TALAK

'Kasih sayang tulus tak harus datang dari darah yang sama, terkadang ketulusan yang nyata bisa kita dapatkan dari orang lain yang justru bukan siapa-siapa.'

—MOVE ON, by: Mrs Caffeine.

💗

💗

💗

"Mulai detik ini, aku haramkan tubuhmu dari tubuhku." Haris berkata dengan lantang, dengan tegas, dan tanpa ragu di depan seluruh keluarga besarnya. Dan tentu saja di depan Malika—perempuan yang telah menjadi istrinya selama lima tahun belakangan ini.

Malika termangu. Ia shock tentu saja, tapi anehnya ia tidak merasa sedih. Malah lega. Luar biasa lega sampai-sampai air matanya luruh begitu saja.

Sudah hampir empat tahun ia menunggu saat ini. Saat Haris—suaminya, menjatuhkan talak kepadanya, yang artinya keluarga Amiadi pada akhirnya bermaksud untuk melepaskannya.

Sebuah senyuman sinis tersungging dari bibir seorang wanita tua yang duduk di sebuah sofa tunggal di ruangan itu dengan tongkat di tangannya.

"Ngapain pake mewek segala, nggak ngefek! Haris nggak mungkin mencabut lagi ucapan talaknya ke kamu! Dia udah bosen sama kamu! Perempuan yang bisanya cuman membawa sial!" ucap wanita tua itu dengan lantang.

"Bu, jangan bilang begitu!" sahut seorang gadis muda yang duduk tak jauh di samping wanita tua tadi.

"DIAM KAMU, Vi! Gara-gara kamu baik sama perempuan bodoh ini kamu jadi ketularan bodoh seperti dia!" bentak wanita tua itu.

Wanita muda itu adalah Vivi—adik perempuan Haris, terdiam setelah dibentak ibunya. Tapi dalam hati kecilnya ia masih tidak setuju atas ucapan sang ibu terhadap kakak iparnya—Malika.

Mungkin saat ini Malika bukan lagi kakak iparnya, sejak Haris menjatuhkan talaknya beberapa saat lalu. Namun bagi Vivi, Malika yang usianya terpaut dua tahun diatasnya itu akan selalu menjadi kakak iparnya.

Vivi adalah saksi hidup bagaimana keluarga Amiadi, kecuali dirinya, menyiksa Malika. Bagaimana mereka memperlakukan menantu pertama dalam keluarga itu layaknya pembantu yang harus bekerja dari pagi hingga malam. Bahkan tak jarang hingga dini hari ketika begitu banyak yang harus dikerjakan Malika untuk keluarga itu. Meski begitu, Vivi tidak mampu menolong Malika dari kekejaman orang tua dan kakak lelakinya.

Apalagi sejak ia menikah karena dijodohkan dengan seorang lelaki kaya dan harus tinggal bersama suaminya, Vivi secara otomatis kehilangan kesempatan untuk paling tidak membantu meringankan tugas Malika di rumah itu secara sembunyi-sembunyi.

Dan kini, entah apa yang harus Vivi rasakan. Sedihkah? Senangkah? Vivi sendiri merasa tak yakin. Disatu sisi ia sedih atas talak yang dijatuhkan Haris pada Malika begitu saja. Apalagi itu artinya ia harus berpisah dengan si kembar keponakannya—anak kembar hasil pernikahan Malika dengan Haris.

Tapi di sisi lainnya ia juga merasa lega karena Malika akhirnya terbebas dari penjara yang menyiksa perempuan itu selama hampir lima tahun pernikahannya dengan Haris Amiadi—kakak lelakinya.

"Segera bereskan barang-barangmu dan juga barang-barang si kembar, lalu cepat angkat kaki dari rumah ini!" titah Haris tanpa menoleh pada Malika. Pria itu berdiri di dekat jendela. Berkacak pinggang dan memunggungi semua orang yang ada di ruangan itu.

Malika mengusap air matanya. Ia yang awalnya duduk di kursi paling ujung lalu berdiri perlahan. "Bagaimana dengan surat cerai? Dan hak asuh?" tanya Malika dengan suara parau.

"Surat-surat biar aku yang urus dan hak asuh si kembar pasti akan kuberikan padamu. Apa kau puas?" Haris berbalik. Kali ini menatap wajah Malika lekat sambil masih berkacak pinggang.

