Sita menatap lekat mata bundanya. Ia pun menelusuri manik mata itu dalam-dalam. Mencoba mencari tahu sendiri jawabannya di dalam sana.
Rose yang sangat paham tatapan Sita, hanya terdiam sambil bersilang dada. Tampak sebuah keseriusan yang ia tunjukkan kepada Sita.
"Kamu tetap harus menerima lamaran Sulthan! tapi ... dalam waktu satu bulan, kamu harus udah mencintainya!" Rose berkata sangat tegas. Sontak, kedua mata Sita pun terbelalak.
Sesaat kemudian, kedua alisnya mengernyit, napasnya pun seolah tertahan. Rose yang menyadari raut wajah Sita yang tampak menolak keras, sebisa mungkin bersikap dengan tenang.
"Tenang dulu dong ... " Rose memegang kedua pundak Sita, lalu dipapahnya untuk duduk di tepi tempat tidur. Kemudian berkata lagi, "Kalau dalam satu bulan kamu gak cinta sama dia, kamu bisa bilang sama Bunda atau Ayah, kalau kamu gak bisa melanjutkan pernikahan ini sama dia. Sampai sini paham?" Ia mengangkat sebelah alisnya. Menunggu jawaban dengan pandangan yang tidak beralih sedikit pun dari Sita.
Sementara Sita bersusah payah menelan salivanya. Sungguh ini keputusan yang sangat sulit untuknya. Bukan hanya berkata ia atau tidak, melainkan harus benar-benar dari hati. Sita menghela napas panjang—diam—itulah yang bisa ia lakukan saat ini.
Otaknya terus bekerja keras untuk terus membangun keyakinan atas dirinya sendiri. Sebab, Sita tidak ingin perjodohan ini justru akan menjadi boomerang untuk kehidupannya mendatang.
"Bunda ... tapi kan Sita sama dia baru ketemu cuma satu kali. Itupun udah lama banget. Kenapa bunda yakin banget kalau dia itu terbaik buat Sita?" tanya Sita yang sedang mencoba bernegosiasi dengan bundanya.
Memang, Sita dan Sulthan, dua orang yang pernah diperkenalkan saat pertemuan keluarga beberapa tahun silam. Akan tetapi, itulah pertemuan pertama mereka dan tidak ada lagi pertemuan selanjutnya.
Sebab, Sita yang sibuk dengan akademiknya begitupun dengan Sulthan yang sibuk dengan profesinya sebagai pengusaha muda. Kabar perjodohan itu pun sangat mengejutkan keduanya.
Beragam ketakutan seketika menghampiri Sita, terlebih profesi yang Sulthan geluti. Ia tidak begitu yakin dengan laki-laki itu.
"Bunda sama Ayah tuh yakin karena Sulthan termasuk laki-laki yang bertanggung jawab. Kamunya aja yang jarang bergaul sama orang, coba deh ... kamu lebih terbuka lagi sama orang-orang di sekitarmu. Coba percaya diri tampil di depan orang banyak. Biar pikiran negatif itu bisa berangsur hilang." Ucapan Rose bagai tamparan untuk Sita.
"Tapi, Bun .... " Sita menghela napasnya.
"Pokoknya Bunda sama Ayah udah lama sepakat buat jodohin kalian berdua. Gak pake nolak!" Rose tetap bersikeras dengan kesepakatannya dengan Jundi dan juga mendiang orang tua Sulthan terdahulu.
"Bunda ... gimana sama Sulthan sendiri, apa dia mau terima Sita jadi istrinya?" Sita meremang sambil berjalan, lalu berhenti di depan sebuah cermin yang besar. "Lihat deh! muka Sita aja biasa, apalagi ini badan. Gak banget! Penampilan Sita pun gak kayak pekerja kantoran yang sering dia lihat itu Bun. Pake rok span pendek sama kemeja yang ketat. Apalagi body-nya seksi banget!" Ia merendah seraya melihat sang bunda dari pantulan cermin.
"Huss! kok kamu jadi gibahin mereka sih! Di sini tuh tentang kamu sama Sulthan. Kalau pikiran kamu berbeda dari mereka, jawabannya tentu jelas kamu berbeda, Sita. Kenapa? karena kamu lebih istimewa dari mereka." Rose tersulut emosi. Kadang, ia pun sering bertanya-tanya tentang sikap Sita yang sangat tertutup dan tidak mau kehidupan pribadinya di sentuh sekalipun—membuatnya cemas dan gusar.
Bukan hanya Rose, tapi juga Jundi. Terkadang ada rasa bersalah yang selalu datang menghampiri mereka ketika mereka sedang sibuk dan tidak ada waktu dengan Sita, baik telepon, chatting, atau video call.
Sita dibuatnya benar-benar terdiam dan sulit berkata apapun lagi. Kedua tangannya *******-***** ujung kemeja kebesaran yang ia pakai.
"Sita, listen to me! Please ... lihat diri kamu dari sisi positif. Kamu cantik, pintar, anak kami yang sangat baik dan penurut. Kamu memiliki banyak kelebihan, dibanding mereka yang rata-rata hanya terlihat 'WAW' diluar nya aja." Rose mencoba membuat Sita tidak merasa insecure lagi.
Memang, waktu bersama dengan anaknya hampir dibilang tidak ada. Jadi, karena kurangnya dukungan kedua orang tuanya sejak kecil, membuat Sita selalu merasa minder.
Padahal, Sita termasuk perempuan yang cerdas dan juga mandiri. Kendati demikian dibalik semua itu, ada sikap dingin yang selalu ia tunjukkan kepada orang-orang di sekelilingnya.
Sita lebih banyak memakai otaknya saat mengamati dan berpendapat tentang apapun itu. Namun sayangnya, dia sama sekali belum pernah merasa jatuh cinta kepada seorang laki-laki.
Perlahan, ada secercah semangat dari dalam diri Sita setelah bundanya memberinya 'tamparan' serta mengajak dirinya keluar dari ketertutupannya selama ini.
Sita menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya ia berbicara. "Baiklah, aku akan menerima dispensasi dari Bunda."
Seketika senyum pun terbit dari kedua sudut bibir Rose—sedikit ada rasa lega di dalam hatinya.
"Yuk, ikut Bunda ke depan. Kalian bisa saling mengenal satu sama lain lebih dulu." Rose bangkit dari duduknya. Begitupun dengan Sita.
"Tapi sebelum itu ... kamu ganti baju, terus keluar kamar. Pake yang udah Bunda siapin di dalam lemari ya ...." Rose berkata kembali sembari melangkahkan kakinya keluar dar kamar Sita lalu menutup pintunya kembali.
"Ih Bunda! kenapa keluar duluan? Menyebalkan!" protes Sita seraya mendengkus kesal.
Kemudian ia mengernyit saat ingat perihal pakaian yang sudah disiapkan oleh bundanya. Padahal sebenarnya, Sita sendiri membawa pakaian dari Jakarta dan masih tersimpan rapi di dalam kopernya.
Dengan rasa penasaran, ia segera membuka lemari yang ada di kamarnya itu. Matanya seketika terbelalak setelah melihat pakaian yang mengisi lemarinya.
...🌹🌹🌹Bersambung🌹🌹🌹...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
🎤K_Fris🎧
peran orang tua itu sngat penting. gak kebayang gimana jadi sita sering di tinggal terus.
2021-10-14
0
Crazy_Girls
bukan lingerie kan mak??
2021-10-09
0
Flo🌹
kalau ga suka bisa kasih tau ke mereka terus bisa dilanjutkan atau enggak pernikahannya. gampang banget ngomongnya org tua itu. sangkanya pernikahan itu lepas pasang baju, ga suka di tengah jalan cerei.. ya ampun membagongkan sekali
2021-10-07
2