"Terima kasih atas kerja samanya telah membantu saya menyelesaikan tahap pertama dan kita akan bertemu lagi di minggu depan" ucap Tina setelah makan malam.
Tina membagikan amplop upah pekerja itu semuanya merasa senang sambil menikmati hidangan penutup yang disediakan Ibu Tina.
Sedangkan Dino ayah Tina sedang mengobrol dengan beberapa pekerja.
"Pak. Sebaiknya Mba Tina kalau ke ladang jangan sendirian karena selama bekerja kami menemukan banyak sekali gulungan kain merah namun sepertinya sudah lama" ucap pria salah satu pekerja itu ke Dino.
"Saya juga sudah ingatkan dia untuk hati-hati. Tapi area itu seharusnya aman karena sudah dibuat penahan oleh almarhum ayah" jawab Dino.
"Oh begitu. Tapi tetap saja jangan biarkan dia pergi sendiri ke sana" balas pria itu.
Seminggu kemudian....
"Benar kamu tidak takut sendirian disini?" tanya Ade.
"Iya tidak apa-apa. Aku masih harus merapikan bibit ini untuk besok ditanam" balas Tina yang dari minggu lalu dia sibuk menyediakan bibit tanaman yang ia beli dari desa seberang.
"Baiklah. Kalau kamu butuh dijemput hubungi aku ya. Paling lama jam setengah enam kamu sudah harus pulang" sahut Ade.
"Iya.. Hati-hati dijalan" teriak Tina beberapa meter dari Ade.
"Ini aliran air kenapa kecil sekali, kemaren masih besar" gumamnya memperhatikan pipa penyebaran air.
Dia menjajaki mengikuti pipa itu ke sumber airnya sekitar satu kilometer ke arah atas. Terlihat beberapa orang bekerja dan ladang disitu berisikan tanaman keras.
Setelah memperbaiki pipa yang tersumbat tumpukan dedaunan Tina istirahat sejenak duduk diatas sebuah batu besar.
"Siapa yang ada disana? Sepertinya tidak pernah orang keluar dari situ" gumamnya melihat sekumpulan asap mengarah ke atas yang tidak jauh dari Tina.
Dia penasaran karena sudah hampir satu bulan dia tak pernah melihat ada orang keluar dari arah situ.
Berjalan perlahan mengikuti jalan setapak ke arah sumber asap itu.
Semakin dekat dia semakin penasaran dan tiba-tiba.
"Kamu siapa nak?" ucap seorang nenek tua yang sudah bungkuk menghampirinya dari belakang.
"Ah itu. Saya Tina Nek anak dari Pak Dino yang baru pindah ke sini bulan lalu" sapanya.
"Oh kamu Tina. Sedang apa kamu di sini. Jalan ini menuju ke rumah saya" ucapnya.
"Tadi saya melihat ada asap dari atas sana, saya pikir tak ada orang disini makanya saya mau memastikan" balasnya dengan nada canggung.
"Sebaiknya kamu pulang. Disini hanya rumah saya" balas nenek tua itu.
Nenek tua itu berjalan ke arah asap itu sedangkan Tina memperlambat langkahnya dan masih bingung.
Beberapa langkah dia melihat percikan darah di tanah dan membuatnya berpikir berkali-kali.
Dia semakin mempercepat langkahnya kembali dan bergegas untuk pulang.
Mempercepat langkahnya dan fokus menuju arah rumahnya. Dia selalu melewati jalan perbatasan sawah dan perkampungan karena lebih cepat.
Seorang wanita paruh baya sedang duduk diteras rumah salah satu warga situ. Tubuhnya sangat kurus, matanya lesu dan wajah pucat memakai jacket yang lusuh.
Dan beberapa orang disampingnya mungkin itu keluarganya sedang menyantap seperti cemilan dan kelihatan lebih sehat dari wanita tadi.
"Dia memandangiku terus" gumam Tina kembali mempercepat langkahnya.
"Ayah! Pernah lihat tidak nenek tua yang bungkuk dekat ladang. Dia sangat aneh" sahut Tina ke Dino.
"Iya tahu. Disini dia dipanggil nenek Liut. Dia tinggal sendiri dekat perkebunan" jawab Dino.
"Apa yang dia lakukan disana? Tatapannya sangat aneh sama seperti kakek tua yang bungkuk yang aku lihat sebelumnya".
"Apakah mereka suami istri?" tanyanya dengan penasaran dan masih mengusap keringatnya karena kelelahan.
"Ayah tidak tahu persisnya tapi mereka bekerja untuk Pak Jaya dan bukan suami istri" jawab Dino kembali.
"Saya melihat banyak hal aneh tapi entahlah apa karena aku tidak terbiasa tinggal di desa" gumamnya.
Malam itu dia tidur lebih cepat dan sangat pulas karena besok hari akan semakin lebih sibuk.
Pukul 8 pagi para pekerja itu sudah mulai bekerja memodifikasi permukaan tanah. Sedangkan satu wanita mempersiapkan makan siang dan memasak air minum.
Tina mengarahkan mereka dengan detail dan menjelaskan apa yang harus dilakukan dalam seminggu ini.
Dia ingat ada tumpukan batu di sana dan segera membongkarnya. Tidak ada apa-apa padahal sebumnya dia menyimpan kumpulan kain merah itu disana.
Diam sejenak dan pelan-pelan mencoba mengingatnya.
"Iya benar. Aku simpan disini? Tapi kenapa kosong?" gumamnya memandangi batu itu.
Melihat ke arah pekerja dan sekilas nenek tua itu atau yang dipanggil nenek Liut berada di ujung sana.
Pandangannya sangat tajam dan Tina melambaikan tangannya namun tak ada respon.
Dia inisiatif menuju ke arahnya namun nenek tua semakin menjauh.
"Nek. Apa kamu marah denganku? Aku tak akan pergi ke rumahmu lagi" sahutnya dengan langkah cepat.
"Berhenti disitu. Aku tidak marah. Kamu sebaiknya pergi jangan pernah menuju kesini" ucapnya dengan wajah datar.
"Baiklah" jawab Tina dengan pelan sambil memperhatikan jerami yang dipikulnya.
"Untuk apa sebenarnya jerami itu" ucap dalam hatinya dan menunggu hingga wanita tua itu jauh dari tatapannya.
Dengan semangat para pekerja waktu tak terasa sudah empat hari berlalu.
Pekerjaan diselesaikan secara perkelompok dari penyingkiran gulma, melapisi permukaan tanah dengan pupuk organik hingga mengairinya.
Karena target, Tina mengajak dua pekerja untuk pulang malam karena harus mengendapkan pupuk kimia.
"Pak. Tolong dicampurkan semua pupuk ini kedalam tong besar yang ada dekat pipa air. Saya mau buatkan kopi sebentar" ucapnya.
Tina menuju tempat persinggahan dan memanaskan air diatas kompor. Udara sedikit hangat dibawah cahaya bulan dan lampu pijar.
Tina membuat pencahayaan sehingga tidak terlalu gelap karena jika dia berhasil maka tidak menutup kemungkinan para pekerja akan lebih sering pulang malam.
Menunggu airnya panas matanya mengantuk dan.... terlelap.
Beberapa menit dia terbangun karena bunyi panci menahan uap panas dari air.
Tiba-tiba nenek tua yang dia lihat tempo hari memanggilnya dengan malambaikan tangannya yang tidak jauh dari Tina.
Tina hanya terdiam dan perlahan menuju arah nenek tua itu tanpa satu katapun.
"Mba Tina. Ngapain disitu? Kopinya udah belum" sahut pekerja itu memanggilnya.
"Iya sebentar" jawabnya dan menoleh kembali ke nenek tua itu namun sudah tak ada.
"Apa aku mimpi? Iya itu hanya khayalan" gumamnya menampar ringan pipinya.
Segera membuatkan kopi dan bergabung ke kedua pekerja tadi.
Nenek tua tadi kembali berdiri di sana dan terlihat samar memegang setumpuk kain merah.
Tina berdiri dan berusaha melihatnya karena sudah malam. Dia bergegas mangambil senter dan berlari ke arahnya. Namun seperti bayangan perlahan menghilang.
Dia berhenti dan melihat sekelilingnya namun tak ada siapa-siapa.
Arah jalan menuju rumah nenek tua itu seperti ada sekelompok orang.
Dengan terburu-buru dia mendekat.
"Apa ada orang disana? Apakah itu kamu nek?" sahutnya.
Namun tak ada tanggapan. Langkahnya dipercepat dan tiba-tiba dia terjatuh. Sekelompok orang tadi mendekatinya namun wajah mereka begitu pucat dan tangannya berlumur darah.
"Tolong!!!! teriak Tina.
Dan......
"Mba Tina! Airnya sudah mendidih" sahut pekerja itu.
Dia tersentak bangun dan melihat hanya ada satu pekerja didepannya.
"Mba kenapa? Kok kaget gitu? Mba ketiduran disini" ucap pria itu.
Dia sadar kalau itu hanya mimpi dan menambahkan kembali air kedalam panci karena sudah tinggal sedikit.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
J
lanjut
2021-10-19
2