Usai mandi dan makan malam bersama. Arabella langsung masuk ke dalam kamar, ada Anabella disana. Rebahan dengan kedua kaki diangkat keatas, dengan tembok sebagai sandaran kaki.
Mereka berdua memang satu kamar. Sejak kecil, Anabella. Tidak bisa tidur sendiri. Katanya takut terbangun tengah malam.
"Tralala... Trilili..."
Senandung kecil itu keluar dari mulut Anabella dengan kedua telinga memakai earphone, mungkin adiknya itu tengah mendengarkan musik.
"Ana, rebahannya yang benar. Aku mau tidur."
Sayangnya ucapan Arabella tidak didengar oleh Ana. Wanita itu sibuk dengan gawainya apalagi Ana tengah memakai earphone.
"Ck, Anabella!"
Arabella berdecak kesal, lantas ia menaikkan nada suaranya seraya berkacak pinggang. "Ana! Aku tau kau mendengar suaraku."
Bukannya merasa bersalah Ana sendiri malah terkekeh, ia hanya pura-pura tidak mendengar suara Arabella. Sebenarnya Ana mengetahui keberadaan kakaknya sejak tadi.
"Hihi, kakak. Jangan marah-marah! Nanti tumbuh uban kayak Ayah."
Inilah Anabella, sosok adik yang begitu menyebalkan. Jika seharian dirumah bersama Ana mungkin Arabella sudah pusing tujuh keliling.
"Apa hubungannya tumbuh uban dengan marah-marah?"
Ana membenarkan posisi duduknya lantas kedua kakak beradik itu saling berhadapan diatas tempat tidur.
"Ayolah, kakak ini selalu saja serius." Keluh Ana seraya menghela napas panjang. Sikapnya dengan sang kakak memang berbeda seratus delapan puluh derajat.
Sejak dilahirkan, dan ditinggal mati oleh Ibunya Ana selalu bergantung pada Pak Haidar. Terutama pada Anabella, kakaknya itu sangat penyayang dan sabar. Menghadapi sikapnya yang barbar dan manja akut.
Selain menjadi seorang Ayah, Pak Haidar juga menjadi sosok seorang Ibu yang menyayangi dan mendidik kedua putrinya dengan baik.
Keluarga harmonis yang hidup sederhana dipinggiran kota. Hidup apa adanya tanpa berlebihan. Jujur saja disetiap pagi Ana selalu berulah, bibirnya yang tidak bisa diam selalu membalas nyinyiran para ibu-ibu berlipstik tebal merah menyala.
Contohnya pagi kemarin saat Arabella tengah menyapu halaman rumah dengan seperti biasa tukang sayur dengan gerobaknya selalu mangkal didepan rumah Pak Haidar.
Lantas saja tukang sayur itu menjadi sasaran para ibu-ibu, membeli kebutuhan sehari-hari. Berbelanja seraya berghibah riya ala ibu-ibu berdaster.
Ada Ana disana ikut berbelanja, adiknya itu baru pertama kali beli sayuran entah apa yang ia beli nanti. Padahal sebelum disuruh belanja, Arabella sempat mengintruksikan Ana agar membeli yang ia suruh.
"Heh, Ana. Omong-omong kapan kakakmu nikah?" Tanya ibu-ibu berdaster merah dengan motif bunga mawar.
"Iya, nak Ana. Apa kakakmu itu mau jadi perawan tua" Celetuk Ibu-ibu bersanggul.
Sontak saja membuat para ibu-ibu lain tertawa, ejekan itu membuat telinga Ana memanas. Kedua tangan kecil itu mengepal kuat dengan seiringnya matanya yang menajam.
"Hahaha.."
"Dasar ibu-ibu rempong, rasakan ini!"
Tak ayal sasaran Ana adalah melempari ibu-ibu itu dengan sayuran. Tidak peduli dengan dagangan tukang sayur yang hancur oleh kekesalan Ana.
"Aduh itu dagangan saya!" Teriak histeris tukang sayur dengan nelangsa. Bukannya menghentikan tindakan Ana tukang sayur itu malah diam seraya gigit jari.
"Heh, dasar gadis gila! Hentikan!." Protes para ibu-ibu seraya berusaha menghindari serangan dari Ana.
"Rasakan ini! Berani-beraninya kalian mengejek kakakku."
Dengan amarah yang semakin memuncak tindakan Ana lantas semakin brutal. Arabella yang melihat itu lantas terkejut, menghampiri adiknya yang tengah mengamuk.
"Yaallah, Ana. Apa yang kamu lakukan." Ucap Arabella seraya berusaha menghentikan tindakan Ana.
"Aduh awas kak. Ibu-ibu ini harus dikasih pelajaran." Geram Ana, ia mendorong Arabella lalu hendak ingin menjambak rambut ibu-ibu bersanggul dengan kukunya yang panjang.
"Rasakan ini!"
Saat hendak ingin menjambak rambut sanggul ibu-ibu itu, teriakan tukang sayur mampu membuat semua yang ada disana terdiam.
"HENTIKAN!"
Kejadian itu bukan sekali dua kali, lantas berkali-kali. Itulah Ana, adiknya itu selalu gatal kalau tidak membalas nyinyiran tetangga.
Teringat kejadian itu membuat sepasang adik kakak itu tergelak. Sikap Ana yang pemberani mampu menantang siapapun yang berani mengganggu keluarganya.
"Emang bener-bener ya mulut tetangga omonganya pedes kayak bon cabe." Tutur Ana seraya mendengus kesal.
"Jangan kayak gitu." Tegas Arabella seraya merebahkan tubuhnya.
"Ya mau bagaimana lagi, tugas tetangga emang nyinyir. Ya, kalau enggak nyinyir. Ghibah."
Malam semakin larut. Udara semakin dingin dengan suara angin yang cukup kencang berhembus diluar sana. Sudah tiga jam, ia terbaring tapi rasa kantuk belum juga terasa.
Padahal Ana sudah terlelap dengan air liur yang membanjiri bantal. Arabella terkekeh melihatnya, sangat lucu. Disetiap pagi pasti Ana akan selalu mencuci sarung batalnya.
Beralih menatap jam, sudah jam satu malam. Tiba-tiba ingatannya kembali berputar saat seorang pria berseragam TNI menawarkan tempat duduknya sendiri untuk dirinya.
"Astagfirullahal'adzim. Kenapa aku mengingat pria tadi." Pekik Arabella seraya mengelengkan kepalanya.
Ditempat lain seorang pria tengah duduk diatas sajadah, memakai pakaian koko lengkap dengan sarung dan peci. Terlihat tampan nan gagah.
Kedua tangannya menengadah keatas, berdo'a dengan khusu atas doa-doa yang ia panjatkan.
"Yaallah, pertemukanlah hamba kembali dengan sosok perempuan tadi! Jujur saja, hamba sangat terpesona dengan kelembutannya apalagi dia terlihat sangat baik dan cantik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Marwa
assalamualaikum kak, bagus ceritanya semangat up ya,jgn lupa mampir di novelku juga ya.
2023-01-25
0
~``Miss you
Masya Allah....
2022-11-21
0
🍀 chichi illa 🍒
😂😂😂😂 kasian memang sayur nya
2022-11-03
0