Pak Dino ayah dari Tina sudah hampir lima tahun tidak pernah pulang kampung. Ibunya yang sudah tua renta di rawat oleh adik perempuannya di kota dimana dia berkeluarga dengan Sani istrinya.
Dia memutuskan pulang kampung karena banyaknya lahan milik kedua orang tua hilang sedikit demi sedikit dan Tina memilih untuk ikut terlebih dia akan membuka lahan perkebunan di sana.
Tina memiliki seorang adik laki-laki dan akan pindah sekolah dari kotanya ke desa.
"Ayah, apa benar ayah tumbuh di sini?" sahut Tina menjelajahi kebun kecil area rumah neneknya.
"Iya, kamu tidak percaya kalau ayah sampai umur delapan belas tahun tumbuh disini" jawab Dino.
"Ayah beruntung sekali di desa ini. Udaranya segar, sejuk, tidak berisik seperti di kota. Kalau ada kesempatan aku akan hidup di sini" ulasnya menghirup dalam-dalam udara segar pagi itu.
"Kalau mau santai-santai kamu bisa tinggal di sini tetapi kamu bakalan dapat pria pengangguran?" ucapnya bercanda.
Tina pergi meninggalkan ayahnya di kebun itu menemui Ibunya di dapur.
"Bu. Ibu kapan terakhir ke desa ini?" tanya Tina mencicipi masakan Dila Ibunya.
"Ibu cuma sekali ke sini sewaktu nenek kamu meninggal menginap dua hari habis itu langsung pulang. Ayah kamu ngga kasih berlama-lama di sini waktu itu."
"Ini tolong bawa sup ke depan kita sarapan panggil ayah kamu" ucap Dila.
Tina menuruti Ibunya dan melihat ayahnya Dino di kebun mulai mencangkul tanah di tepi perbatasan dengan tetangganya.
"Apa yang ayah lakukan? Kenapa hanya tepinya saja dicangkul dan ini bersih" tanya Tina.
"Ayah hanya ingin berkeringat saja. Ayo ke dalam kita sarapan" ucap Dino meletakkan cangkulnya.
Mereka menyelesaikan sarapan pagi pertama kalinya di desa itu dengan santai.
Tina memainkan ponselnya di kursi goyang yang ada di deras rumah.
Cuaca hangat suara kicauan burung membuat siapapun akan nyaman dengan tempat itu.
Dia berjalan ke halaman dan tak henti-hentinya menikmati udara segar desa itu.
"Anaknya Pak Dino ya" sahut seorang pria yang lewat dari halaman rumah itu.
"Iya benar Pak. Kenal sama ayah saya?" tanya balik Tina.
"Oh iya dong. Saya Ade teman kecil ayah kamu. Kamu udah gede ya sekarang. Dulu ayah kamu hanya menunjukkan foto kamu sewaktu bayi" ucap pria itu.
Ade merupakan teman dekat Dino sejak kecil. Mereka berpisah ketika Dino melanjutkan kuliahnya di luar kota dan Ade tetap di desa itu menjaga Ibunya dan sudah berkeluarga punya anak satu seumuran Tina.
"Kalau begitu masuk aja Pak ke dalam, ada ayah di sana sama Ibu" balas Tina.
Dino tampak tersenyum dari teras menyambut Ade.
"Ade lama tidak bertemu" ucap Dino memeluknya.
Selama satu jam mereka berbincang di dalam dan sesekali terdengar tawa mereka.
Satu hari telah berlalu, malam pertama Tina membuka laptopnya mempelajari kembali rencananya yang sudah dipersiapkan sebelum pindah.
Dia termasuk mahasiswa pintar di kampusnya dan pemberani. Banyak tawaran pekerjaan yang dia terima setelah lulus namun dia berpikir akan lebih baik jika memanfaatkan lahan kosong milik kakeknya terlebih sudah dapat ijin dari pihak keluarga Dino.
"Tolong...!!" suara samar yang didengar Tina dan tiba-tiba terbangun melihat laptopnya masih nyala.
Dia membereskan mejanya dan beranjak ke kasurnya untuk tidur sedangkan ayah ibunya dan adiknya sudah terlelap dari tadi.
Selama tiga hari Tina menghabiskan waktunya dengan kegiatan yang sama mempelajari kembali rencananya dan membantu ayahnya menata kebun di samping rumah.
"Ayah. Besok aku mau lihat lahannya. Anggarannya sudah siap tinggal melihat kondisi tanah dan pekerja" ucap Tina.
"Boleh. Tapi jangan sendiri ya. Kamu pergi sama anak Pak Ade namanya Dedi, ayah udah ngobrol sama Pak Ade" ucap Dino mengambil ponselnya dan mengirimkan nomor ponsel Dedi.
Malam itu Tina membahas kembali rencananya bersama ayahnya dan Dino memberikan beberapa hal yang tidak boleh dilakukan di desa itu.
Pagi itu...
"Dedi ya. Perkenalkan saya Tina anak Pak Dino" ucap Tina mendatangi rumahnya.
"Saya Dedi. Kita langsung jalan ya" sahut Dedi.
Dedi menyalakan sepeda motornya dan membonceng Tina sekitar empat kilometer dari rumah mereka.
Lahan milik kakeknya begitu luas dan tertutupi ilalang dan beberapa pohon tinggi.
Dengan sepatu bot dan topi hitam Tina menjajaki jalan setapak diantar lahan itu dan membawa beberapa perlengkapan untuk mengukur kelembapan tanah.
Dia menggali di beberapa tempat membuat beberapa percobaan dan hasilnya dituliskan dalam buku kecilnya.
Tina berjalan menuju batu yang dipojok sana dan tumpukan jerami kering.
Dia menggali tanah disitu dengan cangkul kecilnya. Muncul potongan kain hitam, dia menarik dan semakin panjang. Semakin cepat ditariknya dan diujung kain itu ada bungkusan dalam kain merah.
Dia mengambil pisau kecilnya dan merobeknya namun hanya ada seperti buah yang sudah membusuk. Tina mengabaikannya dan kembali menemui Dedi yang duduk di bawah pohon.
"Dedi. Apa disini masuk ke lahan orang lain itu hal biasa" tanyanya.
"Biasa saja sih kecuali kamu ketahuan mencuri kamu akan dikenakan sanksi" jawab Dedi.
Tina kembali memasukkan hasil observasinya ke dalam rencananya setelah selesai makan malam.
Sudah pukul satu malam dia masih membahas ulang karena ini adalah pekerjaan pertama Tina membuatnya selalu serius jika sudah menyalakan laptopnya.
"Dor...!!" terdengar jelas sesuatu menabrak pintu masuk.
Tina bergegas keluar dari kamarnya dan menyalakan lampu di ruang tamu. Perlahan dia mendekati pintu dan mengintip dari gorden kaca.
Tidak ada siapa-siapa. Dia perlahan membuka pintu dan seekor burung camar yang terletak pas didepan dan tidak bisa bergerak.
"Seharusnya kamu lebih hati-hati kalau terbang di malam hari" ucapnya.
Dia memandangi burung itu dan melihat sekitar halaman rumah. Tak ada orang ataupun burung lainnya.
Dia meletakkan burung itu ke dalam tumpukan kain di teras dan bergegas masuk ke dalam.
"Tolong...!!!" terdengar suara dari luar setelah Tina menutup pintu. Dia mengintip kembali dari kaca namun tak ada siapa-siapa.
Tina masuk ke kamarnya segera menutup matanya dan laptopnya dibiarkan saja menyala.
"Nak, bangun sudah jam delapan" sahut Ibunya dari pintu kamar Tina.
Tina mengangkat tubuhnya duduk sekuat tenaga karena hari ini dia akan menemui seorang dari desa sebelah untuk mencari pekerja.
"Bu. Ada liat burung disini. Tadi malam aku meletakkannya di dalam kardus ini" tanya Tina ke Ibunya.
"Ngga ada nak. Ibu aja belum bersihin teras" jawabnya.
"Ngga mungkin bisa terbang. Kakinya saja sudah luka" ucap Tina dalam hatinya.
"Mungkin diambil sama kucing atau tikus" sahut Ibunya.
Dedi sudah menunggu Tina didepan untuk mengantarnya.
Beberapa kali Tina memikirkan suara yang dia dengar tadi malam sambil melihat kiri kanannya untuk mengenal tempat di desa itu.
Mereka melewati seorang kakek tua memikul setumpuk jerami dan tatapannya begitu dalam.
Tina hanya tersenyum menyapanya.
"Itu tadi siapa" tanya Tina ke Dedi.
"Dia kakek tua yang hidup sendiri tanpa keluarga. Pekerjaannya mengantar jerami milik Pak Jaya ketua adat disini" jawab Dedi.
Kepala Desa tempat itu tidak tinggal disitu karena satu kepala desa terdiri dari empat desa dan yang lainnya wilayahnya sangat kecil dan penduduknya juga sangat sedikit.
Kedua adat bertanggung jawab untuk segala yang berhubungan dengan budaya dan kebiasaan di situ namun keputusan tertinggi ada di kepala desa.
Tina tidak bertanya lagi dan kembali melihat-lihat sekelilingnya. Pohon besar didepan sana tampak seorang kakek tua dan semakin dekat wajahnya persis sama dengan yang tadi mereka lihat.
"Dedi, itu bukannya kakek tua tadi kok bisa cepat sampai di sini" sahut Tina.
"Dimana? Aku tidak lihat" jawab Dedi.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments