Setelah sekian menit Aji mencoba menenangkan si Panjulnya, tetapi tak membuahkan hasil. Akhirnya Aji memutuskan pergi ke kamar mandi untuk bersolo karir dengan si Luxy, buat menuntaskan hasratnya yang sudah berada di ubun ubun. Karena kalau tidak segera dituntaskan, akan membuatnya sakit kepala dan berujung uring uringan. Bisa berdampak buruk nanti di saat ia sedang bekerja.
Usai dengan ritualnya, Aji kembali menuju ranjangnya dan segera merebahkan diri dengan memeluk tubuh istrinya. Sesaat kemudian ia sudah tertidur.
……
Pagi yang cerah dan sejuk, dengan suara kicauan burung diluar sana membuat sepasang suami istri itu bergegas merapikan diri.
Usai berdandan ala Mika yang terkesan natural, menambah kesan kecantikan pada dirinya. Kemudian ia menuju dapur dan menyiapkan sarapan berupa roti panggang di lapisi selai cokelat, serta susuu cokelat pula. Karena keduanya menyukai rasa cokelat.
Usai sarapan, mereka berangkat bareng. Aji mengantar Mika terlebih dahulu menuju Tokonya, baru kemudian ia ke Pabrik. Setelah sampai di ruang kerjanya, Aji mendapati Satu kotak makanan telah berada diatas meja kerjanya. Dan Aji memindahkannya ke meja kecil di samping ia duduk, ia tak membukanya karena memang dirinya sudah kenyang.
Aji mulai sibuk dengan berkas berkas yang harus ia persiapkan untuk dipersentasikan nanti siang dengan patner kerja Pabriknya.
Dari luar ruangan, Vivi mengintip dari balik kaca pintu ruang kerja kepala gudang itu. Ia merasa kesal, karena susuatu yang sudah ia siapkan didalam sana tak di sentuh sama sekali oleh targetnya. Ia beranjak dengan menghentakkan kakinya kembali ke ruangan miliknya.
'Aku harus mencari cara lain, tenang Vivi. Kau itu gadis yang cantik dan cerdas. Masih banyak cara untuk bisa menggapai keinginanmu' Vivi tersenyum smirk. Ia menghibur dirinya sendiri agar tak gagal menjalankan misinya.
Beberapa jam kemudian, Vivi keluar dari ruangannya menuju ruangan Aji. Mengetuk pintu sejenak dan membuka perlahan. Aji yang melihatnya langsung berdiri dari kursi empuknya.
"Eh bu Vivi, ada apa ya bu" tanya Aji, sementara Vivi merapatkan pintu tersebut. Lalu ia berjalan mendekat, "saya hanya ingin memastikan file file yang kita butuhkan untuk persentasi nanti, apa sudah kamu selesaikan pak Aji" tanya Vivi dengan mendekatkan diri ke samping meja tersebut. Aji menggeser sedikit tubuhnya karena Vivi sedikit menunduk untuk melihat kertas kertas yang sedang akan Aji susun.
"Sedang saya susun bu, sebentar lagi selesai. Meetingnya juga usai makan siang nantikan, jadi saya bisa selesaikan sebelum waktunya" terang Aji yang merasa kurang nyaman di datangi langsung oleh Managernya ini.
Selama bekerja di sini, selalu Aji yang datang keruangan Vivi untuk keperluan pekerjaan. Dan baru hari ini Vivi mendatangi secara langsung seperti ini. Jadi Aji merasa heran, "oh, baiklah kalau begitu. Saya tunggu di Kafe Moon langsung ya Ji." Ucap Vivi dan segera di angguki oleh Aji, "baik bu."
Vivi masuk ke dalam mobilnya dan segera menuju Kafe Moon tempat Meeting di adakan. Masih ada waktu Dua jam lagi untuk memulai. Setelah Vivi memesan minuman, ia menikmati jus Mangganya dengan menatap ponsel yang sedang menampilkan akun media sosialnya.
Seorang gadis duduk di sebelah meja Vivi, dan meletakkan map Amplop cokelat tersebut di hadapannya. "Huhh, susah banget sih cari kerja sekarang. Apa apa harus tamatan sarjana. Bagamana dengan nasibku yang hanya lulusan SMA ini" keluh sang gadis di sebelah Vivi.
Vivi yang mendengar keluh kesah gadis tersebut, menjadi punya ide. Ia pun langsung pindah duduk ke tempat gadis tersebut.
"Kamu sedang butuh pekerjaan?" tanya Vivi dengan antusias.
"Eh, mbak! i iya ini mbak, saya sudah melamar dimana mana tapi belum ada yang mau menerima," ucap gadis tersebut dengan sidikit menjelaskan hasilnya.
"Nama kamu siapa," Vivi mengulurkan tangannya ke gadis tersebut dan di sambut olehnya.
"Saya Mona mbak," jawanya dengan ramah. Ia merasa wanita didepannya ini akan membantu memberinya solusi agar bisa mendapatkan pekerjaan.
"Saya Vivi, saya bisa bantu kamu." Melepas jabat tangan.
"Benarkah mbak," jawab Mona dengan wajah cerah.
"Ia Mona, saya akan bantu kamu. Minta nomor kamu ya, saya akan telpon nanti."
"Baik mbak, ini nomor saya." Gadis itu mengeluarkan kertas dan pena dari tas kecilnya dan menuliskan nomornya disana. Kemudian di terima oleh Vivi.
"Ini buat kamu," Vivi menyerahkan uang pecahan Seratus ribuan Tiga lembar kepada Mona.
"Loh, ini untuk apa mbak. Kan saya belum bekerja." Mona menolak pemberian Vivi. Namun, segera di berikan kembali pada Vivi ke tangan gadis itu.
"Ini saya bantu sedikit untuk kamu, jangan sungkan. Terima ya," ucap Vivi dengan senyum yang menawan. Dan Mona pun akhirnya menerimanya, karena memang ia sangat membutuhkan.
"Pekerjaan apa yang akan mbak berikan kepada saya mbak," tanya Mona penasaran.
"Nanti kita bicarakan di telpon ya, sebentar lagi saya ada rapat." Terang vivi, dan gadis itu mengangguk kemudian ia pamit.
"Terimakasih ya mbak atas bantuannya, saya permisi dulu."
Gadis itu berlalu pergi dan telah keluar dari pintu Kafe tersebut. Setelah gadis tersebut pergi, Vivi segera memencet Nomor kontak sepupu di ponselnya.
Tutt
Tutt
Suara panggilan tersambung, "hallo kak An, kakak sedang sibuk nggak?" tanya Vivi saat telponnya sudah mendapat respon.
"Sedang mengawasi Toko pusat, kenapa Vi?" sahutan dari seberang sana.
"Bantu Aku ya kak, ini ada temen Aku mau kerja. Tempat kakak masih bisa terima karyawankan."
"sudah penuh Vi, tapi kalau di cabang ada," sahutan dari kakaknya membuat ia mempoutkan bibirnya seperti mulut kucing yang di ikat karet.
"Bagaimana kalau yang di pusat kakak pindah saja ke cabang. Hanya seorang saja kok kak," mohon Vivi pada sepupunya itu.
"Baiklah kalau begitu," terdengar jawaban pasrah dari kakaknya tersebut.
"Okey kakak sepupuku yang baik hati dan jomblo, terimakasih ya. bye.." Vivi mematikan sambungan telponnya tanpa menunggu respon dari lawan bicaranya tadi.
'Okey, rencana akan segera terlaksana' Vivi tersenyum dengan ekspresi sangat senang.
Tak lama kemudian rekan dan koleganya datang menuju meja yang sudah di persiapkan untuk meeting. Vivi segera menyusul mereka, setelah semuanya duduk dan menyiapkan peralatan yang di perlukan. Vivi memulai sesi rapat tersebut dengan luwes ia memaparkan dan menjabarkan tentang Produk yang ia miliki.
Dengan sebaik mungkin ia meyakinkan kepada koleganya tersebut dan akhirnya usahanya berhasil. Vivi tersenyum puas.
"Terimakasih untuk kerjasamanya ya pak Wildan, kami sangat berterimakasih sekali." Ucap Vivi dengan jabat tangan ke koleganya tersebut.
"Sama sama bu Vivi, semoga semuanya berjalan dengan lancar ya bu. Kami permisi dulu, mari." Pamit Wildan bersama sekertarisnya itu dan meninggalkan Vivi serta Aji dan juga Bagas yang hadir di sana.
Setelah usai rapat mereka kembali lagi ke pabrik. Saat Aji akan naik ke boncengan Bagas, Vivi memanggilnya.
"Ji, kamu bantu saya sebentar bisa?, biar Bagas duluan saja" cegah Vivi setelah ia sampai di sisi Aji.
"Oh iya buk, baik lah kalau begitu saya duluan," Bagas segera pamit. Dan kini tinggallah Vivi dan Aji yang sudah duduk di dalam mobil, dengan posisi Vivi yang mengemudi.
"Ada apa." Tanya Aji dengan ekspresi dingin. Karena Aji merasa kurang nyaman dengan sikap Vivi.
"Santai dong Ji, kok kamu tegang gitu sih." Ucap Vivi santai.
"Ngomong aja langsung, nggak usah basa basi Vi. Sikap kamu udah mulai aneh sekarang," tegas Aji sambil menatap tajam ke Vivi.
Vivi yang menyadari ketidak sukaan Aji dengan sikapnya saat ini, ia segera menunduk.
"Aku cuman ingin seperti biasa kok Ji, nggak lebih. Kita kan dulu akrab banget dan sekarang kamu beda, kayak nggak ingin lagi deket sama Aku." Vivi mulai mengiba.
Aji yang melihat ekspresi Vivi yang terlihat sedih itu sedikit melunak. "Maaf Vi, Aku nggak bermaksud begitu."
Mendapati lawannya sedikit melunak, Vivi menatap wajah Aji dengan senyum. Ia melajukan perlahan mobilnya meninggalkan Kafe Moon itu menuju Pabriknya.
Dan dalam perjalanan mereka mengobrol kembali, Vivi yang punya seribu cara agar tak hening membahas masa masa dulu saat kuliah. Mereka tertawa bersama saat mengingat momen lucu yang pernah mereka alami. Hingga sampailah mereka di tujuan.
Sementara di toko pusat tempat Mika bekerja, sedang ramai ramainya pengunjung. Namun, semangat mereka tak surut untuk melayani para konsumen yang datang silih berganti.
Saat Mika hendak meletakkan manekin di rak yang agak tinggi dengan menggunakan tangga, tiba tiba saja manekin itu licin. Mika yang tak imbang menahan tubuhnya terjatuh. Namun jatuhnya tak sampai menyentuh lantai, karena segera di tangkap oleh pak Anwar yang memang dari pagi ia membantu para pegainya di toko.
Pandangan mata keduanya bertemu dengan posisi tubuh Mika di tahan tangan kekar Anwar, Mika sangat terkejut karena dirinya tadi hampir saja celaka kalau tidak di selamatkan oleh bosnya ini.
Mata Mika sedikit melotot saat sudah sadar bahwa dirinya tak jatuh menyentuh lantai. Ia buru buru melepaskan diri dari tangan Anwar. Anwar pun merenggangkan genggamannya pada tubuh Mika.
Mika menunduk malu dan mengucapkan terimakasih.
"Maaf pak, terimakasih sudah menolong saya." Mika segera masuk ke ruang gudang. Wajahnya memerah menahan malu, karena di saksikan para teman temannya. Jadi, ia segera menghindar.
Anwar segera menyusul Mika ke gudang stock pakaian tersebut dan mendapati Mika sedang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Anwar langsung mendekati Mika dan jongkok di depan Mika, meraih tangan yang menutup wajah itu dengan pelan. Dan dilihatnya wajah Mika memerah.
"Kamu kenapa Mi, apakah ada yang sakit," tanya Anwar dengan lembut.
Mika mendongakkan wajahnya sebentar dan menatap wajah bosnya itu dan kembali ia tutup dengan tangannya.
"Loh, Mi, apa ada yang sakit. Kok merah sekali muka kamu?" tanya Anwar khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Alitha Fransisca
Semangat 🐼 Maiden !!!
2022-03-22
1
Siapa Aku?
aws uang sogokan itu mon
2022-02-06
1
Nonny
semangst trsu k panda
2022-01-20
1