Alula sudah selesai menyiapkan makan malam untuk kedua putranya. Langkahnya membawa ia ke kamar si kembar.
Samar-samar ia mendengar sedikit perbincangan kedua putranya. Bukan, lebih tepatnya Darren sedang mengajari Darrel mengucapkan huruf 'R'. Pelan, Alula membuka sedikit pintu kamar dan mengintip.
"Coba ulangi! R," suruh Darren.
"L" balas Darrel, masih tidak bisa.
"Bukan L tapi R."
"L"
Alula tidak bisa menahan senyumnya lagi. Interaksi kedua kakak beradik kembar itu, membuat hatinya menghangat. Namun, terbesit rasa bersalah yang besar dalam hatinya.
"R Darrel!"
"L"
Darren menarik nafas lemah. "Ulangi! Jika masih tidak bisa, aku potong lidah mu."
"Ibuu... Dallen mau potong lidah Dallel bu." teriak Darrel, membuat Alula menunjukkan dirinya.
"Darren jangan gitu ya sama Darrel?!"
"tukang ngadu." gumam Darren yang masih didengar Darrel.
"Bialin!"
Alula kembali tersenyum. Satu tetes air mata melesat begitu saja.
"Ibu kenapa nangis?" tanya Darrel sedih.
Berbeda dengan Darrel, Derren tak bertanya. Ia mendekat dan mengusap air mata dari pipi Ibunya.
"Jangan nangis! Ada Darren sama Darrel disini," ujar anak itu, masih dengan wajah datarnya.
Alula merengkuh kedua putranya dalam pelukan. Air mata kembali menetes, rasa bersalahnya semakin besar dalam hati.
"Maafkan Ibu! Maafkan Ibu yang pernah berusaha melenyapkan kalian?!" lirih Alula, sembari mengecup pucuk kepala keduanya.
"Ibu tidak perlu minta maaf! Seharusnya kami yang berterima kasih dan meminta maaf pada Ibu. Kami sudah merepotkan Ibu." ucap Darren dengan kalimat terpanjang pertama yang keluar dari mulutnya.
"Tidak nak! Kalian adalah semangat Ibu. Ibu yang seharusnya berteri makasih."
"Dallel sayang Ibu!" ujar Darrel semakin menguatkan pelukannya.
"Ibu juga sayang kalian."
"Aku juga." gumam Darren sangat pelan.
Bahkan Alula tak mendengar nya, hanya Darrel yang berada disampingnya yang bisa mendengar.
"Oh ya, ayo makan! Ibu sudah masak makanan kesukaan kalian."
"Yey. Ayo!" teriak Darrel yang langsung menyeret Alula dan Darren menuju dapur.
Setelah makan malam dan menonton televisi satu jam, Darren dan Darrel kembali ke kamar mereka dengan Alula yang bersiap untuk mendongengkan Darrel sebuah cerita. Bukan hanya Darrel tapi Darren juga. Tapi anak itu terlalu gengsi untuk mengakui jika ia menikmati dongengan Alula.
"Setiap kali berbohong, hidung Pinokio akan memanjang." Ujar Alula, mendongengkan cerita Pinokio.
"Bu,"
"Iya sayang?"
"Kalau Dallel bohong, hidung Dallel panjang juga?"
Alula tersenyum menanggapi pertanyaan Darrel. Sementara Darren, hanya memutar bola mata dan bertingkah sebagi penyimak.
"Enggak sayang. Tapi, tetap saja, Darrel maupun Darren tidak boleh berbohong!"
"Kalau gitu, Dallel gak mau bohong. Dallel mau jujur, Dallel kangen Ayah Bu, dimana Ayah? Dallel mau ketemu Ayah Bu!"
Seketika Alula terdiam. Hatinya sakit mendengar ucapan Darrel. Ia merasa menjadi Ibu yang buruk. Ibu yang tidak bisa mempertemukan anak dan Ayahnya.
"Ay-ayah ka-kalian sedang bekerja di tempat yang jauh. Disana tidak ada sinyal. Sangat sulit untuk menelepon."
"Tadi kami melihat orang yang mirip aku dan Darrel." Timpal Darren, tenang.
Mirip Darren dan Darrel? Batin Alula.
"Mu-mungkin kalian salah lihat. Atau kebetulan mirip. Sudah! Cepat tidur! Besok sekolahkan?" potong Alula, mengalihkan pembicaraan.
"Tidak. Besok Ibu tolong izinin kita ya?! Kita mau ikut lomba melukis."
"Lomba? Sama siapa?"
"Aku sama Dallen."
"Yakin sendiri?"
Darrel mengangguk. "Yakin."
Alula menatap Darren. "Darren?"
"Hemm," balasnya hanya berdehem.
"Besok antelin kita ke tempat xx ya?!"
"Oke sayang. Udah, ayo tidur!" Ujar Alula, lalu mengelus pucuk kepala kedua anaknya.
***
Seperti janjinya, Alula mengantar Darren dan Darrel menuju tempat perlombaan. Ingin rasanya menemani kedua putranya, namun ia harus bekerja untuk biaya hidup.
"Hati-hati ya disini?! Nanti Ibu minta bantuan paman Gio buat jemput kalian." Setelah mengucapkan pesan-pesan untuk anaknya, taksi yang di tumpangi Alula menjauh. Menyisakan Darren dan Darrel.
Memasuki aula dilangsungkan lomba, banyak pasang mata yang memandang remeh ke arah Darrel. Dari sekian banyak peserta, Darrel-lah yang paling muda disana. Darren yang tidak di izinkan masuk hanya bisa mengawasinya dari luar.
