Syadam Rifa'i

Hanya dengan sebuah panggilan "Del" apakah hati ini akan bergetar?

Bertahun-tahun sudah aku berusaha mengubur kisah kelam itu, hanya sebuah panggilan dari mulut penuh bisa lelaki muslihat itu apakah pertahananku akan goyah?

"Big No!" this my choice.

"Nama saya Indah, senang bertemu dengan Anda." balasku berusaha menutupi rasa gugup di hadapan Syadam.

Suasana kaku menyelimutinya ruang poli syaraf di rumah sakit ini. Aku jatuh, tidak! aku bukan jatuh, aku sakit. Bukan hanya ragaku saja yang merasakan sakit, namun hati ini juga menjadi pesakitan hanya dalam beberapa detik ini.

Hati ini merasa sesak karena nasib seakan mempermainkanku, aku merasa tak adil pada dunia ini. Mengapa Tuhan dengan mudahnya mengungkit masa laluku.

Indah Della Safitri, namaku terdengar indah. Tapi, duniaku tak seindah dan sebersih namaku. Aku tahu telah banyak dipanjatkan sebuah doa terbaik dari kedua orang tuaku untukku pada nama Indah itu. Indah, siapapun akan merasa bahwa nama itu membawa sebuah keberuntungan yang akan selalu menyertai setiap langkahku.

"Namaku Syadam Rifa'i," tutur seorang pemuda untuk pertama kalinya menyebutkan namanya padaku pada dua sebelas tahun yang lalu.

Jauh sebelum pertemuan kami kali ini, sosok pria yang kurasa ingin menghinaku ini telah memperkenalkan dirinya padaku kala itu.

"Silakan duduk!" ucap perawat yang tadi mengantarkan aku pada poli syaraf ini. Ucapan perawat tersebut sedikit menyentak lamunan singkatku.

Pikiranku terus melesat jauh melintasi ruang dan waktu. Aku masih mengingat pertemuan pertamaku di Pendopo Lawas dengan Syadam. Mahasiswa kedokteran UII ini datang bersama teman-teman satu angkatannya di angkringan yang pernah dikunjungi oleh mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di Angkringan Pendopo Lawas ini pula beliau pernah bercerita pengalamannya saat bertugas mengatur negara ini.

"Indah Della Safitri, panggil saja Della." ucapku pada pemuda teman Arfan, kekasihku.

Aku dan Arfan telah setahun lebih menjalin kasih. Karena kami berdua berasal dari tempat yang sama dan sekolah yang sama.

Hari di mana kami berkumpul bersenda gurau itu merupakan hari kali pertama aku mengenal sosok Syadam. Syadam adalah teman Arfan. Meski berasal dari kampung halaman yang sama, Syadam lebih lama pindah ke daerah yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono X ini.

Tak ada yang berbeda jauh dari perkumpulan para muda-mudi lain. Kami yang saat itu memang berusia tak jauh beda lebih cepat mengakrabkan diri. Dari situlah aku mengenal sosok ramah dan hangat Syadam. Wan Syadam Rifa'i sosok pemuda jangkung dengan senyum menawan. Tak terbesit sekali pun bila aku akan bersama dengannya, teman akrab dari Arfan meski keduanya beda kampus serta beda jurusan.

"Del!" panggilnya lirih menyadarkan aku dari lamunan tentang rajutan memori tempo dulu.

Hidup sesungguhnya adalah misteri yang di dalamnya ada bahagia dan kesedihan. Kita sebagai manusia hendaknya mampu mengambil pelajaran hidup dari segala persoalan yang kita hadapi sehingga bisa tumbuh menjadi individu yang berkarakter. Dan kini aku tak menyangka bahwa pria itu muncul di hadapanku lagi.

Aku enggan menjawab Syadam, bukan karena aku masih menyimpan dendam dalam hati ini. Tapi lebih tepatnya aku hanya ingin menjaga jarak antara dua hati yang dulu tak bisa bermuara ini.

"Apa kamu menderita klaustrofobia?" Syadam berusaha mengajak aku berkomunikasi layaknya pasien dan dokter.

Apa itu klaustrofobia? Makanan apa itu? Mendengarnya saja mampu membuatku merasa kehilangan seluruh isi kepalaku.

Bila aku tak mengenal apa itu klaustrofobia, lalu aku harus menjawab apa pada Syadam?

"Aku tak tahu!" jawabku seakan ingin menepis pembicaraan lanjut bersama pria itu.

Aku tahu Syadam care dengan aku seperti ini hanya sebatas dokter dan pasien sahaja, tak lebih meski hanya setengah ons saja. Sudah selayaknya seorang dokter mendengarkan segala apa yang mungkin menjadi keluhan dari pasien sepertiku.

"Klaustrofobia adalah jenis fobia yang takut akan tempat sempit dan sunyi, sebelum kita melakukan tindakan MRI aku harus tahu semua tentangmu!" ucapan Syadam begitu menyayat hatiku, kutahu semua ini hanya kepura-puraan belaka. Tak pernah sekalipun ia memiliki bagaimana dan seperti apa rasa yang kumiliki selama ini.

"Tidak!"

"Del, bersikaplah kooperatif terhadapku!"

Sebagai seorang pasien sudah selayaknya aku menuturkan apa yang kurasakan selama ini. Sakit hatiku? Oh bukan!

Rasa sakit yang terus menerus menyerang bagian belakang kepalaku ini sudah kurasakan lebih dari dua pekan ini. Kujelaskan semuanya pada Syadam tak kurang dan tak kulebihkan sedikitpun. Aku pun juga tak ingin menderita seperti ini, karena rasa sakit ini sungguh menggangu seperti ibu tiri.

Aku duduk bersandar di kursi ini, mendengarkan setiap jenis kata yang Syadam katakan padaku.

Memahami setiap isi bait kalimat yang ku dengar. Ternyata tak bisa ku mengerti apa arti dari hidup ini.

Terpopuler

Comments

🅰🅽🅰 Ig: meqou.te

🅰🅽🅰 Ig: meqou.te

aku aja baru ini tau nama penyakit itu. miskin ilmu banget aku ya. hehe.. thank you Thor..😘😘

2021-09-20

2

🧭 Wong Deso

🧭 Wong Deso

Sama seperti yang aku alami, phobia takut gelap, sepi, sunyi..

2021-09-20

1

྅≞⃗ Yudho☘️"ķïťå"

྅≞⃗ Yudho☘️"ķïťå"

masih meraba

2021-09-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!