"Sita ... aku akan menceritakannya setelah kita sampai di mall okey?" usul Sulthan membuat senyum tipis Sita menyusut kembali.
"Baiklah," ucap Sita beriringan hembusan napasnya. Sedikit kecewa, tapi ia harus bisa lebih sabar.
****
Beberapa menit kemudian, Sulthan telah memarkirkan mobilnya di tempat parkir mall terbesar di kota itu. Keduanya pun turun dari mobil kemudian.
"Kita ke mall untuk berjalan-jalan aja?" tanya Sulthan memastikan. Sita mengernyit karena nada bicara yang di lontarkan olehnya terkesan meledek.
"Enggak dong, mending kita ke Hanamasa aja! dan kayaknya lebih enak kalau kita makan di sana!" usul Sita dengan serunya. Sulthan hanya mengangkat kedua alisnya bersamaan melengkungkan bibirnya, dan mengangguk kemudian.
"Apa kamu sering ke mall?" tanya Sulthan yang berjalan sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya.
Sita hanya mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban. Ia bahkan menertawakan dirinya sendiri karena memang sangat jarang untuk ke tempat seperti ini kalau tidak bersama kedua orang tuanya.
"Kok ketawa?" Sulthan menatap heran—merasa ambigu dengan jawaban Sita.
"Bisa dibilang, hampir tidak pernah."
Sulthan terperangah dengan jawaban Sita. Ia bahkan tidak mempercayai itu. "Ah, masa! yang benar kamu? bukannya perempuan seusia kamu sedang senang-senangnya pergi ke tempat seperti ini?"
"Benar, aku paling malas keluar rumah. Gak penting juga sih! paling cuma ke toko buku aja kalau ke mall gini." Sita menatap Sulthan sekilas lalu mengalihkan pandangannya ke depan.
Sulthan mengangkat kedua alisnya lalu mengangguk—merasa paham.
"Katanya kamu hampir tidak pernah ke mall, kenapa tahu Hanamasa? bukannya cuma ada di mall ini ya? mereka kan punya cabang hanya satu per satu kota." Sulthan mengernyit karena Sita tiba-tiba tertawa.
Dia masih sehat kan ya?
"Karena aku masih ingat. Kedua orang tuaku pernah mengajakku ke sini, tapi jangan di tanya kapannya, aku gak ingat!" seloroh Sita dan tergelak kembali.
Setibanya di depan restoran, pintu pun dibukakan oleh pelayan.
"Selamat malam, dan selamat datang di Hanamasa. Silahkan mau duduk di meja yang mana?" ucap pelayan restoran itu.
"Malam," ucap Sita dan Sulthan serentak.
"Di meja dengan dua kursi aja Kak," jawab Sulthan sebelumnya meneliti ke seluruh ruangan restoran yang bertema prasmanan itu.
"Baik, mari ikut dengan saya, Kak!" ajak pelayan tadi dan mereka pun mengekornya menuju tempat yang diinginkan Sulthan.
Keduanya duduk dengan posisi saling berhadapan. Sementara pelayan itu mempersiapkan peralatan yang akan mereka gunakan.
"Mau kuah kaldu atau tomyam Kak?" tanya pelayan itu setelah selesai mempersiapkan meja mereka.
"Kaldu, Tomyam." Sulthan dan Sita menjawab serempak.
Jawaban Sita dan Sulthan yang berlawanan, membuat pelayan itu bingung.
"Begini aja, siapkan aja dua jenis kuah itu ya!" titah Sulthan dan diangguki oleh pelayan itu. Sementara Sita masih terdiam dengan wajahnya yang datar.
Lalu pelayan itu pergi, dan sesaat kemudian ia kembali lagi untuk menuangkan kuah yang mereka inginkan. Setelah ia pergi, Sulthan dan Sita kembali saling menatap.
"Sekarang, silahkan jawab pertanyaanku." Sita yang sudah tidak sabar pun akhirnya mempertanyakannya lagi.
"Baiklah ... " Sulthan menarik napasnya dalam-dalam, lalu berkata, "Aku cuma ingin memenuhi janjiku pada mendiang mami dan juga papi." Sulthan mendesah pelan kemudian, lalu melanjutkan nya lagi. "Dengan aku setuju untuk menikahi mu, aku merasa ... gak punya hutang janji lagi kepada mereka," pungkasnya sambil menyandarkan punggungnya ke atas meja.
"Apa kamu menganggap semua ini hutang?" tanya Sita sambil menatap lurus-lurus ke depan. Begitupun dengan Sulthan yang seketika tercekat.
"Sita ... haruskah aku jujur padamu?" Sulthan menepikan mobilnya lalu merubah posisi duduk menghadap ke Sita.
"Silahkan, sebelum semuanya terlambat. Kamu bisa jujur dari awal. " Sita menaruh kedua tangannya di atas meja sambil dilipat di depan dada. Ia pun diap untuk mendengarkannya.
"Sita, aku ... " Sulthan menarik napasnya dalam-dalam. "Aku udah nikah di Australia. Istriku tinggal di sana dan ... aku telah bilang pada ayahmu, kalau adikku yang akan menggantikan ku."
"Adikmu? memangnya kamu punya adik? setahuku kamu anak tunggal." Sita mengernyit dan sekilas mengingat tentang keluarga Sulthan.
"Kami satu ayah, tapi beda ibu. Dia ... anak dari istri kedua papi. Usianya gak berbeda jauh denganmu, cuma selisih satu tahun di atas usiamu. Berbeda dengan kita yang terpaut sangat jauh, tujuh tahun." Sulthan tertawa pelan, sedangkan Sita hanya meremang.
"Apa dia mengetahui soal ini?" tanya Sita sambil menatap nanar ke depan.
"Belum ... dia tinggal di Australia juga, tapi beda kota. Semalam aku telah menyuruhnya pulang ke sini. Karena tadi sore, memang rencana ku menemui ayahmu untuk membicarakan hal ini," papar Sulthan dengan sikap tenangnya.
Entah, ada sedikit kekecewaan di hati Sita. Ia kira yang akan menjadi suaminya itu, lelaki yang memiliki pembawaan tenang seperti Sulthan. Ternyata dugaannya salah.
"Lantas, pendapat ayahku bagaimana ?" tanya Sita dengan rasa penasarannya.
"Ayahmu setuju, nanti setelah adikku sampai. Kamu akan aku kenalkan dengannya."
DEG. Kenapa? Kenapa rasanya aku gak terima? Ada apa sama aku? Gak mungkin kan aku suka sama Sulthan?
Detak jantung Sita seolah terhenti sejenak. Ia merasa ada rasa lain yang mulai timbul di dalam hatinya.
"Baiklah," ucap Sita—tidak ingin memperdebatkannya lagi.
*****
Cukup lama mereka menghabiskan makan malamnya, akhirnya keduanya bangkit lalu berjalan menuju kasir. Sesampainya di kasir, pandangan Sulthan terhenti pada seseorang. Sita pun yang mengikuti arah pandang Sulthan, memberi tatapan heran dan memberanikan diri untuk bertanya.
"Siapa?"
...🌹🌹🌹 Bersambung 🌹🌹🌹...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
🎤K_Fris🎧
siapa tuh?
2021-10-14
0
Flo🌹
lagi makan malam sm kluarga terus pergi cari tempat makan sendiri. okeee 🙃
2021-10-07
1
Restviani
nah loh... siapa lagi tuh thor....
lanjut??
2021-09-15
2