Setiba di apartemen Steven, Aya bergegas membersihkan meja ruang tamu dari bekas kaleng minuman bersoda dan bungkus makanan ringan. Padahal ada sebuah tempat sampah tersedia di dekat kaki sofa di mana Steven biasa duduk menghabiskan waktunya untuk menonton televisi atau bermain game di ponselnya. Aya benar-benar tak bisa mengerti jalan pikiran cowok itu. Apa susahnya membuang sampah ke tempat yang benar? keluh gadis itu tiap kali menemukan kondisi yang sama. Atau jangan-jangan Steven sengaja melakukan hal itu untuk mengerjai Aya?
Masih ada hal lain yang mesti Aya lakukan selain membuang sampah. Gadis itu mesti mencuci beberapa peralatan makan yang sengaja Steven tinggal di atas wastafel dan terakhir, membangunkan artisnya yang tidak akan membuka mata sebelum Aya berteriak di dekat telinganya.
"Steven!"
Aya membentangkan pintu kamar Steven lebar-lebar dan memanggil nama cowok itu dengan suara keras usai mengeringkan tangannya dengan tisu. Cucian di atas wastafel tak banyak pagi ini.
"Kamu nggak mau bangun?" Aya berjalan ke arah meja kecil yang berada di dekat kepala Steven lalu meraih ponsel milik cowok itu. Apa gunanya memasang alarm? batin Aya sebal. Mematikan alarm di ponsel Steven juga merupakan salah satu kegiatan rutin Aya yang lain. "Kamu ada syuting hari ini, kan?" Gadis itu menoleh ke arah tempat tidur. Selimut yang menutupi tubuh Steven masih terlihat rapi, belum bergeser sedikitpun.
Aya pernah bekerja sebagai baby sitter selama tiga bulan dan ia merasa jauh lebih menyenangkan merawat bayi ketimbang menjadi manager Steven. Bagaimana tidak, Steven jauh lebih merepotkan daripada bayi. Kalau bukan demi uang, Aya tak mungkin akan bertahan sampai detik ini. Namun, gadis itu mesti bersyukur karena utangnya telah lunas bulan lalu. Untuk ke depannya, Aya hanya ingin menabung sebanyak-banyaknya demi mewujudkan impiannya membeli rumah. Mungkin yang tidak terlalu luas, tapi nyaman untuk ditinggali.
"Jam berapa sekarang?" Steven membuka kedua matanya dan bertanya dengan suara parau.
"Hampir setengah sembilan," jawab Aya seraya meletakkan kembali ponsel Steven ke atas meja. "Apa kita akan ke kantor sebelum syuting?"
"Nggak. Syuting hari ini masuk dalam perjanjian kontrak minggu lalu. Aku belum bilang, ya?"
Astaga! Aya melempar tatapan seram ke arah Steven. Lalu apa gunanya seorang manager artis kalau hal seperti itu ia tak tahu? Apa Steven hanya memanfaatkan tenaganya untuk menjadi seorang asisten?
"Mungkin aku lupa nggak memberitahumu," ujar Steven enteng, tanpa beban sama sekali. Cowok itu menyingkirkan selimut tebal yang menutupi tubuhnya dan bergegas bangun dari atas tempat tidur.
Aya segera berbalik dengan perasaan jengkel setengah mati sebelum ekor matanya menangkap bayangan tubuh Steven yang hanya mengenakan celana boxer selutut tanpa atasan.
"Kenapa? Bukannya kamu sudah terbiasa melihatku seperti ini?" protes Steven tak kalah kesal melihat Aya menghindar untuk menatap ke arahnya. "Kamu tahu, gadis-gadis di luar sana akan menjerit histeris kalau melihatku berpenampilan seperti ini. Tapi, kamu malah menghindar seperti melihat hantu. Atau jangan-jangan kamu nggak normal?!" Padahal tubuh Steven tergolong bagus. Posturnya tinggi, 180 centi, kedua lengannya kokoh dan berotot hasil bentukan gym yang rutin dilakukan Steven tiga kali seminggu. Perutnya masuk kategori sixpack. Wajahnya tampan hasil blasteran Manado-Cina. Ia seorang artis yang cukup terkenal. Lalu apa kurangnya Steven?
"Kamu tahu aku bukan penggemarmu, kan?" Aya menoleh sekilas ke arah Steven dengan seulas senyum terpaksa melekat di bibir. Ia hanya mengarahkan tatapannya lurus ke wajah Steven, bukan ke tempat lain. "Aku akan membuatkanmu sarapan. Persediaan makanan di kulkasmu masih banyak, kan?" Aya benar-benar beranjak pergi dari hadapan Steven setelahnya tanpa menunggu jawaban dari bibir cowok itu.
Steven mendengus kesal melihat kelakuan Aya menutup pintu kamarnya dengan cukup keras seolah-olah ingin menghancurkan benda itu.
Apa semua cowok harus menanggalkan pakaiannya saat tidur? Aya menggerutu sendirian ketika melangkah dengan tergesa ke dapur. Ia harus bergegas membuatkan sesuatu untuk dimakan Steven. Tapi apa? Aya bahkan tak punya ide untuk membuat masakan apa pagi ini. Mungkin akan lebih baik jika Steven mempekerjakan seorang asisten rumah tangga, pikir gadis itu seraya membuka pintu kulkas. Dan sedetik kemudian ia memutuskan untuk membuatkan Steven mi instan dengan telur. Bukankah tak butuh waktu lama untuk memasak menu itu?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments