tiga

Aya tidak bisa serta merta menyalahkan takdir jika kehidupan yang dijalaninya sekarang jauh dari ekspektasinya sewaktu kecil. Ia juga ingin memiliki kehidupan yang normal seperti orang pada umumnya. Namun, kenyataan mengharuskan Aya kehilangan ibunya karena penyakit kanker. Itu terjadi sekitar lima tahun lalu. Aya terpaksa melepaskan cita-citanya untuk bisa mengecap bangku kuliah karena biaya pengobatan ibunya yang tinggi. Rumah yang mereka tempati bahkan harus dijual untuk menutupi biaya rumah sakit. Namun, kesembuhan tak selamanya bisa dibeli dengan uang. Penyakit kanker payudara yang diidap ibunya sudah menjalar ke paru-paru dan jantung dan tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Pengobatan medis tak ada gunanya lagi.

Meski tidak mudah dan butuh waktu beberapa lama, perlahan Aya bisa menerima kenyataan. Ia mulai bangkit dari kesedihan dan melanjutkan hidup. Aya berusaha ke sana kemari demi mencari sebuah pekerjaan. Mulai dari pelayan toko, restoran, sampai baby sitter, pernah Aya jalani. Hingga suatu hari ia bertemu dengan Steven di restoran tempat Aya bekerja.

Bukanlah sebuah kebetulan jika seseorang bertemu dengan orang lain di sebuah kesempatan yang langka. Tuhan yang mengatur segalanya. Dan pertemuan antara Steven dan Aya setahun yang lalu juga bukanlah kebetulan semata. Tuhan yang sudah menggariskannya.

"Apa kamu mau bekerja untukku?" tawar Steven kala itu.

Aya yang baru saja meletakkan pesanan Steven di atas meja, seketika mengerutkan kening. Biasanya orang asing yang menawarkan sebuah pekerjaan, harus dicurigai karena kemungkinan besar mereka adalah seorang penipu, benar kan? Aya juga berpikiran sama. Makanya ia tak langsung menerima tawaran Steven begitu saja saat itu.

"Maaf, Mas. Aku sudah punya pekerjaan," tolak Aya mentah-mentah disertai seulas senyum di bibirnya.

"Memangnya kamu nggak punya televisi di rumah?" tanya Steven dengan tampang tak percaya. Ia yakin pernah muncul beberapa kali di layar kaca, mustahil jika gadis pelayan restoran itu tidak mengenali wajahnya.

Aya menggeleng. Rumah beserta barang-barang berharga lain, termasuk televisi sudah dijual untuk biaya pengobatan ibunya. Nyaris tak ada yang tersisa ketika ia dan ayahnya pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil yang terletak di sebuah gang sempit padat penduduk.

"Apa kamu jadi managerku?" tawar Steven kemudian. Tampang gadis itu terlihat polos dan agak bodoh, namun seseorang seperti itu biasanya tidak akan banyak protes, tidak akan rewel, dan tidak akan menuntut gaji tinggi. "Berapa gajimu di sini? Aku akan membayarmu dua kali lipat, bagaimana?" Steven mencoba membujuk.

Pikiran Aya mulai goyah ketika mendengar tawaran Steven di ujung kalimatnya. Gadis itu membutuhkan banyak uang demi membayar sisa biaya pengobatan ibunya yang ditanggung oleh salah satu kerabat Aya. Meski kerabatnya tidak menganggap itu sebagai utang, tetap saja Aya merasa memiliki kewajiban untuk membayarnya. Selain itu ia harus membayar sewa rumah dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Hubungi aku kalau kamu berubah pikiran." Steven memberi gadis itu sebuah kartu nama sebelum beranjak meninggalkan restoran.

Aya mengalami perdebatan hebat di dalam benaknya sebelum akhirnya menerima tawaran Steven. Jika bukan Aya yang berjuang, siapa lagi? Ayah Aya sama sekali tidak bisa diharapkan. Pasca kepergian istrinya, Ayah Aya berubah jadi pemurung. Ia diberhentikan dari pekerjaannya karena sering absen dan laki-laki itu mulai berubah menjadi pemabuk. Dan karena pergaulan yang salah, ia terjerumus ke dalam jerat perjudian. Buruk memang, bahkan Aya sudah tak tahu lagi bagaimana cara untuk mengingatkan ayahnya untuk berhenti dari kebiasaan jeleknya dan memulai hidup yang lebih baik.

Malam ini juga sama seperti malam-malam sebelumnya. Rumah terkunci rapat dan kosong, bahkan tak ada satupun lampu yang sempat dinyalakan sebelum ayahnya pergi. Tapi Aya sudah terbiasa dengan semua itu. Ia juga tak kebingungan lagi mencari keberadaan ayahnya. Aya hanya ingin istirahat demi melepaskan segenap kepenatan dari tubuh dan pikirannya. Hari-hari yang ia lalui tak ada yang mudah. Begitu juga dengan esok hari. Masih banyak hari yang penuh tantangan, kerja keras, mungkin juga menguras emosi dan pikiran. Aya akan menghadapi itu semua dengan siap mental. Bukankah selalu ada harapan yang menunggu di depan sana? Aya juga ingin menjemput harapan itu suatu hari nanti.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!