“Dia tidak menyemburkan darah karena tidak bersentuhan dengan makhluk apa pun,” jelas Delia seraya berjalan menuju ranjang.
“Bersentuhan?”
“Iya, kalau hantu yang kuledakkan bersentuhan dengan manusia, hewan, ataupun hantu yang lainnya, dia akan menyemburkan darah.”
“Kenapa bisa begitu? Tapi tadi dia membungkam mulutku.” Aku menghampiri dan duduk di sampingnya.
“Mana kutahu, kau tanya saja pada hantu tadi,” balasnya memasang wajah tidak peduli.
Aku sedikit kesal karena sikap Delia yang menyebalkan.
Kami terdiam beberapa menit dan rasa kantuk kini menyerangku lagi. Aku terlalu takut untuk memejamkan mataku, takut kejadian seperti itu menimpaku lagi. Dengan sekuat tenaga, kutahan rasa kantuk. Namun, apa daya, angin sepoi-sepoi yang masuk lewat jendela membuat kesadaranku hilang dan akhirnya aku pun tertidur.
...***...
Pagi hari pun tiba. Hari ini dan dua minggu ke depan adalah liburan semester. Hal yang sangat kunanti-nanti adalah kelulusanku yang tepat berada di depan mata.
Aku menghabiskan waktu liburan hanya berdiam diri di kamar kos dan sesekali keluar untuk berjalan-jalan.
“Badanku lengket sekali, mandi dululah, ya,” gumamku sambil mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
Aku mandi dengan santai dan rasanya segar sekali. Aku pun mengambil sampo sekalian mencuci rambutku yang mulai lepek dan kusam. Kupejamkan mata karena takut sampo akan mengalir dan masuk ke dalam mataku hingga membuat mataku pedih.
Tiba-tiba … lampu kamar mandi mati.
Oh, tidak! Hawa itu lagi!
Hawa di sekitarku seketika menjadi dingin, sama seperti saat ada hantu di atas tubuhku kemarin. Aku mencoba untuk berpikir positif, siapa tahu kalau itu hanya angin yang menerpa tubuhku. Namun, aku tidak bisa berhenti membayangkan hal yang menakutkan.
Aku komat-kamit membaca ayat-ayat suci sebisaku dan membuka mataku secara perlahan. Untungnya tidak ada apa-apa di depanku. Aku menghela napas lega.
Jadi, hawa dingin apa ini? pikirku.
“Dasar angin suka nge-prank!” gerutuku.
Aku membalikkan badanku dengan maksud akan menyalakan keran, tetapi … tepat di hadapanku terdapat sesosok makhluk yang tembus dari dalam tembok, menatapku dengan wajah tersenyum yang sangat lebar, bahkan senyumannya hampir menyentuh telinganya. Matanya yang merah bercampur darah menatap tajam ke arahku. Dia menggertakkan giginya yang tajam bak gergaji, seakan-akan siap untuk mengoyak-ngoyak badanku.
Tidak! Tubuhku mematung lagi! Kenapa di saat seperti ini tubuhku sangat sulit untuk digerakkan? Aku ingin berlari, tetapi tubuhku benar-benar tidak bisa bergerak menjauh satu senti pun.
Makhluk itu mengeluarkan tangannya yang kurus. Terlihat tulang jari-jarinya yang bengkok dan berliku-liku itu akan menyentuhku. Tangannya bergerak menuju kepalaku dan dia memainkan rambutku seperti sedang mengeramasiku. Perlahan dia mengambil busa yang ada di rambutku dan mengusapkannya tepat ke kedua mataku.
Periiih! jeritku dalam hati. Aaa … aku sangat ingin membasuhnya.
“Kau menangis …,” ucap makhluk menyeramkan itu sambil tersenyum.
Dia lantas meniup kedua mataku. Bukannya membuat mataku membaik, tiupannya malah membuat mataku seperti terbakar!
Cukup lama aku merasakan hal ini, sampai akhirnya ada sepasang tangan yang menarik kepala makhluk itu dari balik tembok. Makhluk itu mengerang kesakitan dan seketika meledak.
Aku kini bisa bergerak kembali, tetapi siapa tadi? Apakah itu Delia?
“Delia? Apa itu kau?” teriakku sambil mendekatkan telinga ke tembok.
“Iya,” jawabnya, terdengar dari belakang tubuhku.
Aku berbalik dan benar saja, Delia berada di dalam kamar mandiku.
“D-Delia, b-bagaimana k-kau bisa masuk?” tanyaku terbata-bata
“Menembus tembok,” jawabnya. “Kau tidak usah malu. Lagian, tidak ada untungnya bagiku. Kau cepat selesaikan mandimu dan keluar, kita jalan-jalan.”
.
.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments