Beberapa bulan sebelumnya,
"Mbak, Bapak sakit dan butuh biaya pengobatan," lapor Lily pada seorang wanita yang baru saja membuka pintu rumah besar yang Lily datangi.
"Lalu kenapa kesini? Kau pikir aku peduli pada pria tua itu?" Jawab wanita itu ketus.
"Mbak Lidya!" Lily menangkupkan kedua tangannya pada kakak beda ibu tersebut.
"Aku tidak akan mengeluarkan uang untuk pria tua yang sudah menyakiti ibuku, sampai di akhir hayatnya!" Lidya menuding ke arah Lily.
"Tapi beliau bapak kandung Mbak Lidya! Kenapa Mbak Lidya tega?" Wajah Lily sudah memelas.
"Aku tidak peduli!" Lidya bersedekap acuh.
"Lily pinjam uang Mbak Lidya kalau begitu untuk pengobatan Bapak. Nanti Lily cicil dan Lily kembalikan semuanya," Lily mengajukan ide lain.
"Butuh berapa?" Tanya Lidya to the point.
"Lima belas juta."
"Mau kamu cicil sampai kapan, Ly? Kerjaan kamu aja nggak jelas," sergah Lidya meremehkan.
"Nanti Lily akan mencari prkerjaan lain, Mbak! Yang penting sekarang tolomg pinjami Lily uang un-" negosiasi kakak beradik itu terhenti tatkala sebuah mobil berhenti di depan teras, lalu seorang pria keluar dari dalam mobil.
Wajah Lidya terlihat tidak senang dengan kehadiran pria yang Lily ketahui adalah suami dari kakak tirinya tersebut.
"Malam!" Sapa pria itu tersenyum pada Lily dan Lidya. Bukan senyuman hangat apalagi senyuman ramah, melainkan senyuman menggoda terutama pada Lily yang langsung beringsut mundur dan menjaga jarak dari kakak serta kakak iparnya tersebut.
"Ini adikmu, Dya?" Tanya pria itu pada Lidya.
"Ya!" Jawab Lidya ketus.
"Suruh masuk! Kenapa hanya di teras begini?"
"Ayo masuk...." kedua alis suami Lidya bertaut.
"Siap namamu?" Tanyanya kemudian pada Lily.
"Li-Lily," jawab Lily tergagap.
"Ayo masuk, Lily," suami Lidya hendak meraih tangan Lily, namun cepat disentak oleh Lidya. Dan Lily juga semakin menjaga jarak karena merasa ada yang tidak beres.
"Dia sudah mau pulang! Bukan begitu, Lily?" Lidya memberikan kode pada Lily agar mengatakan iya.
"I-iya, Mas, Mbak. Urusan Lily sudah selesai," jaeab Lily tergagap.
"Mana nomor ponselmu, Ly? Nanti Mbak hubungi lagi!" Lidya menyodorkan ponselnya pada Lily dan meminta adik tirinya tersebut untuk meninggalkan nomor ponsel.
Lily tak membuang waktu dan segera mengetikkan nomor ponselnya di ponsel sang kakak.
"Terima kasih, Mbak! Lily pamit dulu!" Pamit Lily tergesa seraya meninggalkan teras serta rumah besar sang kakak.
Bisa dibilang kalau kakak tiri Lily itu memang mujur nasibnya karena sekarang bisa tinggal di rumah besar seperti ini dan hidup berkecukupan. Padahal dulu Mbak Lidya hanyalah seorang sekretaris di perusahaan Mas Ifan, yang sekarang merupakan suaminya. Tapi nasib memang tak ada yang tahu. Dari sekretaris bisa jadi istri.
Lily sudah tiba kembali ke rumah sakit untuk menemani bapaknya yang masih dirawat. Keluarga Lily memanglah bukan keluarga yang harmonis dan malah bisa dibilang kalau keluarganya adalah keluarga yang amburadul. Dulu, Bapak Lily menikahi ibu saat masih berstatus sebagai suami orang. Istri pertama Bapak adalah Mama kandung Mbak Lidya.
Satu suami hidup bersama dua istri dalam satu atap. Rasanya sungguh-sungguh memilukan, kecuali Lily dan Lidya yang kala itu belum tahu apa-apa dan tetap rukun serta akrab seperti layaknya kakak beradik.
Namun hal itu memang tak berlangsung lama karena tepat saat Lily berusia delapan tahun, Lidya dan mama kandungnya meniggalkan ruamh dan tak pernah kembali lagi. Meskipun setelahnya Lily masih kerap bertemu dengan Lidya yang membantu sang mama berjualan kue saat berangkat maupun pulang sekolah, namun ibu dan anak itu tak pernah lagi pulang ke rumah bapak.
Hingga Ibu Lily meninggal karena sakit pun, Lidya dan mamanya tak pernah kembali ke rumah. Dan hingga detik ini, hanya Lily yang tinggal berdua dengan sang bapak. Lily juga yang harus merawat sang bapak yang mulai sakit-sakitan. Lily yang hanya bekerja sebagai kasir di sebuah toko, merasa kewalahan dengan biaya pengobatan sang bapak. Harta benda juga sudah habis terjual.
Lamunan Lily langsung buyar saat mendengar pesan masuk ke ponselnya. Segera Lily membuka pesan di ponselnya yang ternyata dari sebuah nomor asing.
[Jika aku memberimu tugas dengan imbalan biaya pengobatan bapak, apa kau bersedia? Lidya]
Rupanya itu adalah nomor Mbak Lidya.
[Tugas apa, Mbak?] -Lily-
[Bersedia atau tidak? Nanti aku baru akan menjelaskan tugasmu jika kau bersedia] -Lidya-
Lily tak langsung menjawab pesan dari Lidya dan menimbang-nimbang sejenak.
Tugas apa memangnya yang akan diberikan Lidya kepada Lily?
Bagaimana kalau itu adalah sebuah kejahatan?
Ah, tapi mana mungkin?
Lidya bukan orang jahat. Lidya adalah saudara Lily meskipun mereka beda ibu.
[Baiklah, Lily bersedia, Mbak!] -Lily-
[Temui aku besok di kafe dekat rumah sakit. Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu] -Lidya-
[Baiklah] -Lily-
****
Masa kini,
Lily mengerjapkan matanya saat gadus itu merasakan nyeri dan perih di beberapa bagian tubuhnya terutama di bagian kepala yang terasa berdentum.
Lily berusaha untuk bangun, lalu duduk di atas tempat tidur dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang terlihat benar-benar asing.
Lily dimana sekarang?
Terakhir yang Lily ingat adalah, dia membaca surat kabar lama tentang berita kecelakaan itu, lalu Lily pulang dari tempat kerja sambil melamun, lalu ada sebuah mobil yang melaju tak beraturan, dan....
Lily tak ingat lagi.
"Mami sudah bangun?" Pertanyaan dari seorang bocah kecil membuyarkan lamunan Lily.
Mami?
Sejak kapan Lily menjadi Mami gadis kecil ini?
Lily saja belum menikah.
"Hai, Cantik! Kau siapa?" Lily bertanya pada gadis kecil yang rambutnya dikepang dua dan tangannya menggendong boneka beruang tersebut.
"Aca." Jawab gadis itu cadel.
"Aca?" Tanya Lily memastikan. Gadis itu geleng-geleng kepala.
"Aca!" Ucap gadis itu lebih tegas.
"Iya, Aca?" Lily merasa bingung.
"Alsya!" Tiba-tiba terdengar sebuah suara dari seorang pria yang berdiri di ambang pintu kamar.
Lily sontak menoleh pada pria berbadan tegap dan mengenakan kaus warna abu-abu tersebut.
"Dia masih belum bisa menyebut namanya sendiri dengan benar," sambung pria tersebut yang kini sudah melangkah masuk dan mendekat ke arah tempat tidur.
Wajah pria ini terlihat asing dan Lily tak mengenalnya.
"Hai, aku Juna," pria bernama Juna tersebut mengulurkan tangannya ke arah Lily dan mengajak berkenalan.
"Aku Lilyana," jawab Lily seraya menjabat tangan Juna dengan canggung.
"Panggil saja Lily!" Sambung Lily lagi sedikit tergagap.
"Aku tak sengaja menabrakmu tadi malam, Lily. Aku benar-benar minta maaf!" Juna menangkupkan kedua tangannya di depan dada sebagai permohonan maaf.
Lily segera meraba keningnya yang kini di perban.
"Apa rasanya masih sakit? Kita bisa ke rumah sakit jika memang masih sakit. Tadi malam aku dan ibu hanya mengobatimu di rumah," tanya Juna selanjutnya yang langsung dijawab Lily dengan gelengan.
"Hanya pusing sedikit. Tapi aku rasa tak perlu ke rumah sakit," jawab Lily bersungguh-sungguh.
"Papi, ini Mami barunya Aca?" Tanya Alsya berbisik-bisik pada Juna. Namun Lily tetap bisa mendengar bisikan gadis kecil tersebut.
"Bukan. Tapi Alsya bisa berteman dengan tante Lily," jelas Juna pada sang putri.
"Mami! Aca maunya panggil Mami!" Ucap Alsya keras kepala.
"Hai, Alsya! Kau umur berapa?" Lily menyapa gadis kecil itu dengan ekspresi manis. Sejak dulu Lily memang suka pada anak-anak. Bagi Lily, mereka adalah makhluk mungil yang menggemaskan.
"Dua!" Jari Alsya menunjukkan angka dua.
"Sudah makan?" Tanya Lily lagi pada Alsya.
"Sudah!"
"Oh, astaga! Aku akan mengambilkan sarapan untukmu, Lily!" Juna menepuk keningnya sendiri dan segera keluar dari kamar sebelum Lily sempat mencegah.
Lily lanjut mengajak Alsya mengobrol sambil merangkul gadis kecil yang kini duduk di sampingnya tersebut.
Lily ingin memangku Alsya sebenarnya, tapi lutut Lily masih sakit. Sepertinya karena terbentur aspal semalam. Jadi, nanti saja Lily memangku Alsya.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Reni Kurniasih
lanjut bund...bru awal...
2021-10-01
1
Ravly Cool
lanjut kakak
2021-09-29
1
keke global
Bidadari Juna coming...
2021-09-26
1