Aku menurut dan membuka lemariku. Terlihat sesosok anak kecil yang menyerupaiku. Dia berjalan ke luar dari lemari lalu menghampiriku.
“Hai, Lia!” sapanya kepadaku.
“Oh, hai,” balasku.
Apa dia hantu? Tapi kenapa rupanya seperti manusia, ya … walau sedikit pucat, batinku.
“Jadi, apakah kau mau jadi temanku?” tanyanya sambil naik ke atas ranjangku.
“Eh, yah!” jawabku spontan. “T-tapi aku harus membersihkan semua darah ini.
Aku lantas mengambil lap dan membasahinya dengan air lalu membersihkan semua darah yang berceceran di dalam kamar kosku.
“Apa kau akan berangkat sekolah?” tanyanya.
“Tentu saja! Aku harus menyelesaikan sekolahku,” jawabku sambil menyimpan lap dan bergegas mandi lalu berangkat sekolah.
***
Di perjalanan menuju sekolah, sesekali aku berpikir, kenapa orang-orang selalu menabrak bahuku? Apakah mereka membenciku, sama seperti Sena?
“Hei, kenapa kau pergi terburu-buru meninggalkanku di kosanmu yang bau itu?” ucap gadis kecil yang tidak lain adalah hantu yang kutemui di lemari pagi tadi.
“Bisakah kau turun dari pundakku? Rasanya berat sekali. Dan juga, kenapa kau bisa naik ke sana?” Aku menghentikan langkah.
“Kau lupa? Aku, kan, hantu,” celetuknya seraya turun dari bahuku.
“Ah, aku lupa. Ngomong-ngomong, siapa namamu?” tanyaku.
“Aku? Sama sepertimu,” jawabnya.
“Lia? Ini sebuah kebetulan atau kau yang mengarang?” Aku mengejeknya karena kupikir dia hanya hantu kecil yang membutuhkan teman untuk berbicara.
“Namaku beneran Lia, kok,” jawabnya dengan cemberut dan berlari mendahuluiku.
Aku tidak berniat untuk menyusulnya karena sudah kelelahan membersihkan darah tadi pagi. Aku melanjutkan perjalananku sambil kembali berpikir, Kenapa orang-orang tidak merasa heran atau aneh kalau aku tadi bicara sendiri?
Apa mereka juga bisa melihat hantu? Ah, sudahlah, pikirku.
Tidak terasa, aku sudah sampai di sekolah. Suasana kelas seperti biasanya. Aku duduk paling belakang bukan karena keinginanku, melainkan karena perbuatan Sena yang selalu memindahkan kursiku ke belakang.
“Siapa anak itu?” bisik hantu kecil itu.
Mendengar bisikan itu secara tiba-tiba, sontak saja membuatku terkejut.
“Ah! Bisakah kau tidak muncul secara diam-diam? Membuatku kaget saja!” gerutuku memarahinya.
“Hahaha, kau lucu sekali,” ejeknya.
Kelas dimulai seperti biasanya. Namun, aku merasa sangat aneh. Kenapa Sena tidak mem-bully-ku hari ini? Apa dia sudah tobat? Dari awal masuk hingga menjelang pulang, tak ada satu pun gangguan dari Sena dan temannya. Hal ini tentu saja membuatku merasa senang sekaligus heran.
Waktu pulang pun tiba, aku dan Sena kebagian waktu piket yang sama. Kami berdua piket di kelas dengan suasana yang damai.
Ini benar-benar aneh, pikirku. Kini, aku duduk di tepi jendela sambil memperhatikan Sena yang sedang membawa ember berisi air bekas pel.
Dia perlahan berjalan ke araku dan tanpa diduga, air bekas pel itu disiramkannya ke wajahku.
“Aaa … bau sekali!” teriakku.
Sena hanya menatap tajam dan tidak berkata apa pun. Dia langsung melempar ember ke sudut ruangan lalu pergi begitu saja.
Ternyata kelakuan Sena masih seperti biasanya. Dia tidak berubah.
Mungkin, hari ini dia hanya sedikit bad mood, jadi tidak banyak mengerjaiku, pikirku.
Aku pun bergegas pulang.
***
Sesampainya di rumah, aku kembali mengobrol bersama hantu kecil itu.
“Hei, kalau nama kita sama, itu akan sedikit susah kalau aku mau memanggilmu,” ucapku sambil menatap ke arah hantu itu.
“Susah? Kau tinggal panggil saja aku Lia,” celetuknya.
“Yah, maksudnya kalau sama-sama Lia itu rasanya gimana gitu …. Atau kubuatkan nama panggilan untukmu bagaimana?”
“Boleh.”
“Kalau namamu Lia dan kau masih kecil, berarti Lia dua, tapi rasanya kepanjangan. Hm … bagaimana kalau Delia? Ya, Delia! Itu cocok untukmu!” Aku merasa bangga karena memberikan nama panggilan yang bagus untuknya.
“Boleh, cukup bagus. Kalau begitu, aku pergi jalan-jalan dulu.” Dia lalu menghilang begitu saja.
Aku berbaring telentang di atas ranjangku sambil berpikir, Kenapa aku bisa mempunyai seorang teman? Ya … walaupun dia adalah hantu. Memikirkannya saja membuatku ingin tertawa.
Rasa kantuk kini menyerangku. Aku perlahan menutup mataku. Tak lama setelah menutup mata, aku merasa hawa di kamarku seketika berubah menjadi dingin dan membuat bulu kudukku berdiri. Karena merasa ada yang tidak beres, aku kembali membuka mataku.
Benar saja, terdapat makhluk mengerikan di atas tubuhku. Jaraknya sangat dekat sekali sehingga aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Matanya merah padam, wajahnya juga rusak sekali, seakan-akan terlindas oleh sesuatu juga berlumuran darah, dan tentu saja darahnya itu menetes tepat ke wajahku, ditambah oleh rambut acak-acakannya yang tergerai jatuh menyatu dengan rambutku.
Aku sangat takut sekarang hingga aku ingin menutup mataku. Namun, makhluk itu menahan mataku agar terbuka dengan jari berkuku panjang dan kotornya itu. Aku ingin berteriak, tetapi dia membungkam mulutku dengan tangan yang satunya lagi. Aku ingin bangun dan pergi, tetapi tubuhku tidak bisa bergerak bak orang ketindihan.
Cukup lama aku menyaksikan wajah mengerikan itu. Terkadang dia memainkan kukunya hingga membuat dahiku tergores dan berdarah. Aku hanya menangis karena tidak bisa melawan. Kenapa kejadian seperti ini terjadi lagi kepadaku?
“Lepaskan! Dia setan burik!” tegas Delia yang tiba-tiba datang entah dari mana.
“Kkkrrrkkk geeekkk,” ucap hantu itu dan tentu saja aku tidak mengerti.
Hantu itu turun dari tubuhku. Tubuhnya mengeluarkan suara seperti tulang yang patah di setiap gerakannya.
“Pergi! Ini wilayahku!” bentak Delia.
“D-Delia, j-jangan melawannya! K-kau masih kecil,” ucapku terbata-bata sambil berusaha bangun dari ranjangku.
Hantu itu terus berjalan mendekati Delia.
“Berani sekali kau mendekat!” ucap Delia lagi. “Akan kuhancurkan kau!”
Tanpa sentuhan secuil pun, hantu itu langsung meledak bak petasan, sama seperti tangan yang muncul dari dalam cermin pagi tadi.
Kini, ruanganku berbau benda terbakar. Hantu itu meledak, tetapi anehnya tidak mengeluarkan darah. Ya, baguslah, aku tidak perlu bersusah payah membersihkan sisa-sisanya.
Aku menghampiri Delia dan bertanya, “Apa itu tadi? Kau hebat sekali!”
“Hah! Aku bisa meledakkan hantu tanpa menyentuhnya,” ucapnya dengan memasang wajah sombong.
“Tapi kenapa hantu tadi tidak menyemburkan darah?”
.
.
.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments