Lily masih mengobrol dengan Alsya saat Juna kembali masuk ke kamar membawa sarapan untuk Lily
"Kalian cepat akrab," ucap Juna memuji keakraban Lily dan Alsya.
"Kebetulan aku suka anak-anak. Terutama yang cerewet seperti Alsya," jawab Lily seraya tersenyum.
"Aca boleh tidur sama Mami nanti malam, Pi?" Tanya Alsya pada sang papi.
"Alsya tidur di kamar Alsya sendiri, ya! Tante Lily masih sakit kaki dan tangannya. Nanti kalau Alsya tendang nggak sembuh-sembuh," bujuk Juna pada Alsya memberikan alasan.
"Alsya nggak nakal!" Alsya memohon dengan sungguh-sungguh.
"Tapi, Al-"
"Maaf, Jun! Tapi aku rasa tidak masalah jika Alsya tidur disini malam ini. Aku sudah agak baikan," Lily menyela kalimat Juna dan Alsya langsung bersorak senang.
"Tapi bagaimana kalau Alsya menendang kepalamu atau kakimu? Dia tidak bisa diam saat tidur," Juna masih beralasan.
"Aku akan baik-baik saja! Jangan membuat putrimu marah atau kecewa!" Jawab Lily bersungguh-sungguh.
"Baiklah, jika kau memaksa," Juna akhirnya memilih untuk mengalah dan mengabulkan permintaan Alsya.
"Aku suapi," tawar Juna seraya memberikan sarapan Lily.
"Aku bisa makan sendiri," tolak Lily halus. Gadis itu segera mengambil makanan yang tadi dibawakn Juna dan mulai menyantapnya.
Juna hanya menatap pada Lily yang terlihat lahap menyantap sarapannya. Sesekali Lily juga mengangguk atau menanggapi cerita Alsya yang cerewet sekali. Padahal kalau dipikir-pikir, cerita yang disampaikan Alsya hanya cerita yang diulang-ulang, namun Lily seperti tak bosan untuk terus menanggapinya.
Kalau Juna, kadang malas sekali mendengarkan cerita Alsya yang berulang-ulang seperti itu. Juna akan langsung mengalihkan perhataian Alsya dan menyuruh putrinya melakukan kegiatan lain agar bibirnya berhenti bercerita.
Huh!
Juna sepertinya harus banyak belajar dari Lily.
Lily sudah menghabiskan sarapannya, dan Juna segera mengambil piring bekas sarapan dari tangan Lily.
"Oh, ya! Kau mau menghubungi keluargamu, Ly?" Tawar Juna yang akhirnya ingat, karena sejak Lily bangun, gadis ini tak sedikitpun membahas keluarganya.
Lily terdiam sejenak dengan pertanyaan Juna.
"Mulai sekarang, kita tak ada hubungan apa-apa lagi!"
"Aku sudah berusaha untuk melindungimu. Jadi jika nanti kau tertangkap, itu salahmu sendiri dan jangan membawa-bawa namaku!"
"Jangan menemuiku lagi, atau datang ke rumahku lagi!"
"Lily!" Teguran Juna menyentak lamunan Lily.
"Eh, iya! Aku tidak punya keluarga," jawab Lily tergagap.
"Bapak meninggal satu bulan yang lalu, jadi aku tak punya siapa-siapa lagi," sambung Lily yang raut wajahnya sudah berubah sendu.
Juna tak jadi membawa piring kotor keluar dari kamar dan segera mengusap punggung Lily.
"Maaf, jika pertanyaanku menyinggungmu."
"Tidak apa! Aku baik-baik saja," jawab Lily lagi memaksa untuk mengulas senyum di bibirnya.
"Kau tinggal dimana? Atau bekerja dimana?" Tanya Juna lagi yang langsung membuat Lily ingat pada kalimat manajer toko kemarin sore.
"Maaf, Lily! Kami benar-benar menghargai kerja kerasmu selama ini. Namun toko sedang kurang baik, dan beberapa karyawan terpaksa dirumahkan." Manajer toko memberikan sebuah amplop putih untuk Lily.
"Itu uang pesangonmu, semoga kau mendapatkan pekerjaan yang lebih baik ke depannya."
Ya, Lily baru saja di-PHK dari pekerjaannya sebagai kasir.
Setelah satu bulan kepergian Bapak, sekarang Lily juga di-PHK dari pekerjaannya.
"Aku baru saja di-PHK dari tempat kerja," jawab Lily akhirnya seraya menunduk sedih.
Juna semakin menatap prihatin pada Lily.
"Mami kenapa sedih?" Tabya alsya polos yang sedari tadi masih duduk di dekat Lily.
"Tidak apa-apa, Alsya! Mami hanya-"
"Eh, maksudnya tante hanay kelilipan," Lily mengoreksi jawabannya karrna sudah lancang menyebut dirinya sebagai mami dari Alsya.
Ya, meskipun sebenarnya Lily juga tak keberatan menjadi Mami untuk Alsya, namun Lily sadar kalau ia tak punya hak apapun. Lily bahkan hanya orang asing yabg tak sengaja ditabrak oleh Juna. Mungkin sore ini Lily akan pergi dari rumah ini saja dan tak perlu terlalu lama merepotkan Juna dan Alsya.
"Alsya main di luar dulu, ya! Tante Lily biar istirahat," bujuk Juna pada Alsya dan kali ini putrinya tersebut menurut dan mengangguk, lalu keluar bersama Juna.
Kini hanya tinggal Lily sendirian di dalam kamar. Lily mencoba menggerakkan kakinya yang sedikit kaku untuk turun dari atas temoat tidur.
"Auuww!" Lily meringis menahan perih dk kedua lututnya. Gadis itu membuka sekimut dan mendapati luka lecet di kedua lututnya yang cukup lebar dan masih basah, meskipun terlihat sudah diobati.
Ya ampun!
Bagaimana Lily akan pamit pergi kalau lututnya terluka begini?
Pasti Lily juga akan terpincang-pincang jalannya.
Tapi Lily tetap harus pergi, jadi wanita itu memaksa untuk turun dari atas tempat tidur sambil meringis menahan perih. Lily mencoba berdiri tegak seraya berpegangan pada dinding kamar.
"Auuuuuw!" Lily kembali meringis sambil mencoba melangkah. Namun baru dua langkah, pintu kamar tiba-tiba menjeblak terbuka dan membuat lily kaget hingga hilang keseimbangan.
"Lily!" Juna refleks menangkap tubuh Lily sebelum jatuh terduduk di lantai kamar.
"Kau mau kemana? Ke toilet?" Tanya Juna karena mendapati Lily yang turun dari atas tempat tidur.
"Hah? Eh, iya! Aku mau ke toilet," jawab Lily tergagap yang terpaksa berbohong pada Juna.
"Kenapa tidak memanggilku?" Decak Juna seraya menuntun Lily ke arah kamar mandi yang menyatu dengan kamar.
Juna hanya mengantar sampai ke depan pintu, lalu membiarkan Lily masuk sendiri dan menutup pintu.
Selang lima menit, pintu sudah kembali dibuka dan Lily kelar sambil berpegangan pada dinding.
"Aku bisa sendiri, Jun!" Tolak Lily saat Juna hendak memapahnya.
Juna tak memaksa dan membiarkan Lily kembali ke atas tempat tidur sendiri, namun pria itu tetap mengawasinya dan berjaga-jaga agar Lily tak jatuh.
"Luka di lututmu belum kering, jadi mungkin masih sakit aat dipakai bergerak. Jadi kau istirahat saja dulu," Terang Juna sekaligus memberikan saran untuk Lily.
"Tapi akan kaku jika aku tak bergerak," ujar Lily memberikan alasan.
"Kau bisa keluar dari kamar jika bosan, ada Alsya di depan dan ibu yang kadang datang kesini untuk menengok Alsya," Ujar Juna memberikan ide untuk Lily.
"Maminya Lily kemana?" Tanya Lily refleks, sebelum kemudian gadis itu terlihat menyesal telah menanyakan hal sensitif tersebut.
"Sudah meninggal tiga bulan yang lalu," jawab Juna yang sudah terlihat tegar.
"Maaf, Juna! Aku tidak bermaksud,"
"Tak apa. Bukankah kau juga baru saja kehilangan orang tuamu. Kita sama-sama baru saja kehilangan orang yang kita cintai," tukas Juna yang sudah mengulas senyum pada Lily meskipun terlihat dipaksakan.
"Oh,ya! Aku tadi mau mengambil boneka Alsya yang tertinggal," Juna menunjuk ke arah boneka beruang coklat yang ada di atas tempat tidur. Segera Lily mengambil dan memberikannya pada Juna.
"Alsya tak bisa tidur kalau tidak ada ini," sambung Juna lagi yang langsung membuat Lily mengangguk dan tersenyum.
"Aku dulu juga seperti itu hingga usiaku sepuluh tahun. Lalu bonekaku hilang dan sejak saat itu aku tak lagi bergantung kepadanya," cerita Lily sedikit terkekeh.
Juna ikut terkekeh.
"Aku ke Alsya dulu. Kau bisa memanggilku jika butuh sesuatu danntak perlu sungkan," pesan Juna sebelum kekuarvdari kamar dan kembali meninggalkan Lily sendiri.
Lily hanya menghela nafas dan mendadak jantungnya berpacu dengan cepat.
Aneh sekali!
Lily menggeleng-gelengkan kepalanya dan memilih untuk mencari sesuatu di laci nakas yang mungkin bisa ia baca. Namun bukannya menemukan buku di laci, Lilh malah menemukan sebuah bingkai foto dengan foto di dalamnya yang membuat Lily terkejut bukan kepalang.
Tidak mungkin!
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
ADA DENDAM APA SI LIDYA DGN EMMA, HINGGA SURUH LILY BUAT HABISI EMMA..
2023-05-18
0
Suci Narala Lendra
aku mampir di novel ke 3mu thor,,,👍
2022-07-31
0
ani nurhaeni
pastii salah paham
ga mungkin gadiiss sebaiik lily bisa membunuh orang
kalauu lidya siihh percaya percaya aja
2021-11-09
0