Air mata Malika seketika mengering. Ia sekuat tenaga menyembunyikan senyumnya. Rasanya Malika ingin bersorak kegirangan, tapi tentu saja itu tidak mungkin dilakukannya sekarang. Tidak di depan Haris dan kedua mertuanya. Ia tidak boleh terlihat lega ataupun senang, jika tidak... Suami dan mertuanya pasti tidak akan puas dan akan mencari cara untuk menyiksanya lagi.

Ia harus kelihatan sedih dan terpuruk agar mereka merasa yakin bahwa apa yang ia alami saat ini benar-benar membuatnya terpuruk. Agar mereka merasa mereka telah menang, dan ia bisa segera pergi dari neraka ini.

"Tapi kalau aku dan anak-anak pergi dari sini, lalu kemana kami akan tinggal?" Malika berpura-pura menderita dengan membungkukkan badan dan mengaitkan kedua tangannya di depan dada seolah ia begitu kebingungan dan merana. Padahal ia berusaha meredam detak jantungnya yang berdebar karena kegirangan.

Dan benar saja, ibu mertuanya adalah orang yang paling bahagia melihat Malika menderita, wanita tua itu berdiri lalu berjalan mendekati Malika yang nampak terguncang di matanya. Ia menunjuk ke arah Malika menggunakan tongkat kayu yang selama ini digunakannya untuk menopang tubuhnya saat berjalan.

"MASA BODOH! Cepat pergi dari sini, aku sudah muak melihat tampang bodohmu itu! Perempuan pembawa sial sepertimu memang lebih baik dibuang jauh-jauh. Menyesal aku tidak membuangmu dari dulu, gara-gara kesialan yang kau bawa, usaha keluarga kami yang turun termurun jadi koleps." ocehnya berapi-api.

Meski sakit hati mendengar tuduhan tak berdasar yang keluar dari mulut mantan ibu mertuanya, Malika menggigit bibir bawahnya. Namun ia tetap diam dan menahan diri untuk tidak membalas. Ia bahkan tak mengangkat kepalanya untuk menatap wanita tua itu.

Ny. Amiadi menurunkan tongkatnya, lalu berjalan menghampiri sang anak. Ditepuk-tepuknya punggung anak lelakinya itu dengan bangga sembari berujar, "Beruntung ada keluarga kaya yang mau menerima Haris sebagai menantu mereka dan berjanji untuk membantu finansial CV. AMIADI. Karena itu kami sudah tidak butuh perempuan seperti kamu lagi. Pergi sana! MINGGAT DARI RUMAHKU!" teriak Ny.Amiadi pada Malika dengan menggebu-gebu.

Merasa kasihan, dan tak tahan lagi melihat Malika dimaki-maki oleh ibunya, Vivi langsung berlari ke sisi Malika yang masih membungkuk lalu membimbingnya masuk ke dalam kamar Malika.

Sesampainya di dalam kamar Malika, di mana kedua anak kembarnya sedang tertidur lelap, Vivi segera mengunci pintu dan menutup jendela, berharap tidak akan ada orang yang akan mendengarkan percakapannya dengan Malika di dalam kamar itu.

"Cepat berkemas, kak! Sebelum mereka berubah pikiran!" pinta Vivi dengan cemas. Suaranya dibuat berbisik demi berhati-hati.

Malika mengusap air matanya yang sempat jatuh lagi. Ia sedikit takjub dengan reaksi tubuhnya, meski tak bersedih atas kejadian yang dialaminya ini, tapi kemampuannya menangis di momen-momen penting seperti tadi ternyata sangat berguna.

"Tenang, Vi! Tenang...!" jawab Malika dengan suara yang tak kalah lirih. "Sejak aku tahu Mas Haris akan menceraikanku, aku sudah membereskan barang-barangku sedikit demi sedikit. Aku hanya akan membawa yang benar-benar kubutuhkan kok, kamu tenang saja!" Malika mengusap kepala adik iparnya itu dengan lembut.

Selama ini, hanya Vivi yang baik padanya di rumah ini. Meski Vivi tidak bisa banyak membantunya tapi wanita muda itu akan selalu membelanya jika sang ibu mertua sudah keterlaluan menyiksa dirinya.

"Tapi kemana kamu akan tinggal setelah ini, kak? Kemana kamu akan membawa anak-anak?" Vivi merasa khawatir.

Malika tersenyum, "Jangan cemas, Vi! Aku punya tempat tinggal yang layak untuk kami, rumahku sendiri, warisan dari mendiang kedua orang tuaku yang tidak diketahui oleh Mas Haris maupun orang tuamu!" beber Malika sambil mengeluarkan sebuah koper yang telah terisi penuh.

Kedua manik mata Vivi Amiadi berbinar seketika, "Benarkah? Syukurlah kalau begitu! Aku benar-benar lega mendengarnya!" jawab gadis itu dengan tulus sambil berhambur memeluk Malika.

Keduanya lantas berpelukan erat layaknya dua saudara kandung yang akan berpisah dan takkan bertemu lagi. Baik Malika maupun Vivi sama-sama menangis, mereka sadar mereka memang tidak akan bertemu lagi jika takdir tidak mengizinkan keduanya untuk bertemu.

"HEEIIII, PEREMPUAN SIAL!!! CEPAT PERGI SEBELUM KEBERADAANMU DI RUMAH INI SEMAKIN MEMBUAT KAMI LEBIH SIAL LAGI!!!" teriak Ny.Amiadi dari ruang tamu rumahnya.

Vivi dan Malika tersentak dan segera melepaskan pelukan mereka, "Ayo, Kak! Cepat! Biar aku yang gendong Leo!" Vivi menawarkan bantuan terakhir yang bisa ia berikan pada mantan kakak iparnya itu.

Malika mengangguk dengan cepat dan langsung menyambar Reo ke dalam gendongan. Malika menggendong Reo dengan sebelah tangan sementara tangan satunya menyeret sebuah koper besar yang berisi barang-barangnya dan juga barang-barang si kembar.

"Apa keinginan terakhirmu sebelum pergi dari sini?" tanya Haris dengan suara sedingin es.

"Aku minta segera selesaikan surat-suratnya karena mungkin aku akan kembali ke kampung halamanku. Tapi untuk sementara, aku akan menumpang di rumah saudaraku sebelum surat cerainya keluar, jadi kuminta kau bereskan dengan cepat!" jawab Malika dengan wajah sendu.

"Baiklah, itu gampang! Karena aku juga ingin segera meresmikan perceraian kita!" jawab Haris.

"Aku akan menemani Kak Malika untuk mencari taksi di ujung jalan! Si kembar sama-sama tidur, dia tidak mungkin bisa membawa keduanya bersamaan!" pamit Vivi pada keluarganya.

"Terserah kau saja!" Haris yang menjawab, masih tanpa ekspresi, sedangkan Ny.Amiadi hanya mendengus keras karena kesal dengan kebaikan Vivi terhadap Malika.

Ketika Malika dan Vivi keluar dari pintu rumah kediaman Amiadi, Haris langsung berbalik dan berlalu ke arah sebaliknya. Pria itu bahkan tidak melirik wajah anak kembarnya untuk yang terakhir kali.

Dengan tenang ia masuk ke dalam kamarnya yang sudah hampir tiga tahun ini ditempatinya seorang diri sejak anak kembarnya lahir. Haris dan Malika memang sudah pisah ranjang sejak Malika melahirkan, bahkan sejak perut Malika membesar karena mengandung bayi kembar.

Penampilan Malika yang hamil besar dan tak lagi nampak menarik baginya membuat Haris enggan menyentuh wanita yang saat itu masih menjadi istrinya itu.

Apalagi ketika Malika malah lebih sibuk mengurus bayi kembarnya ketimbang mengurusnya, Haris semakin kesal dibuatnya. Seolah-olah fungsi Malika sebagai istrinya sudah tak ada. Malika seolah sudah tak berguna lagi baginya.

Di ujung jalan, Vivi masih setia menunggui Malika sampai mendapat taksi. Saat sebuah taksi kosong kemudian berhenti di depan mereka dan menawarkan armadanya, tanpa ragu Malika segera mengangguk mengiyakan.

Sopir taksi turun untuk membantu Malika memasukkan kopernya ke dalam bagasi, dan setelah menidurkan Reo lebih dulu di kursi penumpang, Malika lantas meraih Leo yang masih ada dalam gendongan Vivi.

Ketika Malika dan kedua anaknya sudah duduk di dalam taksi, Vivi dengan cepat menyelipkan sebuah amplop ke dalam telapak tangan Malika. Membuat Malika terkesiap dan memekik, "Apa ini, Vi?" tanyanya kaget.

"Maaf, Kak! Mungkin isinya enggak banyak, tapi moga aja cukup untuk biaya hidup kak Malika dan anak-anak selama sebulan. Aku tahu Kak Haris nggak ngasih apa-apa, makanya aku nyiapin ini untuk kalian!" ucap Vivi dengan mata berkaca-kaca.

"Ya ampun, Vi, tapi kamu harusnya enggak perlu repot-repot begini!" Malika pun jadi terharu.

"Tolong terima, Kak! Dan tolong maafin keluargaku!" pinta gadis itu dengan air mata yang sudah berlinang.

Saat itu hati Malika terasa perih, dan kali ini, linangan air yang tumpah dari kedua matanya benar-benar hasil dari emosi kesedihannya. Malika menyadari, satu-satunya hal yang membuatnya sedih atas perceraiannya dengan Haris adalah perpisahannya dengan Vivi. Wanita muda yang selalu tulus padanya selama ini.

Malika mengangguk kuat-kuat di hadapan Vivi, "Makasi, Vi! Makasi banyak atas bantuanmu selama ini!" ucap Malika tak kalah tulusnya.

Vivi balas mengangguk, dadanya naik turun akibat sesak yang ia rasakan. Wanita muda itu sesenggukan dengan keras. Membuat Malika semakin trenyuh melihatnya.

"Sudah bisa berangkat, Bu?" tanya pak sopir dengan hati-hati.

"Iya, Pak!" jawab Malika lirih saat Vivi sudah melepaskan tautan tangan mereka.

Dengan pasti, taksi yang ditumpangi Malika dan kedua anaknya melaju pergi dari hadapan Vivi—wanita muda yang masih terdiam mematung dipinggir jalan menatap kepergian taksi yang membawa Malika dan si kembar pergi dari neraka bernama keluarga Amiadi.

.

.

.

To be Continue....

Terpopuler

Comments

Arkan_fadhila

Arkan_fadhila

yaa allaaahhh sakit banget jd kamu

2023-06-16

0

Lhady Uriyama

Lhady Uriyama

harus sama ibunya, egois, untung ada Vivi yg baik sama kja ipar, manusia macam apa ayah seperti itu

2023-02-12

0

Uti Enzo

Uti Enzo

mewek baca ini thor

2022-10-10

0

lihat semua
Episodes
1 PENGENALAN TOKOH
2 TALAK
3 GOOD BYE HELL
4 RECOVERY HATI
5 RESMI CERAI
6 KENYATAAN PAHIT
7 KEMBALI MELANGKAH
8 KESAN PERTAMA
9 KESEMPATAN EMAS
10 INTERVIEW
11 PENASARAN
12 REJEKI TAK KEMANA
13 PERTEMUAN MEMALUKAN
14 GODAAN TERBERAT
15 INSIDEN MENDEBARKAN
16 PEREMPUAN TANGGUH
17 KITA TUNGGU SAJA
18 HATER DADAKAN
19 GAGAL MENGHINDAR
20 CUEKIN AJA
21 KUCING-KUCINGAN
22 UMPAN UNTUK MALIKA
23 BAPERNYA TAKI
24 AKAL-AKALAN TAKI
25 TERSUDUT
26 PAGI YANG INDAH
27 SOGOKAN
28 PANGGIL NAMAKU!!!
29 MODAL NEKAT
30 BUDAK CINTA
31 BERBURU MAINAN
32 MAKAN MALAM
33 KASMARAN
34 PRIA MENCURIGAKAN
35 MENGUNGSI
36 ADU MULUT
37 TERUSIR
38 KECEWA
39 BERTAHAN
40 MAAF
41 DESAS DESUS
42 TAHU DIRILAH!
43 BAD MOOD
44 TAK SEMPURNA
45 SALING RINDU
46 JURUS TERJITU
47 MENANGKAP BASAH
48 PRIA DARI MASA LALU
49 RAHASIA LANGIT
50 MELANGKAH BERSAMA
51 TANDA PENGIKAT
52 UNDANGAN
53 BE POSITIVE
54 SEKILAS CAHAYA
55 TUJUH BULANAN
56 KEPULANGAN KELUARGA TAKI
57 SIBLING
58 KEKASIH GELAP
59 PERTEMUAN KELUARGA
60 PENOLAKAN HANA
61 RENCANA HARIS (I)
62 TINDAKAN LANGIT
63 HADAPI SAJA
64 KETIKUNG
65 MANTAN vs CALON SUAMI (I)
66 MANTAN vs CALON SUAMI (II)
67 MANTAN vs CALON SUAMI (III)
68 RENCANA HARIS (II)
69 KEMBALI BERULAH
70 TERHASUT
71 HARI YANG BURUK (I)
72 HARI YANG BURUK (II)
73 HARI YANG BURUK (III)
74 IMOUTO-SAN
75 EMERGENCY CALL
76 DETIK-DETIK MENEGANGKAN
77 CINTA YANG DEWASA
78 KABAR GEMBIRA
79 BUKAN MALAIKAT
80 SETIMPAL (I)
81 SETIMPAL (II)
82 HARAPAN VIVI
83 KESEPAKATAN
84 TAK BERJODOH
85 BANTU DO'A
86 HOT DADDY
87 PAKET TANPA NAMA
88 UNBOXING
89 KAMU DAN KENANGAN
90 CAHAYA DI MATA LANGIT
91 SALAH TINGKAH
92 JANJI
93 TANPA SYARAT
94 DRAMA DI NEGERI SAKURA
95 HASIL DIAGNOSA
96 MERAPUH
97 HARAPAN
98 PULANG
99 PILLOW TALK
100 TAK SELALU INDAH (I)
101 TAK SELALU INDAH (II)
102 SURGA KITA
103 EPILOG
104 Cahaya Langit: DARI HATI
Episodes

Updated 104 Episodes

1
PENGENALAN TOKOH
2
TALAK
3
GOOD BYE HELL
4
RECOVERY HATI
5
RESMI CERAI
6
KENYATAAN PAHIT
7
KEMBALI MELANGKAH
8
KESAN PERTAMA
9
KESEMPATAN EMAS
10
INTERVIEW
11
PENASARAN
12
REJEKI TAK KEMANA
13
PERTEMUAN MEMALUKAN
14
GODAAN TERBERAT
15
INSIDEN MENDEBARKAN
16
PEREMPUAN TANGGUH
17
KITA TUNGGU SAJA
18
HATER DADAKAN
19
GAGAL MENGHINDAR
20
CUEKIN AJA
21
KUCING-KUCINGAN
22
UMPAN UNTUK MALIKA
23
BAPERNYA TAKI
24
AKAL-AKALAN TAKI
25
TERSUDUT
26
PAGI YANG INDAH
27
SOGOKAN
28
PANGGIL NAMAKU!!!
29
MODAL NEKAT
30
BUDAK CINTA
31
BERBURU MAINAN
32
MAKAN MALAM
33
KASMARAN
34
PRIA MENCURIGAKAN
35
MENGUNGSI
36
ADU MULUT
37
TERUSIR
38
KECEWA
39
BERTAHAN
40
MAAF
41
DESAS DESUS
42
TAHU DIRILAH!
43
BAD MOOD
44
TAK SEMPURNA
45
SALING RINDU
46
JURUS TERJITU
47
MENANGKAP BASAH
48
PRIA DARI MASA LALU
49
RAHASIA LANGIT
50
MELANGKAH BERSAMA
51
TANDA PENGIKAT
52
UNDANGAN
53
BE POSITIVE
54
SEKILAS CAHAYA
55
TUJUH BULANAN
56
KEPULANGAN KELUARGA TAKI
57
SIBLING
58
KEKASIH GELAP
59
PERTEMUAN KELUARGA
60
PENOLAKAN HANA
61
RENCANA HARIS (I)
62
TINDAKAN LANGIT
63
HADAPI SAJA
64
KETIKUNG
65
MANTAN vs CALON SUAMI (I)
66
MANTAN vs CALON SUAMI (II)
67
MANTAN vs CALON SUAMI (III)
68
RENCANA HARIS (II)
69
KEMBALI BERULAH
70
TERHASUT
71
HARI YANG BURUK (I)
72
HARI YANG BURUK (II)
73
HARI YANG BURUK (III)
74
IMOUTO-SAN
75
EMERGENCY CALL
76
DETIK-DETIK MENEGANGKAN
77
CINTA YANG DEWASA
78
KABAR GEMBIRA
79
BUKAN MALAIKAT
80
SETIMPAL (I)
81
SETIMPAL (II)
82
HARAPAN VIVI
83
KESEPAKATAN
84
TAK BERJODOH
85
BANTU DO'A
86
HOT DADDY
87
PAKET TANPA NAMA
88
UNBOXING
89
KAMU DAN KENANGAN
90
CAHAYA DI MATA LANGIT
91
SALAH TINGKAH
92
JANJI
93
TANPA SYARAT
94
DRAMA DI NEGERI SAKURA
95
HASIL DIAGNOSA
96
MERAPUH
97
HARAPAN
98
PULANG
99
PILLOW TALK
100
TAK SELALU INDAH (I)
101
TAK SELALU INDAH (II)
102
SURGA KITA
103
EPILOG
104
Cahaya Langit: DARI HATI

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!