Part 05

Sebuah kamar dengan fasilitas yang terlihat sangat sederhana tapi lengkap, dengan corak dinding berwarna merah muda yang menambahkan suasana indah di kamar seorang gadis saat ini. Yah, terdapat seorang gadis yang kini sedang memeluk boneka kesayangannya saat ini. Gasa— itulah nama boneka panda kesayangannya.

Seorang gadis yang kini sedang tersenyum kecil menatap sebuah layar ponselnya, sesekali dirinya menghela nafasnya dengan berat, dan dirinya mulai mengingat semua kejadian tadi siang yang menimpanya. Yah, gadis itu adalah Asalina Hyena. Dirinya kini sedang menatap sebuah galeri foto seorang lelaki yang sedang bermain basket di lapangan seorang diri dari kejauhan.

"Gasa, menurut dirimu, apakah diriku akan berhasil meluluhkan seorang pangeran yang selama ini aku kagumi?" Gumam Asa kepada boneka pandanya— Gasa.

"Ntahlah, Asa juga tidak mengerti, kenapa Kak Alga sama sekali tidak tertarik kepada Asa selama ini. Padahal tubuh Asa sangat sempurna menjadi seorang wanita." gumam Asa sekali lagi.

Seketika, suara ketukan pintu pun mulai terdengar jelas di kedua daun telinga Asa saat ini. Asa yang mendengar sebuah suara yang sangat familiar baginya, dirinya mulai berjalan membuka pintu kamarnya, dan terdapat seorang wanita paruh baya berumur 28 tahun. Wanita paruh baya itu tersenyum manis ke arahnya saat ini, sama halnya dengan Asa yang membalas senyuman manisnya wanita paruh baya tersebut.

"Asa? Bunda nggak ganggu kamu, kan?" Tanya wanita paruh baya dengan sangat penuh kasih sayang— Aisyah Ranian, Bunda tercintanya Asalina Hyena.

"Nggak Bun. Bunda ngapain ke kamar Asa?" Tanya Asa dengan heran, Aisyah yang mendengar pertanyaan Asa, dirinya mulai menelusuri setiap inci kamar gadisnya dengan teliti.

"Apa tidak boleh? Lagipula, Bunda tidak salah masuk kamar anak gadisnya sendiri, karena Bunda pada umumnya pasti akan melakukan hal yang sama seperti Bunda saat ini." jelas Aisyah.

Asa yang mendengar penjelasan dari Aisyah. Dirinya hanya menganggukkan kepalanya, dan mulai merebahkan kembali seluruh tubuhnya ke kasur.

Aisyah yang sudah selesai menatap setiap inci kamar gadisnya, kini dirinya mulai beralih menatap ke arah seorang gadis yang saat ini sedang menatap benda pipihnya, dengan raut wajah kusut.

"Are you alright?" tanya Aisyah.

Asa pun menganggukkan kepalanya. "I'am alright." balas Asa.

"Kalau ada masalah atau apapun itu, cerita saja semuanya ke Bunda, Sayang. Bunda pasti akan menjadi teman pendengar yang baik buat Asa, sekaligus memberi sebuah solusi kepada Asa saat ini." jelas Aisyah.

Asa yang mendengar lontaran kalimat hangat Aisyah. Dirinya mulai duduk di samping Aisyah, dengan tatapan mata yang sudah menatap setiap inci wajah Aisyah, dirinya mulai menghela nafasnya dengan berat dan tersenyum kecil.

"Bunda, Asa boleh tanya satu hal?"

Aisyah menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Tanya saja, pasti akan Bunda jawab kok. Emang apa yang ingin Asa tanyakan?" tanya Anisa heran.

Asa pun mulai memikirkan sebuah pertanyaan untuk Aisyah saat ini. "Bunda, bagaimana cara Bunda bisa mendapatkan perasaan Ayah?" Asa pun mulai penasaran dengan jawaban yang akan dilontarkan oleh Anisa nanti.

Aisyah mulai memikirkan pertemuan awal bersama dengan suami tercintanya. "Bunda tidak mencintai Ayah. Tapi Ayah yang berjuang untuk mendapatkan perasaan Bunda." jelas Aisyah.

Asa yang mendengar hal tersebut, dirinya mulai menganggukkan kepalanya dan tersenyum kecil.

"Pasti Bunda sangat bahagia, karena masih ada seseorang yang ingin memperjuangkan Bunda." Asa pun mulai beralih menatap kedua kakinya, dengan sebuah pikirannya yang sudah mengingat atas kejadian yang menimpa dirinya selama ini, dirinya pun mulai tersenyum lirih. "Berbeda dengan Asa, dirinya sama sekali tidak pernah menganggap kehadiran Asa maupun perjuangan Asa selama ini." lirih Asa.

Aisyah yang mendengar penjelasan Asa. Dirinya mulai menggenggam erat tangan Asa dengan penuh kehangatan, menatap ke arahnya dan tersenyum manis.

"Ternyata anak gadis Bunda sudah dewasa, yah? Emang siapa sih, anak lelaki remaja itu yang mampu membuat anak Bunda ini memperjuangkan dirinya?" tanya Aisyah penasaran.

Asa pun mulai meraih ponselnya yang terpapar di ranjangnya, terdapat sebuah foto lelaki yang kini sedang bermain basket seorang diri dengan jarak kejauhan tapi jelas. Aisyah yang melihat foto lelaki tersebut, dirinya mulai tersenyum.

"Siapa nama lelaki itu?"

"Alga."

"Alga?"

"Yah, namanya Algasa Adistia Renanda. Seorang lelaki yang sangat dikagumi oleh kalangan siswi di sekolah Asa, bukan itu saja, ada para lelaki tampan lainnya yang menjadi sahabat Kak Alga. Tapi menurut Asa, hanya Kak Alga saja yang nomor satu di antara mereka." Jelas Asa dengan antusias memperkenalkan seorang lelaki yang dirinya perjuangkan kepada Aisyah.

Sebuah senyuman manis, bahkan dengan tertawa kecil, sesekali dirinya memasang sebuah raut wajah lirih, tapi seketika wajah lirih tersebut pun cepat berubah dengan sebuah senyuman manisnya kembali. Aisyah yang melihat hal tersebut, dirinya mulai tersenyum bahagia, karena pada akhirnya, dirinya bisa melihat sebuah senyuman manisnya seorang Asa di hadapannya saat ini, walaupun itu memakan waktu yang sangat lama.

"Setelah Bunda denger tentang Alga dari Asa barusan. Pasti Alga adalah seorang lelaki remaja yang sangat ramah dan baik kepada siapapun."

Asa yang mendengar lontaran Aisyah, dirinya mulai tersenyum kecut, karena kalimat Aisyah sangat jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Baik saja tidak, apalagi ramah? Alga sama sekali tidak pernah menunjukkan sisi kelembutan pada siapapun, termaksud dengan para gadis yang mendekatinya. Ada gadis yang mendekatinya saja, pasti itu akan bernasib sama dengan Asa saat ini, diperlakukan dengan rendah, dan dipermalukan depan umum.

Aisyah yang melihat Asa terdiam, dirinya mulai menyenggol lengan Asa. "Sa? Kok kamu malah melamun, sih? Apa yang kamu pikirin?" tanya Aisyah.

Asa pun menggelengkan kepalanya. "Kak Alga adalah seorang lelaki yang sangat baik menurut Asa. Seorang lelaki yang terlihat seperti sebuah kaktus di depan begitu banyaknya orang, tapi dirinya akan menjadi sebuah mawar berduri di depan pasangannya." jelas Asa.

Aisyah yang mendengar lontaran kalimat Asa. Dirinya mulai tertawa kecil dan tersenyum mendengar penjelasan konyol Asa. Sedangkan, Asa yang melihat Aisyah menertawai dirinya, dirinya mulai mendengus sebal.

"Asa serius Bunda! Kak Alga itu akan seperti mawar berduri di depan pasangannya, tapi dirinya akan lebih kejam menjadi sebuah bunga kaktus atau bunga bangkai." Asa pun mulai memikirkan sebuah kenangan indahnya. "Karena Asa yakin, kalau Kak Alga nggak akan pernah berubah dari dulu maupun sekarang." gumam Asa.

"Apa kalian berdua dekat dari dulu sampai sekarang? Kalau kalian berdua sangat dekat, pasti pertemanan kalian sangat baik." tanya Aisyah penasaran.

Asa pun terdiam seketika. "Nggak, dari dulu maupun sekarang bagaikan sebuah angin yang berhembus saja. Karena dirinya sama sekali tidak terlihat, disentuh, bahkan untuk dimiliki saja pun tidak bisa." Asa pun mulai tersenyum manis. "Tapi Asa saat ini tidak ingin seperti sebuah angin lagi. Asa ingin melihat Kak Alga, menyentuh dirinya, bahkan memilikinya, dan itu semua Asa harus memperjuangkan dirinya dengan sekuat tenaga Asa." gumamnya.

Aisyah yang mendengar tersebut, dirinya mulai tersenyum kecil, dan mengelus kepala Asa dengan lembut.

"Tidak ada yang salah jika seorang perempuan memperjuangkan seseorang yang mereka sayangi. Jika Asa ingin memperjuangkan dirinya, Bunda tidak akan melarang Asa untuk mendapatkan dirinya." Kedua instan yang saling bertemu satu sama lain pandangan mereka saat ini dengan sebuah tatapan mata yang hangat. "Tapi Bunda akan melarang Asa untuk berhenti memperjuangkan dirinya, kalau ketika Asa salah mengambil sebuah jalan untuk mendapatkannya. Karena sayangnya seseorang tidak perlu untuk dipaksakan." jelas Aisyah.

Asa yang mendengar lontaran Aisyah, dirinya mulai mengingat semua kejadian yang menimpa dirinya selama ini. Asa tidak memaksa kok, Asa hanya ingin Kak Alga mengetahui kehadirannya selama ini, dan Asa pun hanya menginginkan perasaannya terbalas juga oleh Alga. Walaupun Asa tahu, itu pasti akan memakan waktu yang sangat lama atau bisa jadi cepat.

"Asa tahu batasannya kok, Bun." gumam Asa.

Aisyah pun mulai menganggukkan kepalanya, dirinya mulai bangkit dari tempatnya dan mulai berjalan membuka pintu kamar dengan sekilas menatap ke arah Asa kembali.

"Bagus, kalau Asa tahu sebuah batasan. Tapi kalau Asa tetap ingin memperjuangkan dirinya dengan cara yang salah, itu artinya, Asa hanya terobsesi kepadanya saja, bukan karena rasa sayang yang tulus." Jelas Aisyah yang mulai menutup pintu kamar Asa dengan rapat.

Sedangkan Asa yang melihat kepergian Aisyah. Dirinya mulai tersenyum kecil atas apa yang dirinya dengar dari lontaran Aisyah barusan.

"Asa tahu mana yang hanya terobsesi, dan mana yang rasanya ingin mendapatkannya dengan tulus, Bun." gumam Asa.

Asa pun mulai kembali merebahkan seluruh tubuhnya, kini dirinya mulai meraih sebuah benda pipihnya kembali, dan dirinya mulai kembali menatap sebuah galeri yang terdapat foto seorang lelaki remaja yang sedang bermain basket.

"Kak, apa salah jika Asa ingin Kak Alga mengetahui kehadiran Asa selama ini? Apa salah jika Asa ingin memperjuangkan Kak Alga untuk membalas perasaan Asa juga? Karena Asa saat ini tidak ingin menjadi sebuah angin lagi." Asa pun mulai tersenyum kecil. "Sebuah angin yang tidak dapat dilihat maupun digenggam. Sebuah angin yang tidak pernah berbicara maupun saling menyapa. Sebuah angin yang hanya bisa menyentuh kita dalam angan, tapi sentuhannya sama sekali tidak pernah terasa. Itulah angin, sama halnya dengan Asa saat ini." lirih Asa.

"Tapi Asa yakin dengan satu hal. Cepat maupun lambat, Asa tidak akan menjadi sebuah angin lagi. Tapi Asa akan menjadi sebuah matahari yang terlihat sangat indahnya, karena Kak Alga bakalan balas semua perasaan dan perjuangan Asa selama ini. Itu adalah keyakinan Asa sampai detik ini untuk memperjuangkan Kak Alga." gumam Asa.

Asa pun mulai beralih menatap ke arah langit kamarnya, dengan helaan nafas beratnya, dirinya mulai membayangkan semua kenangan yang mulai terlintas di benaknya saat ini bersama Alga.

"Tapi jika Asa pergi, Kak Alga tidak perlu khawatir maupun sendirian. Karena nama Asa akan selalu menghias di sebuah nama Kak Alga, yaitu, Algasa." gumam Asa sekali lagi.

...***...

"Gue punya satu pertanyaan buat kalian semua nih, kalau lu semua pada bisa jawab pertanyaan dari gue, gue kasih motor kesayangan gue." Jelas BomBom yang masih fokus dengan keripik singkong di tangannya.

"Seriusan lu, Bom?" tanya David.

"Seriously, I'm not kidding." jawab BomBom santai.

"Njay, sultan nggak tuh, harga motor yang sekitaran 650Jt masih proses pembayaran kredit, malah disuruh jawab pertanyaan darinya. Nggak tau, otak disini semuanya pada encer semua." Jelas Putra yang masih fokus dengan buku tebalnya.

"Njing emang lu Put."

Alga yang sedari-tadi fokus dengan benda pipihnya, dirinya mulai menatap wajah BomBom dengan instens. "Pertanyaannya apaan?" tanya Alga.

"Gampang kok, tapi kalau lu pada nggak bisa jawab. Gue ingin lu semua harus nurutin perkataan gue selama sebulan." Jelas BomBom dengan cengiran lebarnya.

"Bngst, ini namanya jebakan Joker." ketus David.

"Yaudah, lu semua mau nggak? Kalau nggak mau juga nggak apa-apa, gue nggak pernah maksa lu pada." Ujar BomBom yang masih fokus dengan keripik singkongnya dan benda pipihnya saat ini.

"Gue kasih motor gue yang harganya 95jt, lgi pula gue nggak pernah pakai itu motor." ucap Alga.

"Okay, dengerin baik-baik. Berapa kecepatan sebuah apel yang jatuh dari pohon setinggi 1 meter?" BomBom pun mulai menatap ke para sahabatnya yang sudah berfikir keras atas pertanyaannya barusan.

"Pelajaran fisika?" tanya Putra.

"Yes. Lu kan kalau masalahnya fisika jago, Put." sindir BomBom.

Putra pun mulai berfikir keras, karena dirinya adalah seorang siswa yang sangat menggemari pelajaran fisika.

"Kalau misalnya dengan akal sehat jawabannya itu, pasti akan salah." Jelas Putra.

"Kenapa begitu?" tanya Wisnu yang ikut nimbrung.

"Jawaban yang sudah dilontarkan hanya satu kesempatan saja." Jelas BomBom dengan cengiran hebatnya.

Alga pun mulai berfikir dengan sangat kerasnya. "Putra lu sudah ketemu jawabannya?" tanya Alga.

"Tunggu, gue lagi berfikir keras dulu."

"Buruan Put, gue nggak mau sampai kehilangan motor lama gue." jelas Alga.

"Salah lu sendiri yang kasih taruhan begituan, punya ketua basket pintarnya kebangetan." ucap David yang masih berfikir.

"Bodolah, gini-gini gue masih banyak disukai oleh para gadis, yah." Pamer Alga sambil merapihkan susunan rambutnya.

"Iyah, disukai gadis, tapi sekali di dekatin malah nggak jelas anda. Kayak setengah nggak waras. Benar nggak?" Jelas David yang mulai di anggukin oleh para teman-temannya.

"Benar banget, apalagi gadis cantik yang selalu ngejar lu. Kalau dia milih gue mah, gue mau aja buat pacaran sama tuh gadis, tapi gue masih setia sama Putri Ayu gue." ujar BomBom.

"Karena gue nggak suka yang murahan dan yang sudah gue tolak berkali-kali. Itu bukan jalan ninja gue sebagai seorang cowok." jelas Alga.

"Yah, karena jalan ninja lu itu cowok brengsek." ujar Putra yang sedari-tadi fokus berfikir, kini dirinya mulai nimbrung dengan para sahabatnya.

"Apa lu bilang, Put?" tanya Alga yang tidak suka atas perkataan dari lelaki di hadapannya sekarang.

"Gue bilang, seorang lelaki sejati tidak akan pernah menyakiti seorang perempuan. Kecuali, lelaki itu adalah seorang lelaki brengsek yang sama sekali tidak menghargai kebaikan seorang perempuan." jelas Putra datar.

"Yah, emang kenyataannya kek gitu gue. Makasih buat perkataan lu barusan, karena itu emang kenyataannya." Alga pun mulai fokus ke layar handphonenya.

BomBom yang merasa aneh, dirinya mulai menghela nafasnya dengan berat. "Ada yang tahu jawaban pertanyaan gue barusan belum?" tanya BomBom.

"Secepat aku jatuh cinta padamu, itu jawabannya." Ujar Putra dengan senyuman kemenangannya dan mampu membuat BomBom ternganga. "Sesuai perjanjian awalnya, motor kesayangan lu sekarang jadi milik gue." Jelas Putra yang mulai mengambil kunci motor BomBom di atas meja.

"Njing, otak lu benaran encer. Padahal gue ngasih jawaban yang buat orang nggak waras. Waras aja lu bisa jawab, apalagi yang nggak waras." BomBom pun mulai menggelengkan kepalanya dengan takjub.

Semua anak lelaki remaja yang masih berada di kelas, mereka semua mulai pada tertawa atas semua perkataan BomBom barusan. Berbeda dengan Putra, dirinya hanya menatap intens para sahabatnya.

"Mungkin gue setengah waras, dan setengahnya nggak waras." jelas Putra.

"Bukan begitu Put. Tapi pintar lu kebangetan." ujar Wisnu.

"Baperan njirt, BomBom baik hati mending diam saja."

"Nih kunci motor gue, gue nggak bisa jawab pertanyaan lu barusan." Alga pun mulai menaruh kunci yang dijanjikan olehnya barusan.

"Gue dan yang lain, ikutin perkataan lu selama sebulan." Serempak David, Dilan, dan Wisnu barengan.

"Yaudah, kita ke kantin, yuk? Peurt gue masih lapar." Ujar BomBom yang mulai mengelus perutnya.

"Ayo, gue juga sudah bosan di kelas mulu, pengen cari adik kelas yang cantik dan aduhai." jelas Dilan.

Wisnu, Dilan, David, dan BomBom. Keempat lelaki itu masih fokus mencari sebuah benda pipih yang selalu menemani mereka setiap hari di saat gabut. Berbeda dengan Alga dan Putra, kedua lelaki tersebut sudah melangkahkan kedua kakinya ke arah kantin.

"Gila emang punya dua sahabat satu itu. Nggak ada akhlak sama sekali buat nungguin para sahabatnya." ujar BomBom.

"Yah, nggak bisa tebar pesona ini mah di depan adik kelas yang cantik." ucap Dilan.

"Njing, numpang tenar doang ternyata? Emang wajah lu masih kurang laku apa kalau tanpa kita semua?" ledek Wisnu yang mulai memasang earphone di kedua telinganya.

"Udahlah, kita nyusul mereka berdua aja." saran Dilan yang mulai berlari mensejajarkan langkah kedua lelaki tersebut.

Semua siswa-siswi yang melihat segerombolan enam lelaki remaja yang memiliki raut wajah yang berbeda, sifat yang berbeda, tatapan mata yang berbeda, dan tentu dengan gaya style yang ke enam lelaki itu miliki masing-masing.

"Arrggh! Kak Alga emang the best, tapi apalah gue yang tidak bisa menerima bentakan atau perlakuan kasar sedikit pun langsung nangis."

"Daripada Alga yang tidak bisa disentuh, lebih baik Kak David. Walaupun nanti cuman jadi mainan, tapi yang paling penting bisa menjadi seorang mantan lelaki tampan di sekolah ini."

"Gue lebih milih Kak Dilan yang sangat jarang sekali buka suaranya dan pendiam daripada yang lainnya. Karena orang yang seperti itu, pasti akan sangat sayang banget sama pasangannya."

"Gue lebih milih Kak Wisnu, karena daripada anggota basket ALGASA yang lain. Hanya Kak Wisnu yang memiliki sifat dewasa dan menghargai maupun melindungi seorang perempuan."

"Gue lebih milih Kak Putra. Sudah jago juara umum fisika, biologis, Matematika, dll. Siapa tahu nanti semua tugas gue bakalan dikerjain sama Kak Putra setiap hari tanpa harus belajar sama sekali. Walaupun terkadang Kak Putra juga buaya, tapi buayanya hanya 40% nggak seperti Kak David yang 100% buaya darat."

"Gue lebih milih Kak BomBom. Siapa tahu setiap hari gue bisa meluk dia terus, karena kalau peluk guling itu kurang berasa, tapi kalau dipeluk Kak BomBom bakalan diberi bumbu cinta dan kasih sayang."

Semua siswi-siswi yang mengidolakan para segerombolan lelaki remaja saat ini, dengan sebuag pandangan masing-masing tentang idola mereka di pandangannya.

Sama halnya dengan seorang gadis yang mulai tersenyum ramah kepada dirinya sendiri, kini pandangan matanya mulai tertuju kepada satu objek, dirinya mulai melihat segerombolan lelaki remaja yang berjalan memasuki kantin saat ini.

Dengan tekad kuatnya, Asa pun mulai mendekati meja yang dimana seorang lelaki remaja yang sedari-tadi dirinya tunggu. Tanpa basa-basi, dirinya mulai memberikan sebuah susu coklat dan roti selai coklat yang sudah dirinya beli barusan dengan mengantri panjang bersama siswa-siswi lainnya. Karena di dalam pikirannya barusan, dirinya tidak ingin seorang lelaki yang dikagumi olehnya mengantri begitu saja dengan lama.

Alga yang melihat sebuah susu kotak dan roti di hadapannya, dirinya pun mulai mendongakkan kepalanya mengarah sang empunya.

"Gue nggak butuh! Lu bisa kasih ke orang atau lu buang ke sampah." ujar Alga datar.

Asa yang mendengar lontaran Alga. Dirinya mulai menahan sakit hatinya, karena bukan saatnya, malah ini sudah sering terjadi kepadanya selama ini ketika Asa sudah mulai tekad ingin memperjuangkan Alga. Ditolak, dibentak, dipermalukan, direndahkan, dan tidak dihargai itu sudah menjadi makanan sehari-hari Asa sampai detik ini.

"Lu denger gue ngomong nggak? Gue nggak butuh pemberian lu, Njing!" Alga pun mulai melemparkan pemberian Asa ke lantai dengan kasar.

"Tapi Kak?"

"Nggak ada tapi-tapian! Dan lu boleh pergi dari hadapan gue, karena itu bikin selera makan gue hilang karena emosi ketika melihat wajah murah lu itu!" Jelas Alga yang hanya menatap pergelangan tangannya menyatu dengan tatapan kosongnya.

"Asa hanya ingin Kak Alga tadi menerima pemberian Asa saja barusan, terserah Kak Alga mau diapakan makanan itu."

"Gue nggak peduli, dan gue bilang lu pergi dari hadapan gue, bngst!"

Semua murid yang tadi fokus kepada makanan mereka masing-masing, kini semua mata mulai tertuju ke sebuah meja yang berada paling pojok di ujung koridor. Terdapat beberapa gerombolan yang mampu membuat kaum hawa terpesona, tapi pandangan mata mereka semua mulai tertuju kepada kejora saat ini dengan aura yang berbeda.

...*Next Part 06*...

Terpopuler

Comments

Safini Azizah

Safini Azizah

ini sebenarnya asa nya kuliah apa masih SMA 🙄

2022-04-24

1

Ulfa

Ulfa

semangat kak

mampir juga yok di profil ku

2021-10-20

2

bunda Mutiyaa Ajaha

bunda Mutiyaa Ajaha

aneh klo bunda ny umur 28 tahun.trus nikah ny umur brapa.g masuk akal aja sih

2021-09-26

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!