dua

"Bagaimana kabar Naura, Pak? Sehat?" Di sela-sela perjalanan menuju apartemen Steven, Aya membuka perbincangan dengan sang sopir yang sejak tadi membungkam mulut. Sudah menjadi kebiasaan Pak Jo untuk diam selama Steven dan Aya sibuk ngobrol. Naura adalah putri tunggal Pak Jo yang masih berusia dua tahun.

"Naura sehat, Mbak Aya," jawab Pak Jo tanpa menoleh ke arah Aya karena harus mencurahkan segenap konsentrasinya ke arah jalan. Malam-malam seperti ini, meskipun suasana jalan cukup lengang, namun ia tidak boleh lengah apalagi mengantuk. Terkadang bahaya bisa datang dengan tak terduga dan kapan saja.

"Dia sudah bisa apa aja, Pak?" lanjut Aya mencari tahu.

"Naura suka nonton video-video di hape, Mbak Aya. Dia juga suka ikut joget dan nyanyi-nyanyi gitu. Saya suka tertawa sendiri melihatnya," papar Pak Jo seraya tersenyum kecil. Bayangan tingkah polah Naura yang lucu segera memenuhi kepalanya. Lelaki berusia 40 tahun itu tiba-tiba sangat merindukan putri kecilnya. Karena Aya terus membicarakannya sejak tadi. Tapi, ia harus bersabar selama beberapa menit ke depan sebelum pulang ke rumah.

"Oh ya?" Aya tampak antusias mendengar penuturan Pak Jo tentang putrinya. Ia bisa membayangkan betapa manisnya Naura saat bernyanyi atau berjoget seperti yang Pak Jo ceritakan. "Kapan Naura ulang tahun, Pak?"

"Dua bulan lagi. Kenapa, Mbak?" Kali ini Pak Jo mengalihkan pandangannya ke arah samping meski hanya sebentar.

"Aku mau memberikan Naura hadiah, Pak. Boleh, kan?"

"Iya, boleh. Tapi jangan yang mahal-mahal, Mbak Aya."

"Kenapa nggak boleh yang mahal?"

"Nanti uang Mbak Aya habis, bagaimana?"

"Tenang, Pak. Kan ada dia," balas Aya dengan mengarahkan telunjuk kanannya ke jok belakang.

Pak Jo mengurai senyum samar mendengar bisikan halus Aya.

"Hei, aku bisa mendengar suaramu."

Aya tercekat dan kepalanya otomatis berputar ke belakang saat suara Steven menyahut tiba-tiba. Bukannya dia sedang tidur? batin gadis itu heran. Karena itu Aya berusaha membunuh waktu dengan mengajak Pak Jo berbincang tentang putrinya.

"Kamu nggak tidur?" tanya Aya ketika tersadar melihat kenyataan bahwa Steven sedang menatapnya dengan tatapan horor. Gadis itu kembali duduk di joknya dengan kepala mengarah ke depan.

"Bagaimana aku bisa tidur kalau kamu dari tadi berisik, hah?" Steven melenguh cukup keras. Syuting seharian ini cukup menguras energi karena ia harus mengulang beberapa kali adegan jatuh dari sepeda motor. Andai saja ada stuntman yang bisa menggantikan perannya, Steven tidak akan merasa selelah ini.

"Sorry." Aya mengucap maaf dengan suara rendah. Perasaan bersalah kentara jelas di wajahnya. Membuat suasana hati artisnya buruk adalah sebuah kesalahan terbesar seorang manager artis.

"It's ok. Gajimu akan kupotong bulan ini," sahut Steven enteng.

"Apa?!" Aya memutar kepalanya ke belakang. Sepasang matanya membola. "Gajiku dipotong?" tanya gadis itu tak percaya. Benarkah Steven akan melakukan ini padanya?

"Yup. Kenapa? Nggak terima?" tanya Steven dengan sikap pongahnya. Ia jelas tidak sedang berakting sekarang, gaya bicara dan gesturnya sangat alami.

"Ini nggak adil, Bos," keluh Aya memelas. Berharap pengampunan dari Steven memang seperti menanti hujan di tengah-tengah musim kemarau yang benar-benar kering, namun bukan tidak mungkin bagi cowok itu untuk merubah keputusannya jika ia ingin melakukannya.

"Apa kamu mau mengambil sisa gaji terakhirmu sekarang?" tanya Steven sambil mengambil ponselnya dari dalam saku celana. "Aku akan mentransfer gajimu sekarang," ucapnya dengan maksud mengancam.

"Jangan!" teriak Aya panik. Suaranya memenuhi kabin mobil yang mereka bertiga kendarai. Tangan gadis itu terangkat ke atas seolah ingin menghentikan waktu. "Jangan lakukan itu."

"Jadi, kamu setuju untuk potong gaji?" Steven tersenyum kecut dengan sorak sorai penuh kemenangan di dalam dadanya.

Aya mengambil napas panjang lalu menurunkan tangannya sebelum mengangguk penuh kekalahan. Apa boleh buat, pikirnya pasrah.

"Oke. Kamu boleh potong gajiku, berapa saja yang kamu inginkan. Terserah. Tapi jangan memecatku," ucap Aya kemudian. Meski benaknya dipenuhi dengan kemarahan dan makian untuk Steven.

"Oke. Kita deal," sahut Steven senang. Cowok itu memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana lalu menarik napas lega diam-diam.

Apartemen Steven sudah tampak dari kejauhan dan hanya butuh waktu beberapa menit untuk tiba di sana. Tak ada perbincangan lagi di dalam mobil itu.

***

Terpopuler

Comments

Yani Cuhayanih

Yani Cuhayanih

Aku doa in Steven jd bucin sama Aya

2023-05-18

0

Mahasana (IG: @anaalien10)

Mahasana (IG: @anaalien10)

Bagus ceritanya😁

Ohiya.. aku udh like, like back juga ceritaku: Inhibitorion yaap🙂

2020-04-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!