Hamil

Gara duduk dikursi kebesarannya sambil mengamati beberapa dokumen ditangannya. Ia tidak mengerti dengan jalan pikiran Ayahnya. Tapi, ia juga tidak peduli dengan keputusan yang Ayahnya ambil. Yang harus ia lakukan sekarang adalah berpikir bagaimana mengurus perusahaan Ibunya yang sudah diserahkan Ayahnya semalam.

Lama bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Gara abai dan terus fokus pada dokumen ditangannya. Dia sudah tahu siapa yang mengunjunginya. Jika bukan sahabatnya Edo, siapa lagi. Tidak ada yang berani bertemu dengannya jika bukan urusan kantor.

"Hai bos. Gimana semalam, nyenyak?"

Gara tak menjawab, ia hanya menatap sebentar dan kembali fokus pada dokumennya.

"Kau tidak kelihatan setelah bertemu dengan ku semalam. Apa yang kau lakukan?" Tanya Edo dengan menaik turunkan alisnya, berusaha menggoda Gara.

"Diamlah Edo!" balas Gara masih fokus pada dokumennya.

"Aku hanya ingin tahu, di kamar mana kau tidur semalam? Sepertinya kau begitu nyenyak sampai Ayah mu harus menunggu."

Gara berdecak kesal dalam hati. Mungkin dengan menjawab pertanyaannya, pria itu akan segera pergi.

"Di kamar 005. Sekarang pergilah dari sini!"

Bukannya pergi, Edo malah semakin mendekati Gara. Matanya membulat, seakan tidak percaya dengan jawaban Gara.

"Kamu serius Gar?"

Gara mengalihkan atensinya dan menatap tajam Edo. Sementara yang ditatap, semakin penasaran dengan kebenaran ucapan Gara.

Gara melepaskan dokumen yang ia pegang, dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. "Apa mau mu?" tanya Gara mulai jengah dengan sahabatnya itu.

"Aku tidak mau apa-apa. Aku hanya ingin tahu, jika benar kamu dikamar itu, apa kau melakukan sesuatu pada gadis itu?"

Mendengar ucapan Edo mengenai gadis, Gara kembali teringat gadis semalam, yang hilang entah kemana setelah ia usai bertemu Ayahnya. Namun setelah itu, Gara tersadar dan menatap tajam Edo.

"Katakan! Apa yang kau lakukan pada gadis itu? Apa kau yang memberinya obat perangsang sialan itu, hah?" teriak Gara sembari mencengkeram kerah kemeja yang Edo kenakan.

Membayangkan perbuatan Edo pada gadis itu membuat emosinya naik begitu saja.

"Ya, aku yang melakukannya. Tapi..." belum sempat Edo menyelesaikan ucapannya, tubuhnya sudah terhuyung kesamping akibat pukulan Gara.

Edo bangun dan mengusap sudut bibirnya yang berdarah. "Apa yang kau lakukan?" seru Edo tak terima.

Gara tak menjawab. Ia kembali mencengkram kerah kemeja Edo. Bahkan kemeja dan jas Edo sudah tidak beraturan.

"Apa yang aku lakukan, hah? Kau tanya apa yang aku lakukan? Apa kau tidak berpikir sebelum melakukannya? Gara-gara kamu, aku membuatnya menderita. Aku mengambil kehormatanya. Aku merenggut kesuciannya." Teriak Gara tepat di wajah Edo.

Edo tercengang, selama ia bersahabat dengan Gara, ini kali pertama Gara marah besar padanya. Edo meraih tangan Gara dan melepaskannya dari kemeja yang ia kenakan.

"Aku minta maaf. Aku benar-benar khilaf semalam. Aku akan berusaha menemukannya untuk mu."

"Pergilah! Temukan dia dan bawa padaku."

"Baiklah. Tapi ingat, hilangkan sisi iblis mu itu, jangan sampai ia takut dan kabur." ujar Edo, berusaha mencairkan suasana lalu melengang begitu saja. Benar-benar tidak ada takutnya sama sekali.

***

Sejak kejadian malam itu, sudah hampir tiga hari Alula tidak kembali ke rumah. Entahlah, ia merasa sangat malu dan bersalah untuk kembali ke rumah.

Hujan turun semakin deras. Dengan langkah gontai Alula menuju rumah dan mengetuk pintu. Tiga kali ketukan, pintu rumah terbuka dan menampilkan wajah kakak-nya, Elisa.

"Pulang juga kamu?" kata Elisa dengan senyum mengejeknya.

Alula tak membalasnya. Ia menerobos masuk begitu saja tanpa menjawab apapun. "Heh! Kamu dengar gak aku ngomong, Lula?" teriak Elisa, namun di abaikan begitu saja. Dia tidak peduli dengan semua ocehan kakak-nya atau siapapun itu. Yang jelas, dia ingin segera ke kamar, menyembunyikan dirinya.

Mendengar kabar jika Alula sudah kembali, Zarfan Ayah Alula, segera menemui putrinya.

"Kemana saja kamu tiga hari ini, nak? Ayah khawatir sama kamu." Suara lembut itu membuat Alula segera menghapus air matanya dan menoleh. Senyum tulus terpancar dari wajahnya. Gadis itu memeluk sang ayah dan mengajaknya duduk.

"Lula gak kemana-mana. Lula hanya bantuin ibu panti. Handphone Lula, Lula matiin biar gak ada yang ganggu waktu Lula sama anak-anak panti." Alibi Lula, menampakkan senyum palsunya yang terlihat begitu tulus di mata Ayah-nya.

Zarfan tersenyum dan mengusap lembut kepala putrinya. "Syukurlah. Ayah pikir terjadi apa-apa sama kamu. Untung Elisa mencegah ayah lapor polisi."

"O ya nak, dua hari lalu ada yang datang mencari mu. Tapi mereka kembali setelah tahu kamu tidak ada di rumah." Sambungnya.

Alula mengernyit heran dan berpikir keras. Ia tidak memiliki masalah apapun selain kejadian malam itu. Tidak mungkin itu Rendra atau sahabatnya, Uli. Jika benar mereka, kenapa ayahnya tak mengenali mereka.

"Sudah, tidak perlu berpikir. Jika mereka benar-benar ingin bertemu dengan mu, mereka akan kembali." ucap ayahnya menenangkan.

Setelah obrolan panjang tersebut, pak Zarfan meninggalkan Alula, kembali ke kamarnya. Sementara Alula, ia berusaha memejamkan mata, berusaha melupakan semua yang menimpa dirinya.

***

Dua bulan berlalu. Alula sudah menyelesaikan sekolahnya, tinggal mendaftar kuliah dan mencari pekerjaan sampingan.

Orang yang dikatakan Ayahnya tempo hari pun, tak pernah datang lagi menemuinya. Ia tak ambil pusing dan fokus dengan tujuannya.

Pagi ini mereka makan bersama. Hubungannya dengan Elisa dan ibunya masih sama, kurang baik. Dan hubungan Elisa dan Rendra, terlihat semakin mesra. Ada setitik rasa sakit dalam hati Alula, namun ia berusaha untuk menerima.

"Ini nak, Ayah ambilkan ayam mentega kesukaan mu." ujar pak Zarfan, memindahkan ayam mentega ke piring Alula.

Bukannya senang, reaksi Alula membuat ketiga pasang mata itu menatap heran. Alula merasakan mual yang teramat sangat. Tanpa pikir panjang, gadis itu berlari ke toilet dekat dapur dan menumpahkan isi perutnya disana.

"Lula! Lula! Buka pintunya, ini Ibu." panggil Bu Disa, menggedor-gedor pintu toilet.

Dengan tubuh lemas dan wajah yang terlihat pucat, Alula membuka pintu dan berdiri tepat di hadapan Ibu-nya dan Elisa.

"Kenapa kau muntah-muntah? Apa masakan ku tidak... Apa kau hamil?" Bu Disa menjeda ucapannya, kemudian terpekik mengucapkan kalimat terakhirnya.

Elisa dan Alula sama kagetnya mendengar praduga Bu Disa.

"H-hamil?" ujar Alula terbata. Ia memegang perutnya dan seketika, kilas balik mengenai kejadian malam itu terputar di otaknya. Setetes air matanya jatuh mengenai pipi. Hal itu semakin menguatkan dugaan ibunya.

"Kapan kau berhenti datang bulan?" pertanyaan bu Disa menyadarkan Alula dari lamunannya.

"Dat... datang bulan? Bulan lalu, dan ak–aku belum datang bulan bulan ini. Tang–tanggalnya sudah lewat."

Tanpa pikir panjang, bu Disa menarik tangan Alula dan menyeretnya ke ruang keluarga, dimana sudah ada Zarfan disana.

"Ada apa ini bu?" tanya pak Zarfan, diabaikan begitu saja oleh Bu Disa.

"Elisa, belikan tespack!" tanpa banyak bicara, Elisa segera mengendarai mobilnya ke apotik.

"Bu, sebenarnya ada apa ini?"

"Ayah tidak perlu ikut campur! Cukup diam dan lihat hasilnya nanti." jawab Bu Disa, menatap tajam Alula.

Tak butuh waktu lama, Elisa kembali dengan tespack di tangannya. Bu Disa kembali menarik Alula ke toilet, di ekori Elisa.

Wajah Alula pucat pasi mengetahui hasil tesnya. Dua garis yang mendakan kebenaran atas dugaan ibunya. Air matanya kembali luruh. Entah apa yang harus ia jelaskan pada Ibu dan Ayahnya.

Dengan tangan gemetar, Alula menyerahkan taspack tersebut pada Ibunya. Tak lama, wajah Alula terlempar ke kiri karena tamparan Ibunya.

"Dasar anak tidak tahu diri. Apa aku menyuruhmu menjual kehormatan mu? Hah?" geram Bu Disa, menarik kasar tangan Alula.

"Aku pikir, kau gadis polos. Ternyata, kau lebih murah dari seorang ******." Cibir Elisa sambil terus mengekori Alula dan ibunya.

Pak Zarfan yang melihat Alula ditarik kasar oleh istrinya pun berdiri. Ia bingung, kenapa istrinya terlihat begitu kejam pada Alula.

"Sebenarnya ada apa ini?"

"Ayah mau tau? Ini yang dilakukan anak kesayangan ayah." Geram Bu Disa, memberikan tespack ke pak Zarfan.

Bagai disambar petir, tubuh pak Zarfan terpaku dengan alat tersebut yang masih digenggamannya. Ia mendongak dan Plak...

Satu tamparan mengenai pipi Alula. Gadis itu hanya bisa menerima dan menangis.

"Keluar dari rumah ini!" ucap pak Zarfan dingin, sontak membuat ketiganya menatap kearahnya.

"A-ayah," lirih Alula dengan air mata yang terus membanjiri, namun di abaikan begitu saja.

Zarfan tak peduli dan berjalan melewati mereka menuju kamarnya.

"Ayah, maafin Lula yah!" teriak Alula, membuat ayahnya berhenti.

"Silahkan pergi dari sini! Saya tidak suka serumah dengan orang asing."

Tubuh Alula menegang. Dadanya seakan terhimpit batu besar, membuat ia sulit bernafas. Hatinya terluka. Ayahnya sendiri mengusirnya, menganggap dirinya orang asing. Benar yang pepatah katakan, panas setahun dihapuskan oleh hujan sehari.

Tanpa paksaan Kakak dan Ibunya, Alula berjalan keluar, meninggalkan rumah yang penuh kenangannya bersama keluarga. Berharap dalam hati agar Ayah kembali memanggil dan merengkuhnya dalam pelukan hangat. Tapi semua hanya hayalannya saja. Bahkan sampai ia melewati pagar rumah pun, tidak ada seorang pun yang memanggilnya untuk kembali

***

Sudah beberapa hari Alula luntang-lantung di jalanan. Dan beberapa hari itu juga, Alula berusaha untuk menggugurkan kandungannya. Namun usahanya sia-sia. Bayi yang dikandungnya seakan tidak terpengaruh dengan segala usahanya itu. Dan hari ini, Alula akan mencoba lagi, bahkan berniat untuk mengakhiri hidupnya.

Alula bejalan pelan di tengah jalan, berharap agar ada mobil yang menabraknya. Saat sebuah mobil melaju cepat dan hendak menabraknya, tiba-tiba tangan Alula ditarik seseorang sehingga keduanya jatuh ke sisi jalan.

"Hei, nak! Apa yang kau lakukan? Apa kau ingin melenyapkan nyawamu sendiri?" tanya seorang wanita paruh baya.

"A-aku tidak ingin hidup lagi. Aku tidak sanggup jika dibenci keluarga ku." jawab Alula, masih sesenggukan.

Wanita itu bangkit dan menarik Alula menuju tempat yang lebih nyaman.

"Ayo ceritakan sama Ibu." ujar wanita tersebut saat mereka sudah duduk di kursi panjang halte.

Mendapati raut tak siap Alula, ibu tersebut pun tersenyum. "Sudah, kalau belum siap cerita sama Ibu, gak apa-apa."

Alula yang merasakan ketulusan dari senyum yang Ibu tersebut terbitkan, Alula pun menceritakan semua kejadian yang menimpanya.

"Nak, setiap masalah pasti ada akhirnya. Tidak perlu kamu takut, apalagi sampai berusaha untuk bunuh diri? Itu tidak baik."

"Tapi bu, keluarga Alula udah benci sama Alula."

Ibu tersebut tersenyum.

"ingat nak! Tidak semua orang itu sama. Jika ada yang membenci mu, pasti ada yang menyayangi mu juga."

Alula menarik nafas panjang dan menghembuskannya. "Lula udah buat kesalahan bu. Lula udah merusak semuanya."

"Nak! Setiap manusia punya kesalahan. Dan setiap manusia juga memiliki kesempatan kedua. Jika kesempatan kedua tidak diberi oleh manusia, ada kesempatan kedua yang dikasih Tuhan."

"Kamu tau kenapa kamu selalu gagal untuk menggugurkan janin mu?" Alula menggeleng.

"Itulah kesempatan kedua yang diberikan Tuhan. Keluargamu tidak memberikan kesempatan kedua buat kamu memperbaiki kesalahan. Tapi tuhan memberikannya pada mu, dengan cara kamu merawat anak-anak mu. Tuhan tak mengindahkan kamu untuk melenyapkan mereka, karena tuhan tidak ingin kamu membuat kesalahan untuk kedua kalinya."

Mendengarnya, hati Alula tertohok. Perkataan ibu itu benar-benar menampar hatinya. Sekarang ia sadar, ia sudah salah kerena berusaha melenyapkan janinnya. Ia berjanji akan selalu menjaga anaknya dengan baik.

"Maafkan ibu nak!" batin Alula sembari mengelus perutnya yang rata.

Semenjak hari itu, Alula mulai menjalani hidupnya dengan baik. Ia mencari kontrakan yang cukup untuknya dan anaknya nanti. Uang sisa tabungannya juga, ia gunakan mendaftar kuliah. Ia juga mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuban hidup.

Sampai suatu saat, di sebuah rumah sakit, terdengarlah suara tangis bayi yang begitu nyaring. Membuat air mata dan senyuman terbit bersamaan di wajah Alula yang penuh peluh setelah melahirkan bayi kembarnya.

"Anak Ibu, Derren Alvaro," ujar Alula, mencium pipi anak yang ada dalam gendongannya. Lalu, beralih pada bayi satunya yang di gendong suster, "Anak Ibu, Darrel Alvero." Sambunya, lalu mencium pipi bayi tersebut.

Terpopuler

Comments

Inda Hana Parera

Inda Hana Parera

suka kalau tentang anak Genius pasti akan mampir untuk baca 😄👍

2022-05-31

2

Christine Pai

Christine Pai

saya suka cerita anak kembar

2022-05-18

1

Meylin

Meylin

waduhhh ko dah brojol lagi 🤔

2022-04-03

1

lihat semua
Episodes
1 Malam Yang Tak di Inginkan
2 Hamil
3 Darren dan Darrel
4 Pekerjaan Baru
5 Pekerjaan Baru
6 Pekerjaan Baru
7 Lelaki Malam Itu
8 Hari Pertama Kerja
9 Bos Kejam
10 Bertemu Darren dan Darrel
11 Bertemu Darren dan Darrel
12 Bertemu Darren dan Darrel
13 Perihal Kopi
14 Perihal Kopi
15 Gara VS Darren dan Darrel
16 Darren dan Darrel Anak Ku?
17 Jalan-Jalan ke Taman
18 Menemani Gara di Rumah 1
19 Menemani Gara di Rumah 2
20 Menemani Gara di Rumah 2
21 Rencana Darren dan Darrel
22 Marahnya Gara
23 Jangan Menangis
24 Hukuman
25 Cemburu
26 Hasil Tes DNA
27 Ingatan Gara
28 Darrel Sakit
29 Alasan Gara
30 Kedatangan Gio dan Edo
31 Hari untuk Kenan 1
32 Hari untuk Kenan 2
33 Darrel Sembuh
34 Ayah
35 Pulang
36 Ayah Nginap kan?
37 Pilihan Untuk Alula
38 Bantuan Untuk Edo.
39 Irene
40 Tawaran Melukis untuk Darrel
41 Donatur Sekolah
42 Keluarga Sadewa
43 Gara VS Gio
44 Minta Maaf
45 Kakek Zarfan Kakek Kita
46 Gio Dan Ana
47 Rencana Pertemuan Alula dan Zarfan
48 Kejutan Untuk Alula 1
49 Kejutan Untuk Alula 2
50 Terima Kasih
51 Keputusan Alula
52 Bertemu Elisa
53 Elisa
54 Bersama Darren Darrel
55 Salah Paham
56 Bertemu Kakek dan Nenek Buyut
57 Undangan Pernikahan
58 Pernikahan Edo
59 Milikku
60 Pindah
61 Susah Tidur
62 Kedatangan Laura
63 Perasaan Gara
64 Ayo Menikah
65 Keputusan Gara
66 Bertemu Ibu
67 Kedatangan Ayah Gara
68 Sayang
69 Kantin
70 Rencana Gara
71 Tamu
72 Pertemuan Gio dan Ginanjar
73 Gio Adalah Alex?
74 Berubahnya Gara
75 Kebohongan
76 Kebingungan Alula
77 Kehilangan Cincin
78 Lamaran
79 Hasil Tes DNA Gio
80 Gara Marah
81 Baikan
82 Kehancuran Rendra
83 Akhir Hubungan Rendra Dan Elisa
84 Mengunjungi Makam Ibu
85 Viko
86 Terima Kasih, Kakak Ipar
87 Perginya Gara 1
88 Perginya Gara 2
89 Hinaan
90 Hari Buruk
91 Merindukanmu
92 Kembalinya Gara
93 Membereskan Masalah 1
94 Membereskan Masalah 2
95 Memenuhi Syarat
96 Surat Untuk Darren
97 Fitting Baju
98 Bukan update
99 Meminta Restu 1
100 Meminta Restu 2
101 Makan Malam bersama
102 Pernikahan
103 Suami, sayang.
104 Pindah Kamar
105 Persoalan Adek
106 Liburan 1
107 Liburan 2
108 Liburan 3
109 Kembali Ke Rumah
110 Menjalankan Rencana
111 Pelaku Penculikan Alex
112 Hukuman
113 Mengunjungi Kediaman Zarfan
114 Hukuman Untuk Elisa
115 Permintaan Maaf Elisa
116 Ulang Tahun Darren Darrel
117 Alula Hamil
118 Darrel Cemburu
119 Kebahagiaan Gara
120 Ngidam 1
121 Ngidam 2
122 Jalan Pagi
123 Perlengkapan Bayi
124 Maaf
125 Alisha Putri Grisam
126 Selamat Datang, Alisha
127 Darrel Heboh
128 Nenek Buyut, marah.
129 Manja Pada Kedua Kakaknya
130 Ke Kantor Bersama
131 Lamaran (Gio Dan Ana)
132 Pernikahan (Gio Dan Ana)
133 Karma
134 Ke Kantor Ayah
135 Cerita Kenan Dan Hani
136 Keluraga Gara Dan Alula (END)
137 Extra Part 1
138 Extra Part 2
139 Extra Part 3
140 Extra Part 4
141 Terima Kasih
142 Pengumuman
143 Pengumuman 2
144 Promosi Novel Baru
Episodes

Updated 144 Episodes

1
Malam Yang Tak di Inginkan
2
Hamil
3
Darren dan Darrel
4
Pekerjaan Baru
5
Pekerjaan Baru
6
Pekerjaan Baru
7
Lelaki Malam Itu
8
Hari Pertama Kerja
9
Bos Kejam
10
Bertemu Darren dan Darrel
11
Bertemu Darren dan Darrel
12
Bertemu Darren dan Darrel
13
Perihal Kopi
14
Perihal Kopi
15
Gara VS Darren dan Darrel
16
Darren dan Darrel Anak Ku?
17
Jalan-Jalan ke Taman
18
Menemani Gara di Rumah 1
19
Menemani Gara di Rumah 2
20
Menemani Gara di Rumah 2
21
Rencana Darren dan Darrel
22
Marahnya Gara
23
Jangan Menangis
24
Hukuman
25
Cemburu
26
Hasil Tes DNA
27
Ingatan Gara
28
Darrel Sakit
29
Alasan Gara
30
Kedatangan Gio dan Edo
31
Hari untuk Kenan 1
32
Hari untuk Kenan 2
33
Darrel Sembuh
34
Ayah
35
Pulang
36
Ayah Nginap kan?
37
Pilihan Untuk Alula
38
Bantuan Untuk Edo.
39
Irene
40
Tawaran Melukis untuk Darrel
41
Donatur Sekolah
42
Keluarga Sadewa
43
Gara VS Gio
44
Minta Maaf
45
Kakek Zarfan Kakek Kita
46
Gio Dan Ana
47
Rencana Pertemuan Alula dan Zarfan
48
Kejutan Untuk Alula 1
49
Kejutan Untuk Alula 2
50
Terima Kasih
51
Keputusan Alula
52
Bertemu Elisa
53
Elisa
54
Bersama Darren Darrel
55
Salah Paham
56
Bertemu Kakek dan Nenek Buyut
57
Undangan Pernikahan
58
Pernikahan Edo
59
Milikku
60
Pindah
61
Susah Tidur
62
Kedatangan Laura
63
Perasaan Gara
64
Ayo Menikah
65
Keputusan Gara
66
Bertemu Ibu
67
Kedatangan Ayah Gara
68
Sayang
69
Kantin
70
Rencana Gara
71
Tamu
72
Pertemuan Gio dan Ginanjar
73
Gio Adalah Alex?
74
Berubahnya Gara
75
Kebohongan
76
Kebingungan Alula
77
Kehilangan Cincin
78
Lamaran
79
Hasil Tes DNA Gio
80
Gara Marah
81
Baikan
82
Kehancuran Rendra
83
Akhir Hubungan Rendra Dan Elisa
84
Mengunjungi Makam Ibu
85
Viko
86
Terima Kasih, Kakak Ipar
87
Perginya Gara 1
88
Perginya Gara 2
89
Hinaan
90
Hari Buruk
91
Merindukanmu
92
Kembalinya Gara
93
Membereskan Masalah 1
94
Membereskan Masalah 2
95
Memenuhi Syarat
96
Surat Untuk Darren
97
Fitting Baju
98
Bukan update
99
Meminta Restu 1
100
Meminta Restu 2
101
Makan Malam bersama
102
Pernikahan
103
Suami, sayang.
104
Pindah Kamar
105
Persoalan Adek
106
Liburan 1
107
Liburan 2
108
Liburan 3
109
Kembali Ke Rumah
110
Menjalankan Rencana
111
Pelaku Penculikan Alex
112
Hukuman
113
Mengunjungi Kediaman Zarfan
114
Hukuman Untuk Elisa
115
Permintaan Maaf Elisa
116
Ulang Tahun Darren Darrel
117
Alula Hamil
118
Darrel Cemburu
119
Kebahagiaan Gara
120
Ngidam 1
121
Ngidam 2
122
Jalan Pagi
123
Perlengkapan Bayi
124
Maaf
125
Alisha Putri Grisam
126
Selamat Datang, Alisha
127
Darrel Heboh
128
Nenek Buyut, marah.
129
Manja Pada Kedua Kakaknya
130
Ke Kantor Bersama
131
Lamaran (Gio Dan Ana)
132
Pernikahan (Gio Dan Ana)
133
Karma
134
Ke Kantor Ayah
135
Cerita Kenan Dan Hani
136
Keluraga Gara Dan Alula (END)
137
Extra Part 1
138
Extra Part 2
139
Extra Part 3
140
Extra Part 4
141
Terima Kasih
142
Pengumuman
143
Pengumuman 2
144
Promosi Novel Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!