"Kamu udah liat semuanya. Kamu cukup pintar untuk memahami ini, jadi aku gak perlu jelasin apapun. Kita putus."
Kilasan memori itu membuat dada Maura semakin sesak. Pikirannya kacau, matanya sembab, dan tidak ada lagi raut bahagia di wajahnya.
"Bajingan!"
Umpat Maura. Tatapannya kosong, sembari terus meneguk wine di tangannya.
"Udah dong, Ra. Cowok gak cuma dia. Di dunia ini masih banyak yang lebih ganteng, lebih kaya, lebih segala-galanya deh dari si brengsek itu."
Hibur Friska. Dia tidak tega melihat Maura seperti ini. Sudah hampir seminggu tapi keadaan Maura malah makin memburuk.
Hampir setiap malam dia menangis, marah marah gak jelas, menghabiskan belasan botol alkohol.
Dan saat ini dia ada di Klub. Selama seminggu juga Maura memilih menginap di rumah Friska. Selain agar dia menghindari desakan perjodohan konyol kakeknya. Bahkan kakek gilanya itu menyuruh Maura menikah setelah ujian nanti.
"Gue kurang apa sih, Ka? Selama pacaran gue gak pernah selingkuhin dia bahkan dekat sama cowok pun enggak. Gue juga rela ngebantah kakek demi dia. Kenapa dia tega, sih?"
"Udah ya.. lo cewek tangguh. Cantik, pintar, jangan bego sama urusan cinta. Apalagi sama cowok brengsek yang jelas udah selingkuh di belakang lo."
"Apa karena gue selalu nolak saat dia ngajak--"
Friska menggeleng.
"Lo jangan gila. Dia emang cowok brengsek dibalik tampang baiknya. Jaga mahkota lo buat suami lo nanti, Ra. Bukannya lo sendiri yang bilang cuma suami lo yang boleh melakukannya?"
"Tapi gue udah berharap dia bakal jadi suami gue, kita hidup bahagia sama anak anak kita nanti.. Hiksss"
Friska tidak tau harus bagaimana lagi membujuk Maura. Sahabatnya itu sudah mabuk berat. Dan dia juga salah tempat. Kenapa malah datang di sarang predator, sih?
"Ra, pulang yuk. Udah minumnya."
"Gak mau. Gue benci dia, Ka. Gue benci cowok itu. Awas aja kalau dia minta balikan lagi. Awas kalau gue ketemu tuh pelakor. Aishhh.."
Maura mengambil segelas wine dan berdiri di tengah lantai dansa. Dentuman musik dari sang DJ membuat Maura meliuk-liukkan tubuhnya. Siapapun pria yang melihat tubuh Maura saat ini, pasti sudah menggila. Semua karena mereka sangat ingin menyentuh setiap inci tubuh indah Maura.
"Oh God. Dia buat gue makin gila. Mana pakaiannya ketat gitu lagi. Cari mati tuh anak."
"Ra... pulang yuk. Gue ngeri liat tatapan pria disini. Mereka ngeliat lo kayak ngeliat makanan enak tau nggak. Kalau kakek lo tau, habis lo dimarahin." sambung Friska lagi.
"Apasih, Ka. Gue mau nari sepuasnya. Gue harus bisa move on dari bajingan sialan itu. Biarin gue bahagia bentar.."
"Nggak kita--"
Friska makin frustasi.
"Hai cantik."
Tiba-tiba seorang pria bertato mendekati mereka. Dengan sengaja tangannya memeluk pinggang Maura dan mengenduskan hidungnya di leher Maura.
"Lepasin sahabat gue."
Teriak Friska. Dia takut kalau Maura diapa apain, kalau kondisinya normal Maura pasti akan langsung memukul pria itu tapi sekarang dia mabuk.
"Sahabat? Apakah gadis cantik ini sahabatmu? Dia sangat seksi dan menggairahkan. Apa aku boleh mengajaknya ke kamar?"
Ucap pria itu sensual. Tangannya juga mulai nakal meremas buah dada Maura.
"Ahhh.."
Lenguh Maura merasakan sentuhan di area sensitifnya.
"Lepasin!!"
Buggg
Semua orang disana terkejut. Bukan karena teriakan Friska tapi bogeman Fraz pada pria yang mengganggu Maura tadi.
"Fraz..."
Maura berlari memeluk Fraz.
"Hans jahat Fraz.."
"Kalian bereskan dia."
Perintah Fraz pada anak buahnya.
"Kamu tidak apa-apa?"
Fraz beralih pada Maura. Menatap gadis itu lembut.
"Dia mabuk berat. Mending langsung dibawa pulang."
Jawab Friska.
"Aku akan membawanya pulang. Kakek Maura menyuruh ku untuk mencarinya karena hampir seminggu dia tidak pulang ke rumah."
"Tapi--"
Friska sedikit ragu, karena Maura ditangan seorang pria. Bagaimana kalau?
"Jangan berpikir aneh aneh. Aku mencintai Maura dan tidak mungkin menyakitinya."
"Hmm baiklah. Aku percaya padamu."
"Oh ya, anak buahku akan mengantarkanmu pulang. Ini sudah sangat larut malam."
Friska menggeleng. Lagian dia juga membawa mobil.
"Gak usah. Aku bisa pulang sendiri. Kamu jaga Maura aja. Pastiin dia pulang dengan selamat."
Fraz mengangguk dan segera menggendong Maura, membawanya pergi dari tempat itu.
***
"Hans.. kenapa kamu tega sama aku.."
Racau Maura di dalam mobil.
"Pria itu benar-benar keterlaluan. Mengkhianati gadis yang sangat tulus mencintainya."
Fraz melirik Maura yang tengah tertidur. Tangannya bergerak mengusap rambut gadis itu.
"Kita memang dijodohkan, tapi aku sungguh jatuh cinta padamu, Maura."
"Aghhhh."
Maura terbangun. Fraz yang kaget langsung menjauhkan tangannya dan menginjak rem. Lalu dia memberikan Maura botol air minum supaya mabuk Maura bisa hilang.
"Uweeeekkk.."
Maura muntah di dalam mobil Fraz. Bukannya jijik atau marah, Fraz memijit tengkuk Maura dan menghapus bekas muntahan di bibir Maura dengan tisu.
"Maaf."
"Gak papa. Minum lagi."
"Makasih."
.
.
"Mobil lo kotor, Fraz."
"It's okay. Bisa dibersihkan. Mmm sebaiknya kamu pindah ke belakang sebentar, aku akan membersihkan ini dulu. Oh ya, aku juga punya snack di bangku belakang, jadi kamu bisa isi perut kamu yang udah kosong."
Maura tersentuh. Dia pikir Fraz akan menggunakan kesempatan untuk berbuat jahat padanya. Tapi dia salah. Fraz bahkan rela membersihkan bekas muntah Maura. Dia sama sekali tidak merasa jijik.
"Sudah. Kamu bisa duduk disini lagi."
Maura mengangguk lalu kembali ke bangku depan. Ya kali dia duduk di belakang, karena Fraz bukan supir taksi.
"Makasih sekali lagi."
"Sama-sama."
"Kita dimana?"
"Baru setengah jalan. Aku mau mengantarkan kamu pulang ke rumah. Tuan Marcus menyuruhku mencari kamu. Dia bilang semua anggota keluarga harus berkumpul di acara pernikahan lusa nanti."
Maura membelalakkan matanya. Dia memang mulai berbaik hati pada Fraz, tapi apa pernikahan mereka akan diadakan secepat ini?
Dia masih sekolah!
"Kamu kalau masih ngantuk tidur lagi aja."
"Fraz.. aku tau kamu orang yang baik. Tapi apa ini tidak terlalu cepat? Aku masih SMA. Coba kamu pikirkan lagi, bujuk kakek supaya pernikahan kita ditunda. Setahun atau 5 tahun lagi."
Fraz terkejut. Tapi bukan karena perkataan Maura yang ingin mengundur pernikahan mereka terlalu lama.
"Kayaknya kamu salah paham."
Maura menaikkan alisnya.
"Salah paham gimana? Yang mau nikah lusa kita, kan?"
"Kamu sebenarnya berharap banget ya bisa nikah sama aku?"
Goda Fraz.
"Hentikan senyum konyol lo."
Maura kembali menggunakan lo gue setelah tadi bicara terlalu lembut meyakinkan Fraz.
"Aku suka kamu pakai aku-kamu. Kita berasa lebih akrab."
"Gak usah ngaco. Jadi apa?"
"Kakek kamu yang akan menikah."
"Kak--Whattt?? Kakek beneran mau nikah?!!!"
Kabar ini jauh lebih mengejutkan dibanding dia mengetahui kalau CEO yang pernah dia temui adalah seorang gay.
***
Keesokan paginya, Maura menggebrak pintu kamar kakeknya. Saat terbangun dia menyadari kalau dirinya ketiduran dan sudah ada di kamar.
Pasti Fraz yang membawanya ke kamar. Ah, lupakan dulu soal itu. Yang jelas sekarang Maura mau menemui kakek gilanya.
Dengan emosi yang memuncak Maura menemui sang kakek tapi apa yang dilihat matanya saat ini cukup menjadi alasan Maura harus belajar jadi psychopath.
Wanita itu!
Kakak kelasnya!!
Senior di sekolahnya sekaligus..
Pelakor!!
Wanita murahan!!
Selingkuhan Pacarnya, ralat. Mantan Pacar!
"Dasar wanita gak ada harga dirinya lo! Manusia gila!!"
Maura menarik selimut yang membungkus tubuh kakek dan seorang wanita di sebelahnya. Sang kakek yang terbangun, kaget melihat cucunya ada di kamar dan memergokinya.
Sepertinya karena keasyikan, dia sampai lupa mengunci pintu.
"Sini lo cewek gila!!"
Seret Maura, tapi sedetik kemudian dia melepaskan tangannya dari wanita bernama Cecilia itu.
"Lo bugil? Kakek juga?!! Astaga.."
Maura membalikkan badannya. Dia sangat kaget, malu, kesal, sekaligus mengumpat dengan apa yang baru saja dia lihat.
"10 menit. Aku kasih kakek dan PHO ini waktu untuk memakai pakaian kalian. Aku tunggu di bawah."
Segera Maura pergi dari tempat terkutuk itu. Tanpa melihat mereka lagi.
"Anak itu memang ingin dikasih pelajaran."
Mau tak mau Marcus harus menyelesaikan drama cucunya itu.
***
Saat ini suasana sangat mencekam. Baik Maura, kakeknya, dan Cecilia, calon nenek tirinya saling menatap tajam. Menciptakan bendera peperangan dan kapan saja siap meluncurkan bomnya.
"Ekhm" Dehem Marcus memecah keheningan.
"Kenapa sayang?"
Cecilia sengaja melembutkan suaranya, membuat Maura sangat berambisi menjahit mulut wanita itu.
"Kakek udah gak waras? Habis di pelet sama orang gila ini?"
"Jaga bicara kamu, Maura!!"
bentak kakeknya.
"Kakek yang harus mikir! Siapa wanita yang berhubungan sama kakek! Dia wanita yang udah selingkuh sama pacar aku, bahkan dia udah--"
"Cukup Maura!!"
Bentak Marcus lebih keras. Maura terkejut, kakeknya memang menyebalkan tapi tidak pernah separah ini.
"Kakek tega bentak aku cuma buat bela wanita murahan ini?"
Plakk
Marcus melayangkan tamparannya pada pipi mulus Maura.
"Kakek kejam! Gila! Gak waras! Kakek mau nikah sama selingkuhan pacar aku sendiri?!!"
"Well, mantan pacar."
Sela Cecilia tersenyum remeh. Dia memeluk lengan Marcus, menyiratkan kalau Marcus sudah jadi miliknya. Dan mengatakan, you are loser pada Maura.
"Kalian sama saja!!"
Maura sangat geram pada 2 orang di hadapannya.
"Dan lo, pelakor gak tau diri. Wanita murahan bahkan lebih rendah dari binatang. Lo masih SMA tapi kelakuan lo melebihi pelacur di luar sana! Lo merebut pacar gue, m*king love dengannya dan sekarang.. Lo juga melakukan hal yang sama pada pria yang harusnya jadi kakek lo!! Dimana harga diri lo, hah?!! Segitu gak lakunya lo atau emang lo kurang belaian? Gila harta? Kurang kasih sayang? Menggunakan tubuh lo buat menarik perhatian pria, emang udah gak punya malu, untung aset lo masih ada buat menangkap mangsa. Gue sebagai perempuan jijik liat lo. Senior macam apa yang rebut pacar adik kelasnya sendiri terus kakeknya diembat juga! Sumpah dunia emang mau kiamat. Gak waras lo, beneran gila!!"
Nafas Maura menggebu-gebu. Amarahnya memuncak kali ini.
"MAURA!!"
Teriak Marcus penuh amarah. Rahangnya mengeras memperlihatkan urat urat lehernya.
"Apa kek?!! Aku tau kakek itu gak waras. Gila s e x. Tapi gak gini juga. Kakek bercinta sama wanita yang jelas jelas pelakor. Kakak kelas aku sendiri. Emang kakek gak kayak kakek-kakek pada umumnya, aku akui fisik kakek masih tetap bugar tapi gila gak sih, pria tua yang umurnya udah lewat setengah abad berhubungan sama wanita yang umurnya cuma beda satu tahun dari cucunya. Nenek Laila pasti kecewa sama kakek!!"
Nafas Maura makin menggebu. Dia sebelumnya tidak pernah berkata sekasar ini, dia emosi. Sangat.
Belum habis rasa sakitnya melihat Hans selingkuh dengan wanita di hadapannya, sekarang.. kakeknya juga ikut dia embat?
Pelet apa yang dia gunakan? Secantik apa wanita murahan ini?
"Maura kau sudah keterlaluan!!"
Hampir saja tangan sang kakek mendarat di pipi Maura lagi, tapi untungnya Fraz datang di waktu yang tepat.
"Tahan emosimu, Tuan Marcus. Ingat dia cucumu."
Marcus mendecih.
"Tapi dia cucu kurang ajar. Tidak tau diri!! Selama ini dia hidup mewah dari uang siapa?Aku yang memberikan segalanya, bukan orangtuanya!!"
Maura tersenyum sinis.
"Kakek pikir aku bego? Bodoh? Kakek merawat aku cuma buat dijadiin boneka kakek. Ambisi kakek!!"
"Maura tenangkan diri kamu. Kamu gak boleh bicara seperti itu sama kakek kamu."
"Lepasin gue, Fraz!! Lo sama kakek sama aja. Gak ada bedanya. Kalian pria, cuma haus kekayaan dan kekuasaan!"
Dengan sekali hentak, Maura melepaskan cekalan tangan Fraz dan mengambil tasnya lalu pergi.
"Kamu mau kemana, Maura?"
"Jangan ikuti aku!"
Teriak Maura lalu pergi begitu saja.
"Tuan Marcus sebaiknya anda menahan Maura untuk tidak pergi dalam keadaan marah. Saya takut terjadi sesuatu."
"Susul dia. Bawa dia kembali."
Fraz mengangguk. Tanpa disuruh pun dia akan mengikuti Maura dan menenangkan gadis itu. Dia sangat mengkhawatirkannya.
.
.
"Sayang.. kau terlalu keras."
Cecilia mengalungkan tangannya di leher Marcus. Dia kembali menggoda Marcus.
"Dia saja yang keterlaluan. Sayang, kau jangan seperti ini. Aku tidak tahan sentuhanmu. Selalu membuatku ingin menerkammu, hm."
Cecilia tersenyum senang. Dia mencium bibir Marcus, Marcus pun membalas ciuman Cecilia. Mengangkat wanita itu dan menjatuhkannya ke sofa. Lalu menghimpit wanita itu dengan tubuhnya.
"Morning s e x?"
Bisik Marcus di telinga Cecilia.
Cecilia mengangguk. Padahal mereka saat ini ada di ruang keluarga. Banyak pelayan yang berlalu lalang.
Dengan cepat Marcus menanggalkan pakaian Cecilia sehingga yang tersisa cuma penutup bagian pentingnya saja.
"Disini?"
"Ya sayang. Aku sudah sangat bergairah."
"Tapi ini di ruang--"
"Pelayan!! Pergi dari ruangan ini dan jangan ada satupun yang lewat. Awas kalau kalian berani menunjukkan diri!!"
Teriak Marcus, semua pelayan yang sudah paham sifat majikannya langsung meninggalkan ruangan itu. Membiarkan kakek dan wanita muda menikmati pagi mereka.
"Are you ready, baby?"
"Sure. Always.."
Kemudian tanpa malu mereka kembali bercinta seperti tadi malam. Kenikmatan keduanya memenuhi seisi ruangan bahkan terdengar sampai ke telinga para pelayan.
"Majikan kita sudah tua, tapi untuk bercinta masih kuat."
"Iya. Tuan Marcus adalah kakek kakek hot. Bahkan kerutan di wajahnya gak ada. Perawatan mahal banget pasti."
"Betul. Memang benar, definisi umur hanyalah angka."
***
"Kapan kita pergi?"
Tanya Maura sambil mengemas barang Friska dan barangnya setelah habis belanja tadi.
"Sore ini. Gue yakin masalah lo bakal hilang deh seketika."
"Dapat duit dari mana lo ngajakin gue naik kapal pesiar segala?"
"Jaga lilin."
Jawab Friska seadanya.
"Heh?!"
"Becanda. Ya gue ada duit lah. Emang sih gue gak sekaya elo, tapi gue masih mampu kali buat sekedar ngajakin lo jalan jalan keliling Eropa. Ongkosnya doang, tapi."
Maura mencibir. Dasar Friska.
Disisi lain Maura juga beruntung memiliki sahabat seperti Friska, saat Maura kesulitan, bertengkar dengan kakeknya, atau saat Maura merindukan orang tuanya.
Bagi Maura, Friska adalah sahabat sekaligus saudara. Cuma dia yang Maura percaya.
Like dan comment nya yaa:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Zahira
Yok yg baca dukung cerita sebagus ini..kasih vote jangan kendor
2021-09-28
0
Zahira
Bengek baca cerita lo thor..cowoknya kagak ada yg bener😂😭😂
2021-09-28
0
~ziaaa~
aki2 hot
2021-09-22
0