Waktu terus berputar. Tahap seleksi pertama telah usai, dan Darrel mampu menorobos masuk ke sepuluh besar. Tiba giliran pengumuman pemenang lomba dari kesepuluh lukisan yang terpilih.
Gio yang sudah datang sejak sepuluh menit yang lalu mereasa sangat deg-degan. Berbeda dengan Darrel dan Darren, yang terlihat begitu tenang menanti pengumuman.
"Kenapa mereka bisa setenang itu?" Gumam Gio, menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Beberapa menit menunggu, semua mata mulai tertuju pada panggung. Seorang gadis cantik mulai memanggil nama pemenang urutan ketiga, kemudian urutan kedua dan lalu urutan pertama yang langsung membuat Gio tak percaya.
Seorang Darrel Alvero yang hanya seorang anak kecil mampu mengalahkan karya-karya dari kelompok remaja dan beberapa orang dewasa. Terpampang jelas lukisan Darrel. Lukisan seorang wanita cantik yang sedang tersenyum bahagia.
Beberapa orang yang pernah melihat wanita dalam lukisan itu akan langsung mengenali saat melihatnya. Sebuah gambar yang terlihat begitu nyata. Membuat Darren dan Gio tercengang.
"Ibu?"
"Alula?"
***
Mobil yang dikendarai Gio melesat dengan kecepatan sedang menuju tempat penjualan beberapa barang elektronik. Darren dan Darrel lagi-lagi memaksanya untuk menemani mereka.
Saudara kembar itu memilih sebuah handphone dan iPad, lalu membayar menggunakan uang hasil menang lomba. Saat membayar, ada sesuatu yang menarik perhatian Darren. Anak itu berjalan meninggalkan Gio dan Darrel di tempat kasir.
Darren kembali dan langsung mengajak Gio dan Darrel pulang.
Sesampai di rumah, keduanya beristirat sambil menunggu Alula pulang. Darrel yang memang sangat kelelahan langsung tertidur. Dan Darren, ia malah terjaga dan mongotak-atik iPad juga alat yang ia beli secara diam-diam tadi.
Lama menunggu, terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Darren yakin itu Ibunya. Segera ia membuka pintu untuk Alula.
"Malam Bu!"
"Malam sayang. Kau sudah makan? Dimana Darrel?"
Darren menggeleng. "Darrel tidur." Ujarnya.
"Bangunin adek, kita makan sama-sama," ucap Alula memperlihatkan makanan yang ia bawa.
Darren mengangguk dan langsung ke kamar. Ada sesuatu yang aneh dengan Ibunya. Tidak biasanya Ibunya pulang larut. Dan mata Ibunya sembab.
"Malam Bu," sapa Darrel dengan suara seraknya, khas baru bangun tidur.
"Malam sayang. Ayo makan!" ujar Alula, menyajikan makanan di atas meja.
"Ibu kenapa?" tanya Darren, menghentikan gerak tangan Alula yang menyendokkan nasi untuknya.
"I-ibu tidak apa-apa! Ayo makan?!"
"Tidak Bu! Ibu harus jujul. Apa Ibu ingin hidung Ibu panjang kayak pinokio?"
Alula menarik nafas panjang. Anaknya tidak gampang untuk ia bohongi. "Ibu dipecat dari caffe." ujar Alula lesu. "Tapi tenanglah! Ibu akan mencari pekerjaan baru. Ayo makan!"
Kedua anak itu hanya menurut. Keduanya melempar pandang, seakan tahu apa yang akan mereka lakukan.
Setelah makan malam, mereka kembali ke kamar. Darrel meminta Alula untuk segera istirahat, tidak perlu mendongengkan nya.
Anak kembar itu mengunci pintu kamar, tidak ingin Alula tahu apa yang mereka lakukan.
Setelah mengirimkan pesan pada paman asing yang mereka temui kemarin, Darren mulai mendaftarkan Ibunya sesuai alamat yang tertera di kartu nama paman asing. Darrel hanya bisa memperhatikannya. Setelah selesai, keduanya pun beristirahat.
Pagi kembali menyapa. Darrel sudah duduk bersila sembari menonton kartun kesukaannya.
"Dimana Darren Rel?"
"Di kamar Bu." Ujar Darrel, masih fokus pada layar televisi.
"Oh ya nak, Ibu lupa. Gimana sama lomba kamu kemarin?"
Darrel menoleh. "Lomba? Aku memenangkannya. Dan hadiahnya sudah aku dan Dallen pakai buat beli handphone sama iPad."
Alula hanya mengulas senyum. Ia tidak masalah jika anaknya membeli handphone atau sejenisnya. Asalkan mereka menggunakannya dengan batas kewajaran.
"Bu!" Panggil Darren membuat mereka menoleh. "ini!" Darren memberikan iPad pada Alula.
Wanita dua anak itu mulai membacanya. Tak lama kemudian ia mengangkat wajahnya dengan mata mengembun.
"Ap-apa ini sungguh?"
"Iya Bu, semalam aku dan Dallen yang mendaftalnya." Ujar Darrel, menyombongkan diri membuat Darren memutar bola mata malas.
"Terima kasih sayang. Peluk ibu." Seru Alula yang langsung mendapat pelukan dari kedua putranya.
"Bersiaplah Bu, besok Ibu harus ke perusahaan itu." ujar Darren yang mendapat anggukkan Alula.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Infinix
semoga
2022-05-22
4
Maya Kandana
kok diulang lagi.....dikira apa....saya longkap aja Thor.....
2022-05-05
4
Reo Hiatus
😂😂😂👍👍👍
2022-01-31
0