"Kenapa kamu membohongiku, Mas?" tanya Kiara dengan air mata yang jatuh di kedua pipinya.
"Apa maksudmu, sayang?" tanya Tama bingung.
"Ini." Tama membeliak melihat sesuatu yang ditunjukkan oleh istrinya.
Tama merogoh saku celananya dan benar dugaannya, kertas yang ditunjukkan oleh Kiara adalah kertas laporan lab dari dokter Louis tadi.
"Kia, aku ...."
"Apa laporan ini benar, Mas?" tanya Kiara sambil menangis.
"Kia ...." Tama tidak mampu untuk berucap.
"Jadi, aku terkena kanker rahim?"
Tama tidak menjawab, hatinya begitu sakit saat melihat istri tercintanya itu menangis.
"Aku tidak percaya dengan ini. Kenapa ini terjadi padaku, Mas? Kenapa disaat aku begitu menginginkan seorang anak, justru aku harus mengalami ini? Kenapa harus aku ? Kenapa?" teriak Kiara histeris. Dia belum bisa menerima kenyataan kalau dirinya mengidap penyakit kanker rahim.
"Sayang, kamu harus tenang. Kita akan hadapi ini bersama-sama. Kamu pasti sembuh, sayang. Percayalah padaku!" Tama berusaha untuk menenangkan istrinya.
"Aaaa." Kiara terus berteriak sambil membuang apa saja yang ada di dekatnya. "Aku tidak mau sakit. Aku tidak mau sakit."
"Kia, aku mohon, tenang, sayang. Kamu pasti bisa sembuh." Tama merengkuh tubuh istrinya. "Aku tidak sanggup jika harus melihatmu seperti ini."
"Kenapa ini terjadi padaku, Mas? Kenapa harus aku?" lirih Kiara, kali ini dia mulai sedikit tenang.
"Karena Tuhan yakin kamu bisa melewatinya. Kamu adalah wanita kuat, dan aku yakin kita bisa melewati ujian ini dengan mudah. Aku janji akan selalu bersamamu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Kia. Aku janji padamu."
Kiara memejamkan matanya sambil menangis. Impiannya untuk menjadi seorang ibu, pupus sudah. Dia yakin, kalau dia sudah tidak akan mungkin bisa hamil seperti keinginannya.
"Mas, apa yang dokter Louis katakan tentang penyakitku?" tanya Kiara.
"Dia hanya mengatakan kalau kanker yang kamu derita masih stadium awal kemungkinan, rahimmu masih bisa di selamatkan. Tapi, jika kanker itu sudah masuk ke stadium lanjut, maka terpaksa rahimmu harus diangkat," terang Tama.
Kiara kembali menangis. Selama ini dia selalu berharap bisa hamil dan memberikan keturunan untuk orang yang dia cintai. Tapi, sekarang semuanya terasa begitu sulit dan hampit tidak mungkin.
"Kapan dokter Lou akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap penyakitku?"
"Lebih cepat lebih baik. Lou hanya menunggu kesiapanmu," jawab Tama.
Kiara menghela napasnya. "Besok lakukan pemeriksaan itu," ujarnya tanpa melihat ke arah Tama. Dia memilih tidur membelakangi Tama.
"Kia ...."
"Tinggal aku sendiri, Mas. Aku ingin menenangkan diri. Aku butuh waktu untuk menerima semua ini!" pinta Kiara sambil menahan isakannya.
"Baiklah. Aku akan menunggumu di luar. Jika kamu butuh sesuatu kamu bisa memanggilku." Kiara mengangguk.
Tama membenarkan posisi selimut Kiara, setelah itu dia mencium kening istrinya tersebut dengan lembut baru kemudian dia keluar.
Tama duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruang rawat Kiara. Meski saat ini Kiara masih ingin sendiri untuk menenangkan diri, Tama tidak mau meninggalkan istrinya itu sedikit pun.
Tama membuka layar ponselnya saat ada sebuah pesan masuk. Dan ternyata pesan itu adalah pesan dari mommynya yang bertanya tentang perjalanan bulan madunya.
"Apa aku beritahu mommy saja kalau aku dan Kia batal berbulan madu?" batin Tama.
"Apa sebaiknya aku juga memberitahu mommy tentang kondisi Kia. Mungkin saja dengan kehadiran bundanya, Kia akan lebih bersemangat untuk menghadapi penyakitnya," batin Tama lagi.
Akhirnya Tama memutuskan untuk menelpon mommynya dan memberitahu tentang keadaan Kia secara langsung. Namun, saat dia baru saja menekan tombol call seseorang merebut ponselnya dan membatalkan panggilannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ragil Saputri
pasti Kiara...
2023-06-22
0
Tri
kiakah yg merebut ponsel tama.....
dabar kia semua pasti akan ada hikmahnya
2022-04-03
0
Ririe Handay
KIA nih
2022-04-01
0