan akui jika dia egois, sangat menyadarinya malahan. Namun rasa takut untuk jatuh cinta setelah Cindy menyelingkuhinya lah yang membuatnya bersikap demikian. Dia tidak ingin terluka untuk kedua kalinya karena wanita. Anggaplah dia lemah, namun itulah kenyataannya. Cinta pertama membuatnya terluka begitu dalam.
Namun luka yang dirasakan Divina jauh melebihi itu. Dia mencintai Revan bahkan sejak dia pertama kali melihat laki-laki itu di sekolahnya dulu saat SMA. Cinta tulus dari seorang gadis yang baru saja mengenal cinta.
"Tuan Muda."
Revan sedikit terkejut ketika Bobby memanggilnya dan menyentuh pundaknya.
"Kita sudah sampai," ucap Bobby seraya membukakan sabuk pengaman pada tubuh Revan.
Ternyata mengingat kilas balik sikapnya itu membuat dia bahkan tidak menyadari kalau jet pribadinya sudah mendarat. Bahkan goncangan itu tidak dia rasakan. Revan begitu terhanyut dalam lamunannya tentang luka yang dia buat untuk istrinya.
Revan segera keluar dan berlari menuju mobil yang sudah menunggunya di lapangan itu. Dia meminta agar mendarat di lapangan miliknya ini yang lebih dekat dengan rumahnya. Dia ingin segera menemui Divina.
Para bodyguard ikut berlari mengikuti Tuan Muda mereka itu dan segera masuk ke dalam mobil yang khusus untuk mengawal. Mereka menyadari kalau Revan ingin cepat sampai di rumah
Di dalam mobil, Revan duduk dengan gelisah. Di atas pangkuannya, ada paper bag berisi kalung yang dia beli tadi siang. Berulang kali dia mengusap wajahnya dan meyakinkan kalau semuanya baik-baik saja.
Beberapa menit kemudian, mobil memasuki gerbang besar lagi tinggi yang dibuka dari dalam. Mata Revan menyipit ketika melihat banyak laki-laki berpakaian hitam yang begitu tertutup, berjejer di sepanjang halaman.
Baru saja mobil berhenti di pelataran rumah, Revan langsung keluar dan melihat beberapa laki-laki berpakaian serupa berdiri dengan senapan laras panjang di tangan mereka. Dia juga melihat semua pengawal dan pelayan di rumah diikat dan dikumpulkan di halaman bagian samping. Pikiran Revan langsung tertuju pada Divina.
Revan berlari memasuki rumah dan menaiki tangga menuju kamarnya. Para laki-laki bersenjata itu sama sekali tidak menghalanginya. Sesampainya di depan pintu kamarnya, dia tambah terkejut. Ada empat orang laki-laki lagi yang berdiri di sana.
"Siapa kalian?" tanya Revan marah, rahangnya mengeras.
Empat orang itu sama sekali tidak menjawab, namun salah satu dari mereka membukakan pintu kamar.
Revan langsung masuk karena takut Divina terluka atau sebagainya. Namun langkahnya terhenti saat melihat istrinya sedang berdiri di atas tempat tidur dan berhadapan dengan figura foto pernikahan mereka yang melekat di dinding. Tangan istrinya berhasil membuat figura berukuran besar itu terlepas dari dinding.
"Divina...."
Divina menoleh, dia sedikit terkejut namun tersenyum setelahnya.
.
.
.
.
.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments