Bab 3

Indra meninju dinding dengan sangat kesal. Orangtunya telah salah mencarikan ia istri. Cih! Istri macam apa yang tukang melawan seperti itu? Dasar tidak tahu sopan santun pada suami.

Laki-laki itu menggeram kesal seraya menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, ia merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Indra jadi ingat Alice. Perempuan itu baik dan lemah lembut. Tapi sayang ... ia tidak mencintai Alice. Cintanya masih tersimpan untuk Caca Calina, tetangganya di kampung.

"Oke, gue harus move on dari Lina. Mungkin Alice bisa membantu gue untuk move on," gumam Indra dengan mata yang menatap plafon.

Toh sebentar lagi Calina juga akan menikah, otomatis tidak ada lagi kesempatan bagi dirinya untuk mengejar cinta Calina. Lagipula, Calina tidak pernah sama sekali membalas cintanya.

Indra mengambil ponselnya dan menatap foto Alice. Gadis itu tengah tersenyum lebar sambil menatap kamera.

"Cantik," gumam Indra.

Indra ingat kejadian tadi malam. Ia dan Nina tidur bersama dan melakukan hubungan se**. Ya, mereka memang sering melakukan hubungan itu. Dan Alice tidak pernah rewel untuk meminta dinikahinya.

Perempuan itu sangat sabar dan selalu menunggu Indra membalas cintanya. Ia tidak mau memaksa Indra untuk mencintainya. Biarlah waktu yang akan menjawab semuanya.

Tiba-tiba saja Indra merasakan pipi kanannya seperti ditempeli es batu. Laki-laki itu segera meraba pipinya. Tidak ada apa-apa yang menempel.

Indra berdecak pelan. Laki-laki itu lantas menaruh ponselnya di atas lemari kecil. Kemudian ia bersiap untuk tidur. Energinya sudah habis terkuras tadi malam, jadi sekarang ia butuh istirahat yang cukup.

Saat Indra baru saja akan terpejam, tiba-tiba saja ia merasakan ada yang menarik kakinya. Hingga ia merosot sampai ke bawah.

Indra yang memang sudah lelah, tidak menghiraukan hal itu. Baginya itu adalah halusinasi saja. Ia pun kembali memejamkan matanya. Dan ia pun terlelap.

Sementara itu di sudut ruangan, sosok perempuan dengan perut tertusuk pisau, menatap Indra dengan nyalang. Seperti ada sebuah dendam di hatinya.

🍁🍁🍁

Indra sedang duduk-duduk di lantai balkonnya. Laki-laki itu tengah menikamati sebatang rokok. Matanya memandang ke atas, ke langit yang sudah mulai menggelap.

Tiba-tiba saja hidungnya mencium aroma yang sangat amis. Saat ia menoleh ke belakang, di mendapati sosok perempuan dengan perut tertusuk pisau tengah menatapnya dengan tatapan membunuh. Wajah perempuan itu sangat merah seperti bara.

Indra yang ketakutan, tak bisa lari dari sana. Bahkan berteriak pun ia tidak bisa. Rasanya, lidahnya menjadi kelu.

Sosok tersebut mencabut pisaunya dengan perlahan-lahan. Kemudian ia mendekati Indra dengan pisau yang tergenggam erat di tangannya.

Perempuan itu menyeringai lebar. Saking lebarnya, bibirnya sampai terbelah dari telinga kanan ke telinga kiri.

Indra yang ketakutan dan masih tidak bisa menggerakkan kakinya, masih berdiri di sana. Ia menatap hantu perempuan tersebut dengan pandangan memohon. Memohon untuk tidak membunuhnya.

"Mati, kau!" geram hantu tersebut sambil menusuk dada Indra berkali-kali. Kemudian ia mendorong Indra hingga terjatuh dari balkon. Tubuh Indra meluncur dari lantai tiga puluh gedung apartemen.

Sebelum tubuhnya menyentuh tanah, Indra terbangun dari tidurnya dengan keringat sebesar biji jagung. Laki-laki itu mengatur nafasnya yang tidak karuan.

Ia memegang dadanya dan mengucap syukur. Untung saja tadi itu hanya mimpi, bukan nyata. Tapi walaupun itu hanya mimpi, Indra merasakan itu semua seperti kenyataan.

"Kenapa mimpi gue kayak nyata, ya?" Indra memang dadanya yang terasa nyeri.

Laki-laki itu menggeleng pelan. Ia lalu bangun dari tempat tidur dan menutup gorden yang masih terbuka. Di luar sana, langit sudah gelap, matahari sudah bersembunyi sejak tadi.

"Pasti ini gara-gara tidur di waktu magrib," gumam Indra.

Indra pun memutuskan untuk mandi supaya tubuhnya kembali segar. Mimpi buruk telah membuat tubuhnya lengket akan keringat yang membanjiri dengan deras.

Begitu ia selesai mandi, ia segera bergegas keluar dari apartemen tersebut untuk bekerja sekaligus mencari hiburan di luar sana. Ya, jam kerja Indra memang tidak tentu. Kadang pagi, siang, sore, bahkan malam. Tergantung client saja.

Laki-laki itu melirik sekilas ke kamar Nina, terdengar suara orang mengaji tapi bukan Nina. Karena suara tersebut sangat merdu. Ya, Indra yakin, suara Nina tidak sebagus itu.

Indra lantas keluar apartemen begitu saja. Tidak memberitahu Nina sama sekali.

Sementara itu di kamarnya, Nina tengah memainkan ponselnya. Ia tengah berkirim kabar dengan ibunya di kampung.

Karena ia takut akan kesunyian, ia memutar suara orang mengaji yang ia download dari platform digital. Ia tengah tidak shalat, jadi tidak bisa untuk mengaji sendiri.

Nina menajamkan pendengarannya saat ia mendengar seperti ada yang berjalan menggunakan sepatu hak runcing di luar kamarnya. Perempuan itu lantas keluar kamar dengan mengendap-ngendap.

Begitu ia sampai di luar kamar, ia tidak mendapati siapapun di sana.

Tiba-tiba saja Nina merasakan bulu kuduknya meremang. Ia memiliki firasat buruk tentang itu.

Perempuan itu lantas segera kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal. Walaupun sebenarnya ia tidak mengantuk, tapi ia tetap bergelung di balik selimut. Karena hanya hal itu yang bisa membuatnya sedikit tenang.

Di luar sana, Indra tengah berkumpul bersama-sama geng-nya di kelab malam langganan mereka. Pemiliknya adalah salah satu dari mereka.

Alice yang baru datang, langsung bergabung bersama mereka. Ia duduk di sebelah Indra yang sudah mulai mabuk.

Perempuan itu menggeleng pelan, Indra ini hobi sekali minum sampai mabuk. "Nggak usah sampe mabuk, Ndra. Gue capek loh bawa lo yang lagi mabuk gitu. Badan lo itu besar, nggak seimbang sama badan gue yang kecil," ujar Alice dengan sabar.

Bukannya berhenti, Indra malah terus minum sambil memeluk pinggang Alice dengan erat. Dan hal itu hanya bisa membuat Alice menghembuskan nafas berat.

"Lo nggak minum, Al?" tanya salah satu diantara mereka.

Alice menggelang. "Lagi nggak mood," jawabnya.

Ya, Alice hanya akan minum minuman keras saat ia sedang frustasi saja. Kalau ia tengah bahagia, ia tidak bisa minum. Rasanya minum tersebut tidak bisa melewati tenggorokannya.

"Alice ... lo wangi banget, sih." Indra mengendus-endus leher Alice.

Seperti biasa, kalau Indra sudah teler, Alice akan membawa laki-laki itu ke apartemennya. Dan mereka akan menghabiskan malam panjang di sana.

Alice menatap sendu pada Indra yang terlelap di atas ranjangnya. Mata laki-laki itu terpejam sempurna. Tapi dari mulutnya sering keluar ceracauan tidak jelas. Kadang memuji-muji Alice, kadang juga memakai-maki entah siapa.

Alice hanya bisa terus berdo'a dan berusaha, semoga kelak Indra akan luluh hatinya. Dan mulai menerima dia apa adanya.

🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

Felisyah

Felisyah

g demen sm karaktrny indra..
udah kasar sm perempuan.. pemabuk..
suka jajan diluar padahal da nikah..
😡😡😡

2021-10-04

2

Lutha Novhia

Lutha Novhia

itu sosok gaib sprtinya dendam sm indra

2021-09-26

1

sandi

sandi

penasaran sm sosok astralnya, dibunuh ky nyaa

2021-08-31

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!