KESEPAKATAN ANTARA IBU DAN ANAK

Kasus pembunuhan Emilio, cucu pimpinan De Duivel, berhasil menyita perhatian masyarakat kota. Meski tak satupun media yang menyinggung tentang De Duivel, berita ini cukup menggemparkan karena tanpa diduga disinggung oleh walikota dalam pidatonya. Ia menyorot tentang kekerasan yang semakin marak terjadi di sekolah-sekolah dan mendorong pemerintah pusat untuk serius merevisi undang-undang tentang perlindungan anak.

Kasus korupsi proyek pembangunan stadion baru sudah menghiasi media-media beberapa hari ini. Walikota Arjuna Prima menjadi sosok yang paling disorot terkait kasus tersebut mengingat proyek tersebut berawal dari janji kampanyenya dulu. Tidak sekali dua kali pewarta yang menyayangkan sikap tidak kooperatif yang ditunjukkan sang Walikota dalam memberikan informasi pada awak media.

Lara, Dion dan nenek Sulis tidak terlalu memedulikan berita yang sedang tayang di televisi mereka saat itu. Mereka hanya saling pandang tanpa kata-kata untuk beberapa waktu lamanya. Banyak pertanyaan yang sedang mereka susun di kepala mereka dan menunggu momen yang tepat untuk memuntahkannya.

“Jadi kau benar-benar bisa tinggal di sini?” Nenek Sulis membuka sesi tanya jawab.

“Iya, besok orangtua palsuku akan datang dan berbicara pada Mama agar aku bisa kos di sini,” jawab Lara datar. “Dan bocah ini, kenapa Mama berbohong padaku tentang bagaimana dirinya di sekolah?”

“Nenek tidak bohong! Aku –“

Pembelaan dari Dion terhenti ketika mamanya menatap dengan tajam sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

“Ya, Mama tidak pernah bohong,” kata nenek Sulis santai. “Coba katakan, apa kebohongan Mama?”

“Mama bilang Dion adalah anak yang baik, pintar dan populer. Tapi apa yang kulihat? Dia memanjat pagar, bergaul dengan geng aneh yang hobi menonton video mesum dan ternyata semester lalu ia berada di peringkat ketiga dari bawah!”

Dion hanya tertunduk mendengar tuduhan-tuduhan yang diajukan sang mama. Semuanya benar. Perlahan rasa bersalah tumbuh di hatinya. Ia melihat wajah sang mama, pantas saja jika wanita itu kecewa dengan kelakuannya. Ia masih ingat saat kecil dulu, betapa mamanya berharap ia bisa menjadi anak yang luar biasa. Seperti mendiang papanya.

“Dia mungkin tidak sebaik yang kau sangka. Tidak juga sepintar atau sepopuler yang kau harapkan. Tapi mama ingin kau memandangnya tidak seperti mama memandangmu dulu. Mama ingin kau bangga padanya.”

Kata-kata nenek Sulis mengejutkan Lara dan Dion. Wajah wanita paruh baya itu tetap tenang meski harus menerima bombardir dari anak perempuannya. Tak lupa ia menyematkan senyum hangat saat mengatakannya.

“Maksud Mama?”

“Mungkin di sekolah ia sering terlambat datang, tidak mengerjakan PR, ketiduran di kelas, atau kenakalan lainnya. Tapi kata guru-gurunya, ia tidak pernah melawan dan suka membantu. Mungkin peringkatnya berada di urutan ketiga dari bawah, tapi setidaknya ia lebih pintar dari dua temannya. Dan ia juga tidak sepopuler yang pernah kuceritakan padamu, tapi ia selalu membela teman-temannya yang dibuli siswa lain. Mama selalu bangga padanya.”

Lara tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia tahu ke arah mana perkataan mamanya itu. Secara tersirat, nenek Sulis ingin mengatakan kalau Dion yang sekarang masih jauh lebih baik dengan dirinya dulu.

“Kalau memang aku tidak seperti yang Mama harapkan, aku minta maaf,” sela Dion.  Emosinya naik dan nada bicaranya mulai meninggi. “Tapi posisi kita adil. Mama juga tidak seperti yang aku harapkan. Sebaiknya kita mengurus urusan kita sendiri dan Mama berhenti –“

Lara sangat marah dengan ketidaksopanan yang ditunjukkan Dion. Ia ingin memberi pendisiplinan berupa pukulan agar anaknya bisa menghormatinya. Tapi tanpa diduga, sebelum Lara bersiap memukul, nenek Sulis sudah lebih dulu menampar bibirnya. Dion terkejut karena mengira sang nenek berada di pihaknya. Ia mengelus-elus bibirnya dengan tatapan tetap ke arah nenek Sulis.

“Bukan berarti kau bisa seenaknya dengan mamamu. Sikapmu itu sudah keterlaluan pada mamamu,” kata nenek Sulis sembari beranjak dari tempat duduknya. “Kau pikir yang mamamu lakukan itu untuk bersenang-senang? Kau sudah tahu apa pekerjaannya. Tentu kau juga tahu apa yang terjadi padanya jika ia tiba-tiba menghentikan penyamarannya! Kalian berdua sama saja. Keras kepala dan merasa paling pintar.”

Nenek Sulis pergi menuju kamarnya, meninggalkan pasangan ibu dan anak itu. Televisi sudah tidak lagi menyiarkan berita dan berganti dengan acara talkshow, tapi sikap hati mereka masih belum berubah. Mereka berdua masih saling menyalahkan meski hanya melalui tatapan. 

Dan malam itu berlalu dengan masih menyisakan kekesalan di antara mereka berdua. 

*          *         *

Lara merapatkan kedua kakinya. Ia meletakkan tangannya ke atas paha dan tubuhnnya sedikit membungkuk. Di hadapannya ada sang ibu. Seumur hidupnya, baru kali ini ia duduk sesopan itu di depan nenek Sulis. Di kiri dan kanannya ada sepasang suami istri yang dari wajahnya terlihat berumur sekitar empat puluh tahunan.

“Saya mendengar Ibu mengijinkan putri saya kos di sini, ya?” tanya lelaki di kanannya. Mama Lara, yang sedang berusaha menahan tawa, mengiyakan. “Kami sangat bersyukur karena sempat kebingungan mencari tempat tinggal yang aman baginya.

“Benar, kondisi perusahaan kami di luar kota sedang ada masalah. Jadi kami harus sering berada di sana. Padahal kami pulang ke negeri ini agar bisa mengurus Lara sepenuhnya,” timpal yang perempuan sambil terisak.

“Tidak apa. Kemarin Lara sudah berbicara denganku mengenai kondisi orangtuanya. Sebagai sesama orangtua, aku bisa mengerti. Lagipula dia teman cucuku. Mereka sangat akrab meski baru berkenalan,” ujar nenek Sulis.

“Kami juga ingin meminta tolong satu hal lagi.” Si lelaki kembali memohon saat nenek Sulis berpikir mereka sudah akan pergi. “Kami berpikir tidak baik jika orang tahu Lara hidup di kota ini tanpa dampingan orangtuanya. Untuk itu, bisakah Ibu berpura-pura sebagai saudara jauhnya? Misalnya sebagai kakak dari nenek Lara.”

Lara menahan tawanya. Sebenarnya semua ini adalah rencananya. Ia yang mengusulkan pada organisasi untuk mengijinkannya tinggal di rumah warga biasa. Dari dia juga ide untuk meminta nenek Sulis berpura-pura menjadi saudaranya. Alasannya, agar ia tidak terlihat mencurigakan mengingat ia datang tak lama setelah cucu pimpinan salah satu organisasi terbesar di negeri ini tewas dibunuh.

Namun tetap saja lucu melihat ibunya sendiri disuruh berpura-pura menjadi neneknya.

“Hanya ketika orang bertanya saja Ibu beritahu seperti itu,” tambah si perempuan. “Kami mohon, Bu. Setelah kondisi perusahaan kami sudah stabil, kami akan membawa Lara kembali.”

Karena sudah terlalu cukup pusing, nenek Sulis mengiyakan semua permintaan mereka dan menjamin akan memenuhi semua yang mereka inginkan. Kedua pasangan suami istri palsu itupun pamit. Sebelum pergi, mereka memeluk Lara sambil menangis.

“Mama tahu? Mereka itu sebenarnya masih lebih muda dariku,” kata Lara di sela tawanya sesaat setelah kedua orangtua palsunya pergi.

“Apakah kau sering melakukan ini? Menipu penipu?” tanya nenek Sulis dengan wajah heran.

“Sering, tapi tetap saja aku masih menganggapnya lucu,” jawab Lara yang baru saja berhenti tertawa terbahak-bahak hingga mengeluarkan airmata. “Dan tak kusangka, mamaku sekarang menjadi nenekku.”

“Jangan menertawakan mereka. Kau juga adalah bagian mereka.”

“Meski bekerja untuk mafia, aku masih punya darah polisi. Jadi melihat para penjahat dipermainkan, bagiku itu menyenangkan.”

Lara kembali tertawa. Nenek Sulis hanya memandangnya dengan tatapan lembut. Tiba-tiba ia mengelus pundak putrinya. “Tapi tidakkah ironis? Di kehidupan nyata dulu kau memiliki orangtua yang sibuk dan tidak selalu ada di sisimu. Dan sekarang, dalam penyamaran pun kau memiliki orangtua yang demikian.”

Kata-kata itu menghentikan tawa Lara. Ia menatap mamanya. Ada guratan penyesalan yang ia lihat dari wajah yang sudah semakin keriput itu. Lara kembali teringat kejadian di masa remajanya dulu, ketika ia sangat marah pada sang mama.

“Mungkin kau tidak menyadari kalau Dion mengalami hal yang sama juga.”

Dan ternyata kata-kata nenek Sulis belum berhenti menyentaknya. Lara sering mengeluh karena tidak memiliki waktu yang banyak untuk mengurus anaknya. Tapi ia tidak pernah ingat bagaimana akibatnya bagi Dion.

Lara tidak langsung merespon. Ia hanya diam mengingat kehidupannya di masa lalu, di mana ia sering menyalahkan ibunya atas kenakalan yang ia lakukan. Dan kini ia melakukan kesalahan yang sama terhadap anaknya. Perlawanan Dion padanya kemarin membuktikan kalau anaknya itu juga menyalahkannya. Jika Dion tak lebih baik darinya dulu, bagaimana bisa Lara balik menyalahkannya?

“Dion sangat menyayangimu. Sebelumnya ia tidak pernah menyalahkanmu, meski kau jarang bersamanya. Ia juga tidak pernah marah setiap kali kau menyuruh kami pindah rumah karena kondisi pekerjaanmu. Bahkan ia tidak berkomentar apa-apa ketika kau meminta kami berbohong pada tetangga dan pihak sekolahnya kalau ia sudah tidak punya orangtua dan hanya hidup dengan neneknya,” lanjut nenek Sulis. “Mungkin kemarin ia mengatakan itu karena kesal padamu. Wajar saja, ia tidak ingin orangtuanya diperlakukan seperti dirinya, apalagi di lingkungan yang sama dengannya.”

Semua yang dikatakan nenek Sulis ada benarnya. Selama ini, ketika Lara datang dan menginap di rumah –tanpa sepengetahuan para tetangga– Dion selalu menyambutnya dengan baik. Tak pernah sekalipun Dion memprotes pekerjaan dan ketidakhadirannya dalam beberapa momen penting.

“Sepertinya aku melakukan banyak kesalahan padanya. Padahal aku hanya sangat senang bisa menghabiskan banyak waktu bersamanya meski dalam situasi yang aneh,” kata Lara lirih seraya memandang pintu kamar Dion. “Aku akan berusaha semampuku untuk menyelesaikan tugasku. Dengan begitu, aku akan berhenti menjadi Lara.”

Tanpa disadari Lara, di balik pintu yang ia pandang itu bersandar Dion yang sedari tadi mendengar percakapan di ruang tamu. Ia termenung sambil mengingat perdebatannya dengan sang nenek tadi malam.

“Pokoknya Nenek harus larang mama menyamar di sekolahku. Atau Nenek pindahkan aku ke sekolah lain.”

“Memangnya kenapa? Bukankah selama ini kau sudah tahu bagaimana mamamu bekerja?”

“Aku tahu dan selama ini aku tidak pernah protes. Tapi untuk kali ini, aku keberatan. Aku tidak suka!”

Nenek Sulis hanya tersenyum. Ia meraih tangan cucu kesayangannya dan membelai rambutnya lalu mengajaknya duduk. Di hadapan mereka ada segelas susu hangat yang telah dibuat oleh nenek Sulis untuk cucunya. Beliau tahu, setiap kali Dion mengalami tekanan atau emosi yang berlebihan, minuman itu selalu ampuh menenangkannya. 

“Kau tahu? Dulu mamamu sangat menyukai film Ada Apa Dengan Cinta. Ia selalu membayangkan betapa menyenangkannya pakai seragam putih abu-abu. Maka ketika ia tamat SMP, betapa senangnya hati mamamu. Namun saking senangnya, ia dan mendiang papamu melakukan hal bodoh. Sebulan kemudian, bersamaan dengan keluarnya hasil penerimaan siswa SMA tempat mamamu mendaftar, kami mengetahui kalau dia sedang mengandung.”

Nenek Sulis menarik nafas, seakan memberi waktu jeda untuk menenangkan pikiran Dion yang sedikit terkejut dengan cerita masa lalu mamanya. “Ia sempat sedih karena harus mengubur impiannya untuk menjadi anak SMA. Nenek tahu nenek telah bersalah padamu, tapi saat itu karena melihat betapa sedihnya mamamu, nenek sempat mengusulkan untuk menggugurkanmu. Saat itu hanya ide itu yang ada di pikiran nenek mengingat mamamu masih muda dan harus mengejar mimpinya. Apalagi nenek sangat sibuk bekerja dan takut direpotkan oleh seorang bayi.

“Namun mamamu luar biasa. Ia menolak usul itu dan memutuskan untuk melahirkanmu ke dunia ini. Mendiang papamu juga luar biasa. Ia langsung menikahi mamamu meski keluarganya menentang dan menyuruhnya pindah ke luar kota. Mereka bahkan pergi tanpa memberitahu nenek karena takut nenek akan memengaruhi mereka lagi untuk menggugurkanmu.

“Mereka harus berjuang keras melalui berbagai penderitaan karena keputusan mereka itu. Mulai dari putus sekolah, papamu yang harus bekerja dengan modal ijazah SMP, gunjingan dari para tetangga, tinggal tanpa bantuan dari siapa pun serta tekanan dari keluarga papa. Dan akhirnya nenek tahu, kalau mereka telah mengambil keputusan yang sangat tepat.”

Dion tidak bisa mengucapkan kata-kata apapun. Yang ada di hati dan pikirannya saat ini adalah rasa sesal karena telah menyakiti hati sang mama. Ia merasa telah menderita hanya karena mamanya menyamar di sekolah yang sama dengannya. Padahal mamanya tak pernah sedikit pun mengeluh untuk penderitaan yang telah dilalui lalui sejak mengandung dirinya.

“Biarkanlah mamamu bahagia menikmati masa SMA yang tidak pernah ia lalui, meski hanya sebentar. Nenek yakin, setelah pekerjaannya selesai di sana, ia akan berhenti menyamar,” tambah nenek Sulis.

Dion tak lagi memberontak. Ia mulai menerima kondisi di mana ia harus satu sekolah dengan sang mama. Berat, tapi ia harus menerimanya. Bayangannya tentang hal-hal memalukan yang mungkin terjadi ke depannya mulai ia hapus.

Tak lama ia membuka pintu kamarnya. Wajah mama dan neneknya yang sedikit terkejut menyambutnya. Ia tidak mengeluarkan ekspresi apapun, namun itu justru menunjukkan kalau ia sedang menyimpan sesuatu yang serius di hatinya.

“Baik, aku takkan protes tentang penyamaran Mama. Tapi ada satu syarat.”

“Apa itu?”

“Ajari aku menggunakan pistol.” Belum selesai anaknya bicara, Lara memalingkan tubuhnya dan bersiap pergi. Dion segera menahannya. “Baiklah, aku hanya minta dilibatkan dengan pekerjaan Mama kali ini.”

Seisi ruangan hening. Lara bingung harus menjawab apa. Ia tidak menyangka anaknya akan mengajukan permintaan seperti itu. Tapi Dion adalah remaja laki-laki. Wajar jika ia memiliki ketertarikan dengan segala bentuk kegiatan yang bisa memacu adrenalin. Kebetulan mamanya seorang mafia, pasti sudah lama ia menunggu kesempatan ini. 

Dan lara tentu saja menolak permintaan tersebut. Melibatkan Dion dalam tugas ini sama saja dengan menyeretnya dalam pusaran organisasi. Lara tahu betul apa akibatnya.

“Tidak, tentu saja tidak. Mama tidak akan membiarkanmu terlibat. Kau hanya pura-pura tidak peduli saja dengan apa yang Mama kerjakan sepanjang penyamaran. Mama akan –“

“Aku tahu Mama sedang menyelidiki kasus pembunuhan Emillio yang terjadi beberapa hari lalu. Mama membutuhkanku, karena dari semua siswa sekolah itu, mungkin hanya aku yang tahu kalau dia adalah cucu dari pimpinan sebuah organisasi mafia.”

Kembali Lara tidak bisa berkata-kata. Ia sama sekali tidak menyangka anaknya mengetahui kasus yang sedang ia selidiki. Di satu sisi ia senang karena mendapat sedikit bantuan. Namun di sisi lain ia merasa ngeri karena mengetahui anaknya memiliki informasi tentang dunia mafia.

“Sebanyak apa info yang kau punya?” tanya Lara.

“Sangat banyak, dan hanya akan kuberikan kalau Mama membiarkanku untuk membantu. Katakan saja, apa yang Mama inginkan? Tanggal kejadian? Tempat kejadian? Senjata yang digunakan pembunuh? Atau saksi mata yang dirahasiakan pihak kepolisian?”

Dan Lara benar-benar dalam posisi dilematis.

Terpopuler

Comments

Olan

Olan

aku mampir kekaryamu thor🥰 salam dari Hate But love. mari saling dukung

2021-09-22

1

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 AWET MUDA ITU ADALAH KUTUKAN
3 RAHASIA YANG SUDAH LAMA TAK LAGI MENJADI RAHASIA
4 KESEPAKATAN ANTARA IBU DAN ANAK
5 KODE ETIK
6 FIRST DAY OF SCHOOL
7 HIDUP TAK SESERU APA YANG ADA DI TELEVISI
8 SEBUAH POHON BISA DIKENALI DARI BUAHNYA
9 PERTANDINGAN ADALAH VERSI KECIL DARI PERANG
10 RENCANA DI DALAM RUANG BK
11 FASE JATUH CINTA
12 TERSANGKA PERTAMA
13 ADA YANG SENANG DISOROT, ADA JUGA YANG MEMBENCINYA
14 CARA KERJANYA CINTA MEMANG MEMBINGUNGKAN
15 GURU YANG MENCURIGAKAN
16 WANITA ITU MENYERAMKAN, MESKI IA BUKAN ANGGOTA MAFIA
17 MENURUT PSIKOLOGI, MEREKA ADALAH PASANGAN SEPUPU YANG BERBAHAYA
18 PESTA YANG DIBATALKAN
19 MENILAI ORANG ADALAH PEKERJAAN YANG SULIT
20 OPERASI PEMBERSIHAN
21 ROMANCE BEFORE THRILLER
22 PERTARUNGAN PARA LEGENDA
23 PERUBAHAN SITUASI
24 SAKSI YANG TAK DIDUGA
25 SEKUTU DARI MASA LALU
26 AWAL DARI KEHIDUPAN YANG GELAP INI
27 MENCARI MENTARI
28 VIVERE PERICOLOSO
29 TAK SEPERTI YANG TERLIHAT SELAMA INI
30 TRIO CER-BE-RUS
31 MENINGGALKAN NOMOR TELEPON
32 LELAKI HARUS MENJADI HEBAT DEMI ORANG YANG IA CINTAI
33 MASA LALU YANG DISESALI
34 MENDATANGI NERAKA
35 ANGGOTA BARU
36 PENYERGAPAN KE DUNIA BAWAH
37 ORANG BODOH SERING LUPA JIKA IA BODOH
38 RENCANA KUDETA
39 PENGKHIANATAN ADALAH DOSA YANG TAK TERAMPUNI
40 KISS OF DEATH
41 KRONOLOGI
42 SEMUA ORANG BERHAK UNTUK BAHAGIA
43 REKONSILIASI
44 DUNIA YANG BARU
45 EPILOG
Episodes

Updated 45 Episodes

1
PROLOG
2
AWET MUDA ITU ADALAH KUTUKAN
3
RAHASIA YANG SUDAH LAMA TAK LAGI MENJADI RAHASIA
4
KESEPAKATAN ANTARA IBU DAN ANAK
5
KODE ETIK
6
FIRST DAY OF SCHOOL
7
HIDUP TAK SESERU APA YANG ADA DI TELEVISI
8
SEBUAH POHON BISA DIKENALI DARI BUAHNYA
9
PERTANDINGAN ADALAH VERSI KECIL DARI PERANG
10
RENCANA DI DALAM RUANG BK
11
FASE JATUH CINTA
12
TERSANGKA PERTAMA
13
ADA YANG SENANG DISOROT, ADA JUGA YANG MEMBENCINYA
14
CARA KERJANYA CINTA MEMANG MEMBINGUNGKAN
15
GURU YANG MENCURIGAKAN
16
WANITA ITU MENYERAMKAN, MESKI IA BUKAN ANGGOTA MAFIA
17
MENURUT PSIKOLOGI, MEREKA ADALAH PASANGAN SEPUPU YANG BERBAHAYA
18
PESTA YANG DIBATALKAN
19
MENILAI ORANG ADALAH PEKERJAAN YANG SULIT
20
OPERASI PEMBERSIHAN
21
ROMANCE BEFORE THRILLER
22
PERTARUNGAN PARA LEGENDA
23
PERUBAHAN SITUASI
24
SAKSI YANG TAK DIDUGA
25
SEKUTU DARI MASA LALU
26
AWAL DARI KEHIDUPAN YANG GELAP INI
27
MENCARI MENTARI
28
VIVERE PERICOLOSO
29
TAK SEPERTI YANG TERLIHAT SELAMA INI
30
TRIO CER-BE-RUS
31
MENINGGALKAN NOMOR TELEPON
32
LELAKI HARUS MENJADI HEBAT DEMI ORANG YANG IA CINTAI
33
MASA LALU YANG DISESALI
34
MENDATANGI NERAKA
35
ANGGOTA BARU
36
PENYERGAPAN KE DUNIA BAWAH
37
ORANG BODOH SERING LUPA JIKA IA BODOH
38
RENCANA KUDETA
39
PENGKHIANATAN ADALAH DOSA YANG TAK TERAMPUNI
40
KISS OF DEATH
41
KRONOLOGI
42
SEMUA ORANG BERHAK UNTUK BAHAGIA
43
REKONSILIASI
44
DUNIA YANG BARU
45
EPILOG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!