Bab 02

Dimas masih dengan mimpi buruk ketika Friska datang padanya dan memberikan undangan pernikahan secara tiba-tiba dan setelah itu tidak tahu apa yang terjadi dengan Dimas.

Ya Dimas mengalami PTSD ( post traumatic stress disorder) yaitu kondisi mental di mana mengalami serangan panik yang dipicu oleh trauma pengalaman masa lalu. Mengalami kejadian traumatis adalah hal yang berat bagi siapapun. Itu terjadi saat kecelakaan 6 tahun silam saat ia bertemu Friska yang memutuskan hubungan mereka dan Dimas yang saat itu tengah hancur dan patah hati mengendarai motor dengan keadaan pikiran yang kacau, hingga kemudian motornya bertabrakan dengan motor yang melaju dengan cepat.

Tabrakan tidak bisa di hindari, dan itu membuat Dimas trauma karena motor yang menabraknya di kendarai bapak-bapak dan seorang anak kecil yang baru berusia 5 tahun yang tewas dalam kecelakaan itu, dan Dimas mengalami patah tulang dan trauma karena keluarga korban yang tidak terima nyawa anaknya menjadi korban karena Dimas, sejak itu Dimas menjadi ketakutan luar biasa karena takut akan masuk penjara dan ia begitu takut karena telah melayangkan satu nyawa orang tidak bersalah meski pun bukan dirinya yang menabrak.

Keluarga korban membawa masalah ini ke jalur hukum, namun Dimas tidak sepenuhnya bersalah karena motor korbanlah yang pertama menabrak Dimas dan ada saksi yang melihatnya pula, Namun Dimas begitu terpukul dan merasa selalu di hantui oleh anak kecil yang tewas tersebut hingga ia sulit tidur karena merasa cemas, dan akhirnya orangtuanya membawanya ke psikiater untuk diterapi, namun meskipun dinyatakan sembuh rupanya penyakit itu terkadang sering kambuh jika Dimas kelelahan seperti saat ini mimpi buruk dan ketakutan itu kembali lagi.

Dimas membuka kopernya mencari obat prazosin agar ia bisa tidur, namun ia lupa karena barang-barang di angkut oleh teman-temannya obatnya lupa tidak di bawa. Dimas menutup Kopernya dengan kasar, ia mengusap wajahnya gusar, ia sudah pasti tidak akan bisa tidur dan akan terus seperti ini hingga hari berganti.

Dimas gelisah, kedua sahabatnya sudah tertidur dua jam yang lalu, sekarang waktu menunjukan pukul 00:03 menit, Dimas sudah berkeringat dingin ia benar-benar ketakutan, bayangan saat ia motornya bertabrakan dan anak kecil terlempar dari motor dan jatuh ke aspal di depan mata Dimas masih terekam jelas di ingatannya. Dimas melihat darah yang keluar dari kepala anak kecil itu kemudian orang-orang berkeruman menyelamatkannya.

Dimas mengambil jaket dan ponselnya, ia memilih berjalan keluar dari kamar penginapannya dan mencari udara di luar. Dimas berjalan ke arah pantai, tidak begitu gelap karena banyak lampu yang bersinar menerangi, Dimas duduk di kursi dekat pohon tidak terlalu jauh dari tempat penginapannya. Ia mengambil Rokok di saku jaketnya dan kemudian menghidupkan korek dan mengesapnya dan membuang asapnya ke udara.

"Iya teh, nanti Anin pulang kok, sekarang kan masih sibuk kuliahnya," ucap seseorang sedang menelepon.

"yaudah teh udah malem , teteh juga besok mau kerja kan? Semangat yaa, dadah." ucapnya mematikan teleponnya.

Dimas yang sedang bersandar di kursi langsung mencari arah suara yang tengah menelepon itu, Dimas melihat wanita yang ia kenal ia Anindira wanita yang baru saja menjadi pusat perhatiannya, Anindira baru saja menelepon dengan seseorang di arah belakang tempat duduknya tepatnya di arah penginapan Anindira, wanita itu sedang duduk sendirian sambil menelpon.

"Bukannya itu Anindira? Kenapa malam-malam keluar?" tanya Dimas binggung.

Anindira memasukan ponselnya ke saku jaket, ia kemudian menghela nafasnya dan menatap langit, entah apa yang ia pikirkannha seperti beban yang begitu berat ia dapatkan, hingga beberapa tetes air mata lolos begitu saja tanpa ia sadari, kemudian ia memejamkan mata dan menghapus air matanya, kemudian ia tersenyum sebelum masuk ke dalam kamarnya.

Dimas hanya menatap heran dengan apa yang ia lihat, Anindira menangis tiba-tiba dan kemudian tersenyum? Ada apa? Dimas bertanya-tanya tapi entah untuk apa ia peduli.

*-*-*-*-*-*

Dimas sudah sampai di rumahnya, dengan badan yang lelah Dimas memasuki kamarnya dan membaringkan tubuhnya.

Dimas baru sampai tadi pagi, ia memutuskan mengistirahatkan badannya sebentar sebelum kembali ke kantornya karena ada beberapa urusan yang akan ia kerjakan.

"Mas Dimas, bangun" ucap Dina yang langsung masuk ke kamar Dimas.

"Ittss, apaan sih, Mas mau tidur!" ucapnya memeluk guling.

"Ihh Mas cepetan mandi Bapak udah nungguin tau," ucap Dina kesal.

"Mas capek mau tidur, bilang aja sarapan duluan," ucapnya dengan mata terpejam.

"Mas Dimas ih cepetan, nanti kalau Bapak meledak gimana?" ucapnya sambil menggoyang badan Dimas.

Dimas tidak peduli pada Dina yang terus berusaha membangunkannya. Dina adik satu-satunya yang paling cantik, mukanya hitam manis dengan bulu mata lentik, ia kini menginjak kelas 2 SMA di salah satu sekolah swasta berbasis Islam, Dina yang paling dekat dengan Dimas karena perbedaan usia mereka yang tidak terlalu jauh di banding kakak pertama Dimas bernama Arya. Dimas sangat menyayangi adiknya yang mengemaskan.

"Kamu tuh makan apa sih bawel banget kayak bebek, lagian mana mungkin Bapak meledak kayak bom aja," ucap Dimas kemudian bangun.

Dina mengerucutkan bibirnya kesal dengan Dimas yang malah meledeknya, Dimas tahu Dina akan kesal padanya jika menggodanya.

"Udah atuh jangan ngambek tambah jelek ntar," ucap Dimas mengelus kepala Dina

"Mas Dimas jahat ahh." ucapnya langsung pergi dengan muka cemberut.

Dimas hanya tertawa melihat tingkah adiknya yang menggemaskan itu, ia pun memilih mandi dan langsung turun ke bawah untuk sarapan pagi bersama keluarganya.

"Dimas kenapa lama banget sih?" omel Ibu yang sedang menuangkan nasi di piringnya.

"?andi dulu Bu, tadi juga baru sampai jadi istirahat sebentar." ucapnya kemudian meminum air putih yang menjadi kebiasaannya sebelum makan.

"Gimana liburannya apa kabar Pakde sama bude?" tanya Bapak dengan logat jawa yang khas sambil menutup korannya.

"Alhamdulillah baik pak," ucap Dimas tanpa menatap Bapaknya itu.

"Sudah ini kamu antar Dina ke sekolah terus langsung pulang gak usah ngantor," ucap Bapak.

"Nggak mau, Dina mau naik ojeg aja ke sekolah," ucap Dina langsung menolak.

Ibu yang terkejut menatap ke arah Dina yang sedang mengunyah makannya sambil menatap tajam ke arah Dimas yang malah santai dan mengedipkan matanya pada Dina.

"Kenapa gak mau di anterin Mas? Nanti kamu kesiangan," ucap Ibu.

"Mas Dimas tuh jahat, Adek gak mau," ucapnya kesal langsung menundukkan kepalanya takut Bapak marah.

"Lho, kenapa toh kalian berdua? Katanya kemarin Dina kangen sama Masnya sekarang Masnya udah ada malah ndak mau," ucap Bapak.

"Nggak Adek marah sama Mas Dimas,"

"Dimas kenapa sama Adekmu?" tanya Ibu

"Nggak tahu Bu, Adek lagi PMS mungkin," ucapnya tak peduli.

Lagi-lagi Dina menatap kesal pada kakak keduanya itu, Dimas malah menatap cuek sambil tertawa kecil pada Dina yang sudah menatap tajam padanya.

"Sudah-sudah selesaikan makan kalian." lerai Bapak yang membungkamkan semuanya.

Sepuluj menit sudah berlalu, meja makan sudah bersih kembali, Dimas masih duduk di kursi makan bersama Bapak yang masih sibuk membalik-balikan korannya mencari berita kriminal yang menjadi hobinya.

Bapak Dimas sudah pensiun empat tahun silam, ia hanya menghabiskan waktunya di rumah dan bertemu beberapa temannya yang sering mengadakan kunjungan atau reunian, Dimas paling menghormati Bapaknya itu, Bapaknya memang asli jogja namun sangat tegas bahkan saat mendidik anak-anaknya termasuk Dimas, namun bukan berarti Bapaknya orang menakutkan, Bapaknya selalu mengembangkan ilmu agama pada Anak-anaknya, dulu Dimas disuruh untuk mengenyam pendidikan di Pasantren namun karena Dimas tidak mau akhirnya Bapak memilih memasukan Dimas kesekolah berbasis Agama hingga tamat sekolah dan terbukti Dimas selalu shalat 5 waktu meskipun sering telat namun tak pernah ia tinggal, jika berada di rumah Dimas akan selalu di tunjuk menjadi Imam shalat berjamaah.

"Pak, kenapa Dimas gak langsung ke kantor?" tanya Dimas heran.

"Bapak mau ada acara nanti siang jadi kamu harus di rumah," ucap Bapak langsung meminum kopinya.

"Acara apa Pak? Gimana kalau Dimas ke kantor dulu nanti siang Dimas pulang sebentar?".

"Ndak Bisa nak, Bapak udah terlanjur janji sama teman bapak, dia mau ketemu kamu," ucap Bapak kembali.

"Iya, kamu antar adekmu dulu gih, nanti langsung pulang," ucap Ibu yang menaruh kue di meja makan.

Dimas hanya menganggukan kepalanya dan langsung menemui adiknya yang sedang memakai sepatu di teras rumah.

"Pakai sepatu sendiri aja lama gini, gimana nanti pakein sepatu suaminya," ucap Dimas.

"Ih apaan si Mas, ganggu aja!" ucapnya yang sudah memakai sepatunya dan merapihkan kerudungnya.

"Nih pake helmnya," ucap Dimas memberikan helm pada Dina.

"Ndak mau, adek mau naik ojeg aja!" ucapnya memutar bola matanya ke arah gerbang.

"Yakin? Emangnya ada Mang ojeg di sini?" ucap Dimas.

"Gapapa ntar jalan aja kedepan komplek banyak ojeg," ucapnya langsung pergi.

Dimas menatap adiknya tersenyum, kelakuan adiknya memang tidak berubah, Dimas tak yakin jika Dina akan menaiki ojeg karena ia terlalu penakut.

"Neng ojeg Neng," ucap Dimas menghampiri Dina yang masih berjalan.

Dina tak menghiraukan Dimas dan langsung jalan lebih cepat.

"Neng jangan marah-marah nanti cepet tua," tambah Dimas sambil membawa motornya pelan-pelan.

"Ih Mas Dimas mah nyebelin!" ucapnya berhenti dan menatap Dimas.

"Udah cepetan naik, nanti kalau Mas udah nikah gak ada yang nganterin lagi," ucap Dimas.

Dina malah terdiam dan menunduk, kemudian menutupi wajahnya dengan telapak tangannya, Dimas yang heran langsung mematikan motornya dan berdiri ke arah adiknya itu.

"Eh kenapa malah ditutupin mukanya?" tanya Dimas.

"Mas Dimas mau nikah? Nanti gak ada yang nganterin adek lagi?" ucapnya menangis.

"Eh Mas tadi bercanda Dek, jangan nangis," ucap Dimas langsung memeluk Dina.

"Dina gak mau kehilangan Mas Dimas." ucapnya.

"Mas gak kemana-mana kan sekarang ada di depan kamu Dek " ucap Dimas mengelus kepala Dina.

"Tapi katanya kalau Mas Dimas nikah ntar gak ada yang nganterin Adek lagi," ucapnya tersedu-sedu.

"Mas belum ada rencana nikah, kan Mas masih muda masih cocok jadi anak SMA juga," ucapnya.

Dina menghetikan tangisnya dan menatap ke arah sang kakak yang tingginya jauh darinya, Dimas menghapus air mata Dina dan langsung merapihkan kerudung adiknya itu yang hampir kusut.

"Udah atuh jangan nangis nanti tambah jelek," ucapnya.

"Gapapa jelek juga yang penting Mas Dimas tetep sayang," ucapnya tersenyum.

Dimas ikut tersenyum ke arah adiknya dan langsung memeluk adiknya itu sebelum memberikan helmnya pada Dina.

*-*-*-*-*

"Mas sudah ganti baju?" teriak Ibu dari luar kamar.

"Iya Ibu ini mau turun sebentar lagi," jawab Dimas.

"Bapak sudah nunggu di bawah," ucap Ibu kemudian turun ke bawah.

Dimas hanya menghela nafasnya, baru kali ini Dimas di suruh untuk ikut bertemu dengan teman Bapaknya sampai libur ngantor, Dimas juga tak bisa menolak permintaan Bapaknya karena katanya acaranya penting Dimas hanya menuruti saja, ia sudah merapihkan rambutnya dengan pomade merk hits di indonesia, ia menggukan kameja panjang tangan yang ia gulung hingga sikut.

"Nah Ini Dimas," ucap Bapak saat Dimas turun menghampiri mereka.

"Lho sudah besar saja anakmu," ucap lelaki sebaya Bapak yang langsung menerima salam Dimas.

Dimas duduk bersama Bapak , sedangkan Ibu sibuk membuatkan minum untuk tamu, teman Bapak tampak lebih Mudah sedikit, ia bersama Istrinya dan anak perempuannya yang berhijab tengah duduk di hadapan Dimas. Perasaan Dimas mendadak tidak enak tatkala memandang ke arah mereka bersama anak perempuannya.

"Dim, kamu tidak ingat sama pak Jajang?" tanya Bapak.

"Nggak pak." ucapnya tersenyum binggung.

"Sudah gak papa, dia lupa sama saya karena sudah lama juga tidak bertemu," ucap Pak Jajang tersenyum pada Dimas.

"itu lho yang nganterin kamu ke rumah sakit waktu jatuh dari sepeda waktu kamu SD," ucap Ibu yang tiba-tiba datang menaruh cemilan dan minuman.

"Bapak sama pak Jajang sudah kenal lama, kebetulan pak Jajang itu Camat di kompleks sebelah," ucap Bapak.

Dimas hanya mengangguk dan tersenyum kecil ke arah pak Jajang, sedangkan istrinya sedang asyik mengobrol dengan Ibu yang duduk disebelahnya dengan akrab.

"Hmm gimana Kirana sekarang sudah bekerja?" tanya Bapak pada wanita berhijab yang menunduk itu.

"Sudah Pak." ucapnya tersenyum ke arah Bapak.

Dimas yang dari tadi diam menatap gadis itu yang terlihat malu-malu karena wajahnya selalu tertunduk, Dimas menatap gadis itu berparas manis namun entah mengapa Dimas malah mengingat wajah Anindira yang sudah malah tiba-tiba menghantui pikirannya.

"Kerja dimana Nak?" tanya Bapak.

"Di perusahaan Astra Mandiri," ucap Kirana

"Lho itu perusahaan Dimas, kebetulan sekali," ucap Bapak menepuk bahu Dimas yang ikut terkejut.

"Dimas kamu bangun perusahaan?" tanya pak Jajang.

"Iya Pak, baru beberapa tahun," ucap Dimas dengan canggung.

"Kamu ndak kenal sama Kirana Dim?" tanya Ibu.

"Nggak Bu." ucapnya jujur dan tersenyum kaku ke arah mereka sambil menggaruk kepala belakangnya.

"Lah kalian satu perusahaan kok gak kenal, kamu gimana toh, karyawan kamu aja gak tahu jangan-jangan kamu bos yang sombong ya?" selidik Bapak.

Dimas hanya diam menahan nafasnya, tiba-tiba rasa gerah ia rasakan, ia juga merasa sedikit canggung dengan situasi seperti ini.

"Ya, sudah kalian harus kenalan, gimana bos sampai gak tahu yang kerja di sana," ucap Bapak kesal pada anaknya itu.

"Yang nerima karyawankan Bagian personalia Pak, Dimas jarang merhatiin karyawan juga," ucapnya sopan.

"Kirana kamu sudah kenal dengan Dimas?" tanya Pak Jajang.

"Sudah, pernah bertemu beberapa kali," jawabnya sopan

Dimas menatap ke arah wanita berhijab itu, ia mengerutkan keningnya heran, apakah mereka pernah bertemu apakah wanita ini karyawannya? Ia bahkan tak pernah ingat karyawan di tempatnya kecuali jika mereka menyapanya, Dimas memang cuek terlebih pada Wanita karena masih merasa sakit hati dengan masa lalunya.

"Dimas-Dimas, ya sudah begini saja kalian lebih baik berkenalan dulu, sesekali saling bertegur sapa, Dimas jangan sombong mentang-mentang kamu bosnya." tegur Bapak.

"Iya pak," ucapnya menunduk sambil tersenyum gugup pada Bapak.

Dimas merasa tidak enak berada dalam situasi seperti ini, mengapa juga ia harus bersikap ramah pada Kirana karyawannya, namun ia tak bisa menolak permintaan Bapaknya yang ia hormati itu bagaimanapun Bapaknya mendidiknya dengan benar.

"Kalau begitu mulai besok kalian berangkat kerja bareng, Dimas kamu jemput Kirana ya," ucap Ibu.

Dimas yang baru saja meminum teh buat Ibu langsung terbatuk dan menatap Ibu dengan tanda tanya.

"Nggak usah, Kirana bisa berangkat sendiri tante," ucapnya.

"Ndak papa, Kirana berangkat bareng Dimas aja mulai besok, lagipula rumah kamu gak terlalu jauh kan jadi sekalian lewat, Dimas kamu mau kan" tanya Bapak

"Eh tapi gimana Pak kalau ada gosip gak enak nanti?" tanya Dimas khawatir

"Lho ndakpapa, kan Bapak mau jodohkan kalian berdua, lagipula umur kalian sudah Pas, apalagi Kirana cantik baik juga cocok buat kamu," ucap Bapak spontan.

Dimas menatap ke arah Bapak dengan tatapan terkejut, apa maksudnya menjodohkan Dimas dengan Kirana? Dimas masih merasakan luka di hatinya yang belum sembuh, sekarang ia akan di jodohkan dengan karyawannya?.

Dimas menatap ke arah Kirana yang nampaknya tenang, sepertinya ia sudah mengetahui kabar ini, Dimas hanya terdiam dan binggung ingin menjawab apa pada Bapaknya karena seumur hidupnya Dimas tak pernah menentang atau melawan kata Bapaknya yang ia hormati itu.

Terpopuler

Comments

Nur Janah

Nur Janah

awal baca dulu aku kira Dimas langsung berjodoh sama Anindira, ga taunya malah sama kknya dulu, baru turun ranjang sama Anindira

2023-03-09

1

Siti Fatonah

Siti Fatonah

kirana kakaknya anin ya thorr

2022-10-17

0

Tri Sulistyowati

Tri Sulistyowati

wah... wah...wah...

2021-07-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!