"Siapa?" tanya Sita sambil memiringkan wajahnya di sampung Sulthan.
"Ah! gak kok." Sulthan mengalihkan pandangannya dari orang yang dari tadi ia perhatikan.
"Oh, ayok! pelayannya udah di sana tuh!" Sita menunjuk ke arah pelayan yang tadi di meja reservasi.
Mereka pun berjalan mendekati meja yang sedang dipersiapkan.
"Terima kasih," ucap mereka serempak saat pelayan itu telah selesai, yang kemudian pergi.
"Sulthan, aku mau tanya boleh?" Sita melipat kedua tangannya di atas meja dan menatap Sulthan dengan serius.
"Tentu, tanya aja." Sulthan tersenyum dan melakukan hal yang sama pula dengan Sita, pandangan keduanya pun terkunci.
"Sulthan udah berapa lama menikah?" tanya Sita dengan jantungnya yang berdetak cukup kencang.
Sulthan terdiam sejenak. Sita sedikit memiringkan wajahnya dan menatapnya lebih dalam lagi. Ia masih tak bergeming. Sita pun mengernyit, menunggunya untuk bicara.
Setelah beberapa saat terdiam, Sulthan melonggarkan tenggorokannya sebelum akhirnya berkata, "Ya ... udah hampir satu tahun ini."
"Masih pengantin baru dong!" seru Sita, sedangkan Sulthan hanya tersenyum lalu mengangguk.
"Sita, sebaiknya kita segera menyelesaikan makan malam ya. Soalnya, yang aku tau kalau di sini kita hanya bisa makan maksimal satu jam aja," ujar Sulthan yang seraya melihat ke banner yang ada di dekat meja reservasi.
Sita seketika terdiam, kemudian berkata, "Baiklah, yuk kita ambil makanannya di meja prasmanan itu!" serunya sambil menunjuk ke arah meja panjang yang tidak jauh dari tempat mereka duduk.
****
Setelah makan malam bersama, Sulthan mengantarkan Sita lebih dulu ke villa. Sepanjang perjalanan, keduanya hanya terdiam. Sita maupun Sulthan, sama-sama tidak ada yang membuka percakapan satu sama lain.
Hampir setengah jam perjalanan, mobil yang Sulthan kendarai sampai di halaman villa milik keluarga Ranggalih itu. Dari dalam mobil mereka melihat para anggota keluarga tengah asik barbeque di halaman samping villa tersebut.
"Kamu, mau mampir?" Sita memberi penawaran tanpa menatap ke Sulthan, melainkan ke arah para anggota keluarga.
"Gak, next time ya. Sampaikan maaf ku pada kedua orang tuamu. Besok aku akan ke sini lagi dengan adikku," ucap Sulthan yang masih bisa dipahami oleh Sita.
"Baiklah, kalau begitu aku masuk dulu. Bye, Sulthan." Sita pamit kemudian turun dari mobil lalu menutup pintunya kembali.
"Bye." Sulthan mengucap pelan, bahkan hampir tidak terdengar oleh Sita karena suara pintu yang ditutup bersamaan.
Sita berdiri di tempatnya, menunggu Sulthan yang berangsur pergi dari halaman villa. Setelah mobil yang Sulthan kendarai hilang dari pandangan, Sita pun masuk ke dalam.
Rose menghampiri Sita yang baru saja masuk.
"Nak."
"Iya Bunda ... Sita udah tau dari Sulthan." Sita langsung pergi ke kamarnya.
"Sita, dengerin Bunda dulu!" Suara Rose begitu menggema mengejar Sita yang berjalan sudah lebih jauh darinya.
"Udahlah Bun, Sita gak mau nikah. TITIK!" Sita kemudian duduk di tepi tempat tidurnya. Sesekali ia menghela napas panjang. Rose melihat, tersirat raut kekecewaan di wajah anak perempuannya itu.
"Sayang ... " Rose menghela napasnya. "Bunda juga baru tau dari ayah kalau Sulthan itu udah nikah, dan—"
"Dan dia mau, aku dengan adiknya? begitu kah Bunda?" Sita tertegun. Rose langsung memeluk putri kecilnya yang kini telah beranjak dewasa.
"Kenapa sih gak dibatalin aja perjodohan ini? Sita tuh ngerasa kayak barang, yang bisa dipindah tangankan oleh siapa pun yang membelinya. Apa Bunda gak kasihan sama Sita? ... Selama ini, Sita udah nyaman Bun. Mungkin Tuhan belum kasih Sita jodoh sekarang." Sita melepaskan pelukan sang bunda. Kedua matanya sudah memerah. Air matanya pun entah sejak kapan telah luruh.
"Sayang, Bunda tau ini berat untukmu, tapi ... Bunda juga gak bisa batalin perjodohan ini. Semuanya udah bulat, Nak. Bunda berharap adiknya Sulthan itu mau menerima kamu apa adanya." Rose mencoba meyakinkan anaknya. Namun, Sita sendiri bersikukuh untuk menolak.
*****
Di tempat lain, sebuah mobil terparkir di basement apartment mewah. Sang pemilik mobil pun turun, dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartment itu.
Langkah kakinya kemudian berhenti di depan sebuah kamar bertuliskan H152. Ia mulai menekan sebuah tombol yang ada di samping pintu.
Tak lama, layar kecil di samping tombol itu menyala. Tampak seseorang yang muncul di layar tersebut.
"Eh, Kak," sapa orang itu.
"Cepat buka pintunya!"
Laki-laki yang ada di dalam layar tadi, langsung membukakan pintu. Senyum pun terbit dari kedua sudut bibirnya.
"Kenapa Kakak gak bilang dulu kalau mau ke sini?"
"Kenapa?" laki-laki yang baru datang itu mendesis, kemudian berkata, "Bukankah aku bebas datang ke sini kapan aja?"
"Iya, tapi ... "
...🌹🌹🌹Bersambung🌹🌹🌹...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
🎤K_Fris🎧
apa dia adiknya sulthan?
2021-10-14
0
Flo🌹
adiknya sulthan pula 🙃... aku masih gedek sm org tua ni
2021-10-07
1
Mommy Gyo
5 like untuk karya kerenmu Thor 🥰
2021-09-16
1