Tina menyesaikan pekerjaannya dengan surat kesepakatan kerja dengan beberapa orang dari desa itu.
Di Desa Sabo orang sangat susah untuk digaji sebagai pekerja di ladang mereka lebih memilih proyek sementara yang dari pemerintah karena mendapat upah harian setelahnya pergi nongkrong menghabiskan uang itu.
"Kamu benar tadi tidak melihat kakek tua itu ada di bawah pohon itu?" tanya Tina ke Dedi sambil merapikan surat-surat kesepakatannya.
"Tidak. Kamu mungkin salah lihat. Disana tadi tidak ada siapa-siapa" jawab Dedi.
Tina penasaran dengan desa yang didatanginnya. Dia mengajak Dedi berkeliling dan membeli beberapa buah.
"Disini masyarakatnya lebih ramah dan kelihatan sibuk. Lihat saja sawah disana sangat banyak petani dan pemilik warung tadi kelihatan sangat lelah" ucap Tina.
"Iya benar. Tidak hanya di sini di desa lain juga masyarakatnya sangat sibuk bahkan beberapa usaha baru seperti di kota sudah ada" balas Dedi.
"Tapi kenapa di desa kita beda? Aku lihat mereka banyak menghabiskan waktu di rumah?" tanya Tina kembali.
"Entahlah" ucap Dedi menyicipi cemilannya di kursi taman itu.
Sudah pukul lima sore mereka bergegas pulang sebelum malam tiba.
Seperti biasa Tina selalu memindahkan hasil pekerjaannya kedalam laptop.
"Aku akan mempekerjakan sepuluh orang pertama dua hari lagi untuk memotong dan membajak lahan dalam waktu satu minggu" tegas Tina ke ayahnya.
"Hitung dengan tepat dan pastikan mereka mendapat upahnya tepat waktu" ucap Dino ayahnya.
Tina hanya mengangguk dan tersenyum bahagia.
"Ibu. Sekarang hari Minggu tolong jangan bangunin aku sampai pukul sepuluh" sahut Tina dari dalam kamarnya.
"Kamu harus ibadah Nak pukul sembilan. Katanya mau cepat tahu desa ini. Ayo buruan bangun" ucap Sani ibunya yang dari mengetuk pintu kamar Tina.
Perlahan Tina beranjak dari kasurnya dan langsung mandi.
Dengan sepatu flat dan gaun biru selutut Tina berjalan kaki ke rumah ibadah itu yang tidak jauh dari rumahnya.
Tempat ibadah itu lumayan besar dan hampir bisa terisi dua ratus orang. Namun tidak lebih dari seperempatnya orang berada di sana.
Sebagai pendatang baru Tina melihat berulang kali wajah yang hadir disitu dan sesekali dia tersenyum.
Baju yang mereka kenakan sangat cantik-cantik. Ibu-ibu dengan balutan kebaya dan perhiasan emas membuat lebih mewah.
Bapak-bapak dengan jas hitam dan kemeja putih tampak bersih dan rapi, sedangkan para wanita lajang mengenakan gaun dan make up yang sangat berbeda dengan Tina.
"Wah. Ini seperti acara pesta. Bagaimana mungkin saya bisa kalah mode yang sudah tinggal lama di kota" ucapnya dalam hatinya sambil tersenyum walau sebenarnya menurutnya itu sangat norak.
Dia kembali fokus pada pemimpin ibadah itu dan Tina sangat tersentuh dengan tema ibadah kali ini.
"Di sini benar-benar anak Tuhan semua. Mereka sangat mendalami ibadah hari ini" ucap dalam hatinya berjalan menuju pulang ke rumah.
Karena cuaca panas dia melewati jalur cepat ke rumahnya dimana jalan itu perbatasan rumah- rumah perkampungan dengan sawah. Dan hanya beberapa orang yang memilih jalan itu.
Tina berjalan dengan terburu-buru karena terik matahari.
"Ini bau apaan? Seperti kemenyaan" ucapnya yang dari tadi bau itu tidak hilang-hilang.
Dari arah jauh dia melihat pria tua yang bungkuk membawa jerami.
Tina tersenyum namun tak ada balasan dari pria tua itu.
Tina mengabaikannya dan tiba-tiba matanya tertuju ke tanah setetes seperti darah. Dia mengikuti tetes darah itu perlahan dan berhenti di halaman rumah. Dia tak tahu itu itu milik siapa. Rumah itu besar, halamannya luas dan dikelilingi bunga mawar dan seekor kucing hitam duduk di kursi teras.
Dia menoleh ke belakang pria tua tadi masih memperhatikannya dari ujung mereka berpapasan.
Tina bebergegas mempercepat langkahnya hingga sampai di rumah.
"Ibu! Kenapa di sini orang-orang sangat aneh?" sahutnya dengan napas terengah-engah.
"Aneh kenapa? Itu hanya perasaan kamu saja. Ayo makan siang dari tadi nungguin kamu?"
Dia masih belum percaya dengan tatapan pria tua itu dan belum yakin apakah tadi benar darah manusia atau bukan.
"Bagaimana dia tahu kalau mengikuti jejek darah itu" ucapnya dengan bingung di meja makan itu.
Keesokan harinya....
"Tolong kerja samanya bapak-bapak jika ada kendala bisa langsung diberitahu ke saya" sahut Tina memberitahukan kepada sepuluh pekerja itu dan satu wanita membantu untuk memasak.
Para pekerja itu mulai bekerja sedangkan Tina membuat pembatas-pembatan dengan tali.
Dalam beberapa jam terik matahari semakin panas namun itu tidak menurunkan semangat para pkerja.
"Bu Tina! Ini ada apa ya? Dari tadi saya sudah temukan empat kain seperti ini" sahut seorang pekerja.
Tina mendatangi mereka berapa terkejutnya dia sudah ada beberapa kain yang sama yang dia temukan sebelumnya di situ.
"Ini mungkin ulah anak-anak pengembara sapi disini. Abaikan saja lagian juga itu sudah kelihatan lama" ucap Tina.
Mereka berteduh dan makan siang dibawah tenda dekat pohon.
"Apa Mba Tina tidak merasa aneh di desa ini? tanya pekerja itu.
"Aneh maksudnya?" balas Tina.
"Desa ini banyak dicurigai penduduknya melakukan hal mistis namun tak satu pun yang dapat membuktikannya."
"Apa Mba Tina tidak merasa aneh dengan orang-orang disini. Seperti kelihatan tidak ramah walau kita sudah menyapanya" sambung pekerja lainnya.
"Saya masih baru di sini jadi belum tahu orang disini seperti apa. Tapi desa indah dan sejuk sangat disayangkan jika hal itu terjadi" ucap Tina.
Mereka melanjutkan pekerjaanya dan Tina kembali pulang lebih duluan.
"Ayah. Apa Ayah merasa orang-orang di sini ada yang aneh?" tanya Tina.
"Tidak. Lagi pula ayah jarang berinteraksi dengan penduduk disini karena Ayah akan mengajar di desa seberang setelah mengurus surat -surat tanah kakek kamu" ucapnya.
Dino sebelumnya seorang dosen namun memilih mengundurkan diri. Tak banyak yang dapat dilakukan Dino jika berkaitan dengan hal pertanian sehingga dia harus mencari kesibukan.
"Kenapa Ayah tidak mengajar di desa inj?" tanya Tina kembali.
"Ayah takut akan menjadi beban bagi orang-orang disini karena disini pada umumnya menginginkan pekerjaan itu atau sebagai PNS" jawabnya.
Tina hanya terdiam dan berusaha mencerna jawaban ayahnya.
Sudah enam hari lahan itu hampir selesai dibersihkan. Tampak luas dan tidak tertata rapi karena sudah sangat lama sekali tidak digunakan.
"Besok hari terakhir bekerja, Ibu saya menyiapkan makan malam mohon untuk datang ke rumah kami" sahut Tina.
"Siap Mba" ucap serentak para pekerja itu.
Pukul enam sore Tina masih mengukur kembali setiap area yang sudah selesai dibersihkan sementara yang lainnya sudah pulang.
"Sebaiknya ini aku simpan saja. Sebenarnya aku juga penasaran tentang kain ini" ucap Tina sambil mengumpulkan kain merah yang ditemukan dan dimasukkan ke dalam tumpukan batu.
Hari semakin gelap dia dan dia kembali pulang. Sepanjang perjalanan dia merasa ada yang mengikuti dari belakang, namun setiap dia menoleh tak ada siapa-siapa.
Dia mempercepat langkahnya dan tiba-tiba sesuatu menabrak kepalanya.
"Aduh.. sakit!!" ucapnya menyentuh kepalanya.
Dia melihat ke bawah seekor burung warna hitam persis dengan yang ditemukannya di rumahnya.
Disekelilingnya tidak ada orang hanya ada lampu jalan. Dia bergegas hingga berlari kencang menurut rumahnya.
bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments