Tak pernah sebelumnya Elena merasa takut bahwa akan ada hari, dimana Rendra anaknya yang masih berusia lima tahun bulan ini, mengakui dengan berani bahwa ialah sebenarnya yang telah merentas perusahaan milik pria yang tadi telah mengancam Elena dengan kecerdasan yang dimiliki anaknya.
Elena begitu takut dengan perkataan anaknya, ia memikirkan cara yang tepat tanpa menimbulkan masalah lainnya, agar pria didepannya ini tak akan mengadili anaknya dengan kejam mengingat usia Renda yang jauh dibawah umur.
Ketika Elena berpikir apa penawaran terbaik yang bisa diberikannya untuk kebebasan anaknya. Rendra malah berbicara hal yang paling tak pernah ia bayangkan akan keluar dari mulut anaknya itu yaitu sebuah kata sederhana yang sangat besar pada kehidupan mereka kelak.
Rendra telah mengucapkan dengan lantang “Hallo dad!” pada pria asing itu ketika pria asing itu mulai mendekatinya. Pria asing itu mematung terdiam didepan Rendra setelah mendengar sapaan yang cukup aneh untuk bisa disebutkan pada orang asing.
“Sayang, Om akan terkejut jika kau bicara hal yang aneh.” Tegur Elena.
“Bukankah memang seorang anak harus memangil ayah karena mereka adalah orang yang lebih tua.” Balas Rendra.
“Anak pintar, kata itu hanya boleh dikatakan pada ayahmu saja.” Ucap Malviano sambil mengacak-acak rambut Rendra karena kepolosannya.
“Baiklah Dad aku mengerti.”
“Rendra.” Elena kembali bersuara.
“Bukankah tadi kata Dad, hanya boleh mengatakan hanya pada ayah Rendra saja?.”
“Dasar anak-anak sepertinya ia sangat menyukaimu bos.” Ucap Liam sambil tertawa.
Malviano memerhatikan wajah Rendra cukup seksama, yang juga diikuti oleh Elena tentu saja. Kini setelah memerhatikan dengan lebih baik, Elena merasa bodoh karena tidak menyadari sebelumnya bahwa wajah Rendra dan Malviano sangat mirip hanya saja Rendra seperti versi kecil dari pria didepannya, kini Elena dilanda rasa takut dengan kenyatan dari ucapan anaknya.
Setelah hampir lima belas menit waktu berlalu, Malviano pun langsung meninggalkan kediaman Elena tanpa mengucapkan apapun lagi, ia pergi tanpa merespon ucapan Rendra ataupun tentang keputusan akan adanya kelanjutan dari kasus perentasan perusahaannya.
Hal itulah yang membuat Elena langsung memeluk Rendra dengan sangat erat seolah perbuatannya dapat menyembunyikan keberadaan mereka saat ini.
“Mom apakah Rendra salah, sehingga Dad langsung pergi?”
“Sayang, bukankah Mom mengatakan Dad sudah lama meninggal”
“Mom aku sudah cukup besar untuk kau bohongi lagi.”
“Bagaimana?”
“Dua bulan lalu ketika Mom pergi berbelanja, aku membuka buku-buku Mom.”
“Ya Mom mendapatkan itu untuk refenrensi, tapi apa hubungannya? Kau mau kemana?”
ucap Elena ketika melihat Rendra anaknya begitu saja pergi meninggalkannya.
“Ini” ucap Rendra kembali menghampiri Elena dengan sebuah buku atau mungkin sebuah majalah ketika ia memerhatikan dengan seksama, tulisan Majalah itu sepertinya berkaitan dengan dunia bisnis karena halaman depannya yang menunjukan gedung yang menjulang tinggi dan megah.
“Apa hubungannya?”
Rendra langsung membuka halaman majalah tersebut dan ia berhenti pada halaman yang dicarinya, lalu memperlihatkan halaman tersebut pada Elena. Disana hanya ada potret Malviano yang sepertinya sedang diwawancari, tak ada hal yang aneh yang membuat anaknya berasumsi bahwa itu adalah ayahnya.
“Mom lihat sebelah sini.” Ucap Rendra yang menunjukkan perubahan Malviano seiring berjalannya waktu.
Elena memerhatikan arahan Rendra dan begitu terkejut melihat wajah masa kecil Malviano yang begitu mirip dengan Rendra. Elena merasa potret itu adalah Rendra, jika anak dalam potret itu memiliki rambut hitam legam seperti anaknya.
“Aku menggunakan laptop Mom untuk mencari tau lebih banyak.” Ucap Rendra sambil menunduk, mengakui semua perbuatannya.
“Kapan?”
“Ketika Mom tertidur.”
“Astaga.”
“Mom, Rendra minta maaf menggunakan tanpa ijin.” Ucap Rendra dengan mata yang berkaca-kaca, sepertinya ia sangat takut pada ibunya yang mungkin tak akan menyayanginya jika ia berbuat hal yang tak dikehendakinya.
”Rendra hanya ingin Mom memiliki waktu lebih banyak untuk Rendra.” Lanjutnya.
“Apa..”
“Yoga, Bagas, dan Bayu selalu pulang ketika ibu mereka memanggil ketika ayah mereka sudah pulang, ibu mereka bahkan selalu menemani ketika bermain.” Ucap Rendra sambil menanggis. “Rendra hanya ingin Dad pulang dan Mom tak pernah kerja keras lagi.” Tambahnya.
Mendengar pengakuan Rendra yang panjang, membuat hati Elena sakit seprti tersayat ribuan pisau. Ia berpikir bagaimana bisa anaknya yang baru berusia lima tahun memikirkan hal-hal yang jauh dari pikiran anak seusianya.
Apakah Elena salah mendidik anaknya sehingga Rendra merasakan hal seperti ini? Dulu Elena sangat lega mengetahui Rendra sangat mandiri baik dalam hal bergaul, mengerjakan hal-hal untuknya sendiri, bahkan dalam hal-hal belajar yang sepertinya kemampuannya jauh diatas kemampuan Elena.
Kini dihadapannya Elena begitu sakit melihat anaknya yang menanggis, anaknya masih terlalu kecil untuk belajar mandiri. Anaknya yang haus kasih sayang, yang tak pernah dimintanya selama ini karena begitu memahami kesibukan dirinya. Anaknya yang melakukan apa saja agar ia mempunyai waktu luang hanya untuknya.
“Sayang.” Ucap Elena kembali memeluk Rendra kini sangat erat.
Elena kini bertekad untuk mengurangi waktu bekerjanya agar ia mempunyai waktu lebih banyak agar untuk menemani tumbuh kembang anaknya. Anaknya masih terlalu kecil untuk belajar seorang diri.
***
Elena sudah melepaskan pekerjaan sampingan seperti membuat kue, mengantarkan susu, menjaga toko milik ibu Yoga yang merupakan teman main Rendra. Ia bertekad mulai saat ini meskipun gaji dari seorang editor tak terlalu sering, tapi ia harus memastikan semua kebutuhan mereka berdua terpenuhi.
Dan dengan melepas pekerjaannya yang lain, ia mempunyai waktu yang lebih banyak bersama anaknya. Elena bertekad bahwa dengan perhatiannya yang tertuju hanya pada Rendra, anaknya tak akan pernah lagi mencari bahkan membutuhkan ayahnya. Terlepas Malviano benar ayahnya ataupun bukan.
Memikirkan Malviano, membuat Elena bertanya-tanya apa yang akan diperbuat oleh pria itu mengetahui ada seorang anak yang mencoba merusak perusahaannya hanya demi bertemu dengannya. Walaupun belum tentu benar Rendra anaknya karena bahkan Elena tak begitu yakin siapa sebenarnya ayah biologis Rendra.
Elena akan berusaha sebaik yang bisa dilakukannya bahkan ia siap memohon, jika Malviano akan menuntut anaknya atas perbuatan yang merugikan perusahaannya. Mengingat terakhir pria itu menyangkan akan melaporkan pihak berwajib, kini Elena mencari data-data yang mungkin bisa meringankan hukuman Rendra mengingat usia anaknya itu.
Tok..tok..
Elena terlonjak kaget mendengar suara pintu yang diketuk, seolah merasa hari ini akan datang setelah kedatangan Malviano satu bulan yang lalu kini Elena pun mempersiapkan diri untuk membuka pintu dan melihat orang yang bertamu adalah orang yang ditunggunya.
“Selamat malam.”
“Aku tak mengira kau akan bertamu pada malam hari?”
“Saya hanya belum siap bertemu lagi dengan anak itu.” Ucapnya pelan.
“Dia baru saja tidur, masuklah.” Ucap Elena mempersilakan masuk pada tamunya.
“Terimakasih.” Ucap Malviano ramah berbeda dengan terakhir kali mereka bertemu.
Elena yang tertegun dengan perubahan sikap bahkan bentuk Malvian yang berubah tiga puluh enam derajat, membuat ia menyadari sepertinnya pria didepannya begitu tertekan. Elena begitu merasa bersalah atas perubuatan Rendra, terlepas anaknya adalah putra biologis Malviano atau bukan.
“Kopi?” tawar Elena mengingat terakhir kali ia begitu enggan memberikan hal tersebut.
“Ya.”
Elena langsung membuat dua gelas kopi untuk Malviano dan juga untuknya, karena seprtinya pembahasan hari ini pun tak kalah rumit. Malviano langsung meminum kopi yang diberikan oleh Elena, lalu menghela napas panjangnya sebelum mengeluarkan pembicaraan.
“Setelah pulang dari sini, kepala saya begitu kacau.” ungkapnya mengakui kegalaunya selama sebulan penuh.
“Maafkan aku, aku akan bertanggung jawab penuh atasa perbuatan Rendra, Tidak bisakah kau memaafkannya karena dia masih kecil.” Ucap Elena sambil menundukkan kepalanya, ia kini semakin merasa bersalah.
“Perusahan saya tidak akan jatuh bangkrut hanya karena sehari tidak beroperasi.”
“Tapi waktu itu bukankah kau yang mengatakan…”
“Kamu ingin saya melakukan hal itu?”
“Tentu saja tidak, terimakasih sebelumnya.” Ucap Elena yang tak ingin membuat Malviano melanjutkan tuntutannya.
“Seingat saya, kita bahkan tak pernah bertemu, Apakah saya salah?” ucap Malviano setelah beberapa saat mereka tediam menikmati secangkir kopi di tangan mereka.
“Kalau boleh jujur, akupun tak begitu mengingatnya.”
“Bisakah kamu menceritakan kepada saya, mengapa Rendra ada tanpa seorang ayah?”
Kini giliran Elena yang menghela nafas sebelum memulai kisah hidupnya pada orang asing, tapi ia harus mengatakan pada orang didepannya kini karena rasa bersalahnya akan keteledorannya untuk mengawasi perbuatan anaknya yang salah.
“Enam tahun yang lalu aku terbangun disebuah hotel samping tempat pesta penyambutan ulang tahun perusahaan, pada malam sebelumnya kepalaku sangat sakit ketika menghadiri pesta itu sehingga aku sengaja meminum obat dua kali lebih banyak dari dosis yang dianjurkan.” Ucap Elena
“Mungkin karena efek obat aku tak begitu menyadari apa yang terjadi padaku malam itu.” Lanjutnya.
Sementara Malviano mendengarkan dengan tekun infomasi yang sedang dikatakan oleh Elena tanpa ada niat bertanya atau menyela ucapannya, karena yang ada dipikirannya adalah sebuah jawaban langsung dari orang membuat masalah yang berputar dikepala, yang tak bisa dipecahkan bahkan dengan otak pintarnya.
“Pagi itu aku bangun dengan rasa sakit pada area pribadiku, aku langsung menyadari apa yang terjadi padaku. aku yang hal itu adalah sebuah kesalahan maka aku tak ingin memperpanjang masalah lainnya, bahkan pada orang yang telah melakukannya padaku.” Jeda Elena berusaha menahan rasa malunya ketika mengatakan kejadian hari itu. “Aku langsung pergi meninggalkan tempat itu tanpa ingin melihat siapa orang yang semalam berada denganku.” Tambahnya mengakui perbuatannya.
“Kapan dan dimana tepatnya hak itu terjadi?”
“Tangal empat desember hotel Rose Jalan Merah muda kamar seratus lima lantai empat”
“Kamu yakin?”
“Ya aku tak mungkin melupakan tempat itu.”
Elena menatap Malviano semakin kalut, pria itu mengacak-acak rambutnya yang seingat Elena, ketika bulan lalu ia melihatnya rambut itu tertata dangat rapi. Hingga Elena menebak-nebak apa yang dipakai Malviano untuk rambutnya agar tetap pada tempatnya.
“Saya tahu ini sangat konyol, tapi saya ingin Rendra menjalani test DNA.” Ucapnya Malviano setelah menyakinkan dirinya sendiri.
“Kau tak bermaksud mengatakan Rendra adalah anakmu kan?”
“Kita harus yakinkan hal itu dengan mengunakan test.”
“Bisakah kau hanya melupakan kami.” Mohon Elena, ia jadi takut mendengar kenyatan yang nanti diketahuinya.
“Apa maksudmu?”
“Aku akan membawanya pergi sejauh mungkin, jadi Rendra tak akan pernah mengganggumu lagi, kali ini aku akan mengawasinya lebih ketat.” Janji Elena dengan penuh tekad.
“Kamu berencana menjauhkan anak dan ayahnya?”
“Dia bahkan belum tentu anakmu.”
“Tapi saya yakin dia anak saya, setelah mendengar penjelasanmu tadi.”
“Lalu mengapa kau ingin melakukan test kalau kau sudah seyakin itu?”
“Aku hanya tak ingin orang lain, dimasa depan akan mengunjingkan tentang siapa penerus perusahan ZRO,” ucap Malviano dan langsung menambahkan “Mereka selalu mencari celah akan hal-hal sensitive seperti hal ini.”
“Penerus?”
“Tentu saja dia anakku, dia yang akan meneruskan perusahaanku.”
“Bagaimana?..”
“Kepintarannya dalam menemukanku pada usianya yang masih muda, bukankah bukti nyata?.” Perkataan Malviano terdengar begitu bangga pada Rendra.
“Kau terlalu percaya diri, kau bermaksud bahwa hanya keturunanmu saja yang mempunyai kemampuan itu?” Bantah Elena.
“Wajahnya yang tampan padahal ia masih kecil, tapi aku tak meyukai warna rambut.” Malviano kembali menambahkan dan juga mengelengkan kepala pada akhir perkataannya.
“Hei… ia hanya mengambil warna rambutku saja, sedangkan sebagian besar ia benar-benar duplikatmu.”
“Jadi kau juga mengakui ia anakku juga.”
“Tentu saja tidak.” Ucap tegas Elena langsung merukuti perkataan sebelumnya.
“Mom?.” Terdengar suara Rendra yang berjalan mendekat dengan suara serak, mungkin karena ia baru saja terbangun.
Baik Elena dan Malviano hanya bisa terdiam menunggu Rendra mendekat dan menyadari keberadaan Malviano dirumah itu.
“Dad?”
“Kamu terbangun karena kami terlalu berisik?” ucap Malviano yang sangat menyesal mengeraskan perkataan mereka ketika asik berdebat dengan Elena.
“Rendra senang Dad datang.” Ucap Rendra.
“Apakah Rendra senang jika bertemu Dad setiap hari?” tanya Malviano sambil mendekat kearah Rendra, lalu ia merunduk menyamakan tinggi badan mereka.
Pertanyaan itu langsung diangguki semangat oleh Rendra yang melupakan kalau sebelumnya ia masih dalam keadaan mengantuk. Elena tak pernah sebelumnya melihat kebahagian yang sangat besar terpancar dari wajah anaknya, sepertinya anak itu begitu memdambakan sosok seorang ayah.
“Kalau begitu apakah Rendra bersedia ikut Dad pergi kerumah sakit?”
“Kerumah sakit? Tanya Rendra yang terkejut mendengar tempat yang selalu ingin dihindarinya.
Seperti kebanyakan anak kecil, Rendra pun sama takutnya pergi kerumah sakit untuk alasan apapun.
“Kita harus kesana agar kedepannya tak ada yang berniat untuk memisahkan kita lagi.” Ucap Malviano kini malah menggendong tubuh Rendra.
“Dad tak akan pergi lagi kalau Rendra ikut Dad kerumah sakit?”.
“Dad janji.” Ucap Malviano yakin.
“Mom?” ucap Rendra yang tiba-tiba menyadari bahwa ia harus meminta persetujuan ibunya.
Elena yang sejak tadi terdiam melihat interaksi mereka berdua, tak tega jika ia mengatakan dengan langtang bahwa ia sangat keberatan akan hal itu. Elena merasa takut akan kenyataan bahwa jika benar mereka adalah anak dan ayah yang selama ini ia sembunyikan.
Kini yang bisa dilakukannya hanya menganggukan kepala, memberikan ijin agar Malviano melakukan test tersebut pada anaknya. Walau bagaimana pun Elena tak bisa lagi menutupi karena Rendra memang berhak untuk mengetahui siapa ayah biologisnya.
“Kalau begitu besok pagi kita pergi?” tanya Malviano pada Rendra.
“Bisakah Dad menemaniku tidur?” Rendra balik bertanya.
“Rendra..” Elena mencoba menegur yang langsung dihentikan oleh perkataan Malviano yang langsung menjawab pertanyaan Rendra.
“Ya kalau besok kau berjanji pergi pagi-pagi sekali.”
“Mengapa harus pagi?”
“Dad ingin secepatnya tau hasilnya sayang.” Ucap Malviano yang mengubah nada suaranya menjadi jauh lebih lembut.
Dan langsung diangguki oleh Rendra yang langsung menunjukan arah kamar mereka, meninggalkan Elena yang terdiam ditempatnya sendiri memikirkan dimana ia harus tidur malam ini. Dan apakah malam ini ia dapat tidur memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan menjadi masa depan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments