Indra terbangun saat matahari sudah tinggi. Cahaya matahari masuk dari sela-sela ventilasi. Laki-laki itu sudah sangat hafal dirinya sedang di mana. Karena ia sudah sering ke tempat tersebut.
Ia menoleh ke samping. Kosong. Sepertinya Alice sedang memasak di dapur. Ya, perempuan itu memang rajin memasak. Dan hasil masakannya selalu enak.
Setelah nyawanya terkumpul sempurna, Indra lantas turun dari ranjang dan mencuci muka di kamar mandi. Setelah itu menuju dapur.
Tepat dugaannya, di sana Alice tengah fokus pada kompor dan telfon. Indra tersenyum kecil. Laki-laki itu jalan mengendap-ngendap ke arah Alice, kemudian memeluk perempuan itu dari belakang.
Alice yang kaget, nyaris menjatuhkan spatula ke lantai. Perempuan itu lalu berdecak-decak kesal. "Lo ngeselin, sumpah. Kalau gue mati gara-gara jantungan gimana?" omelnya.
Indra terkekeh. "Gue nggak akan membiarkan itu terjadi," ujarnya.
"Lepas, dong! Gue nggak bisa masak dengan konsentrasi, nih," ujar Alice seraya melepaskan pelukan Indra.
Indra menurut, laki-laki itu berdiri di sebelah Alice. Ia memperhatikan dengan seksama tangan Alice yang lincah menari-nari di atas teflon.
"Lo masak apa?" tanya Indra. Jujur saja, walaupun ia sudah melihat, tapi ia tetap tidak tahu Alice akan memasak apa.
"Kari Thailand," jawab Alice seraya mematikan kompor karena ia telah selesai memasak.
"Kok hijau gitu? Kayak kolak aja," kekeh Indra.
"Namanya kari hijau."
Indra ber-oohh panjang.
Alice ini blasteran Indonesia Turki. Ibunya Indonesia dan ayahnya Turki. Sedangkan fisik Alice sendiri mengambil seluruh gen dari ayahnya.
"Di Turki ada kari juga nggak?" tanya Indra asal.
Alice mengedikkan bahunya acuh. "Nggak tahu," jawabnya ketus.
Bukan tanpa alasan Alice bersikap seperti itu, karena ia sangat membenci ayahnya yang tidak bertanggung jawab dan meninggalkannya sejak kecil. Sehingga ia pun tidak pernah mencari tahu informasi tentang Turki, karena setiap ia mengingat Turki, maka ia akan ingat dengan ayahnya.
Sedangkan ibunya, juga sudah menikah lagi dengan laki-laki Belanda dan sekarang menetap di negeri kincir angin tersebut.
Sejak remaja Alice sudah hidup sendiri. Mencari uang sendiri untuk bertahan hidup dan biaya sekolah. Orangtuanya, benar-benar tidak perduli.
Melihat ekspresi Alice yang tidak bersahabat, Indra pun mengubah topik pembicaraan. Tadi ia tidak sengaja keceplosan bertanya tentang Turki, padahal sebenarnya ia tahu tentang isi hati Alice.
"Kayaknya kapan-kapan kita perlu liburan bareng anak-anak deh. Nggak usah jauh-jauh. Ke Raja Ampat, misalnya," usul Indra.
Alice meletakkan karinya di atas meja. Perempuan itu menyahut singkat. "Boleh juga."
Samar-samar Indra mendengar suara dering ponselnya dari dalam kamar. Laki-laki itu lantas memeriksanya. Dan ternyata ada panggilan dari sang ibu di kampung.
"Halo, Ndra. Apa kabar? Mana Nina?" tanya ibunya begitu Indra mengangkat telepon tersebut.
"Baik, Bu. Nina ada, lagi tidur. Belum bangun," bohong Indra. Ia sengaja menjelek-jelekkan Nina supaya ibunya membenci perempuan itu.
"Ya ampun! Jam segini masih tidur?" Indra tersenyum bak iblis saat mendengar ibunya berteriak heboh. Namun seketika senyumnya itu reda ketika sang ibu melanjutkan kata-katanya. "Pasti tadi malam kamu apa-apain? Iya, kan? Nggak mungkin Nina itu bangun siang kalau nggak sakit ataupun kecapekan."
Indra mendengus pelan. Ibunya ini terlalu menyayangi Nina. Sebenarnya apa hebatnya Nina? Nina hanyalah seorang istri pembangkang.
"Tapi kabar Nina baik, kan?"
"Baik, Bu," jawab Indra lesu.
"Ya sudah, Ibu ada urusan ini. Titip salam untuk Nina."
Setelah telepon terputus, Indra langsung berdecak-decak kesal. "Sebenarnya yang anak Ibu itu gue atau Nina?"
"Ndra ...."
Suara merdu Alice membuat mood Indra kembali membaik. Laki-laki itu lantas menoleh ke belakang, dan ia mendapati Alice tengah berdiri di depan pintu kamar.
"Sarapan dulu, yuk," ajak Alice dengan nada rendah.
Indra mengangguk.
Mereka lalu sarapan bersama. Indra sangat menyukai masakan Alice. Seperti biasa, masakan perempuan itu sangat juara di lidahnya. Bumbu-bumbu yang ditakar oleh Alice selalu pas. Tidak pernah kurang ataupun lebih.
"Lo suka?" tanya Alice saat melihat Indra makan dengan sangat lahap.
Indra mengangguk. "Suka benget. Seperti biasa, masakan lo juara," pujinya tulus.
Mendapat pujian dari orang yang ia cintai, pipi Alice langsung merah bak seperti memakai blush on.
🍁🍁🍁
Indra melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah pukul empat sore. Laki-laki itu menoleh ke arah Alice yang tengah terlelap di sebelahnya.
Beberapa jam yang lalu, mereka baru saja melakukan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan. Tidur bersama tapi tanpa status. Jangankan suami istri, pacaran saja tidak.
Indra tidak pernah takut Alice akan hamil. Karena perempuan itu sudah membentengi dirinya sendiri. Ia sudah suntik KB.
Alice menggeliat pelan, kemudian ia membuka matanya perlahan-lahan. Perempuan itu langsung tersenyum lebar saat matanya bertatapan dengan Indra.
"Nggak usah pulang, ya. Tidur sini aja," rengek Alice.
Indra mengangguk. Laki-laki itu memang sudah bosan tinggal satu atap dengan Nina. Sehingga ia tidak mungkin menolak permintaan Alice yang sangat menggiurkan itu.
"Gue laper," bisik Indra.
"Ya makan, dong. Di dapur kan masih ada makanan," sahut Alice.
"Bukan laper itu, tapi ini."
Indra lalu menci** bibi* Nina dan kemudian mereka melakukan perbuatan itu lagi.
🍁🍁🍁
Nina berjingkrak girang saat ia mendapat sebuah email dari salah satu sekolah yang ia lamar. Perempuan itu tidak menyangka kalau email lamaran kerjanya akan segera ditanggapi oleh pihak sekolah.
Perempuan itu lalu mencari lokasi menggunakan google maps. Dan ia menghembuskan nafas lega saat tahu lokasi sekolah tersebut tidak jauh dari apartemennya. Hanya tiga kilometer saja. Nantinya ia bisa pergi menggunakan ojek daring saja.
Besok pagi Nina disuruh datang untuk wawancara. Tentunya perempuan itu sangat antusias sekali. Ia pun mulai menyiapkan pakaian terbaiknya.
Setelah mengacak-acak isi satu lemari, pilihannya jatuh pada celana dasar panjang warna hitam dan blus warna ungu muda.
Nina meletakkan pakaiannya ke lemari dengan tangan bergetar saat ia mendengar suara perempuan menangis dari luar kamarnya. Perempuan itu tidak mau melihat keluar. Ia tahu, itu pasti ulah perempuan tertusuk pisau.
Perempuan itu lantas membuka ponselnya dan memutar murottal Al-Qur'an. Ia duduk di pinggir kasur dengan pandangan tertuju pada pintu kamar yang tengah tertutup rapat.
Dalam hati Nina berdo'a. Semoga ia dijauhkan dari gangguan-gangguan makhluk halus. Ia lelah. Benar-benar lelah. Kehidupan nyatanya saja sudah sangat rumit, ditambah lagi dapat gangguan dari makhluk halus. Bisa-bisa nantinya ia menjadi setres karena terlalu banyak pikiran.
"Indra ... kamu ke mana, sih? Dari semalem sampe ini mau malem lagi, tapi kamu nggak pulang-pulang juga," lirih Nina frustasi.
Masalahnya, kalau apartemen tersebut tidak bermasalah, Nina malah senang ketika ditinggal sendirian. Tapi ini kan berbeda cerita, apartemennya berhantu. Dan ia takut sendirian.
🍁🍁🍁
Gengs, kalau kalian baca tulisan ini, please kasih like dan komentarnya dong. Like dan komentar itu gratis loh. Kalian nggak akan rugi. Malah kalian mendapatkan kebaikan karena membahagiakan penulis. 🥰
Semoga hari kalian menyenangkan.
Luv Peje ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Hoirun Nisa
penasaran dg hantu cwek itu???
2022-01-01
0
Felisyah
semoga hantuny mo berteman ma nina...
kasih pelajaran buat indra thor..
enak bget tu laki main sm cewek lain..
😬😬😬
2021-10-04
3
s@gItaR!u$
aku pribadi bukanyya gk mau like atau koment thor ..tpi suka lupa ..saking semangat bacany ..karna penasaran bab selanjutnya ke gimana ..ini jempol tangan sukanya scroll2 mulu tiap abis bab ..😅😅😅
maaf y thor sering "lupa"
2021-09-27
1