Wanita itu melemparkan paper bag ke hadapan Nara. Dengan reflek Nara menangkap paper bag yang berisi gaun berwarna merah. Nara meneliti seluruh gaun itu. menurutnya tidak ada yang salah, tapi kenapa wanita di hadapannya ini merasa tidak puas?
"Mohon maaf bila pesanan anda tidak sesuai dengan keinginan. Kami akan mengganti dengan yang baru dan anda bisa mengajukan gaun seperti apa yang Anda inginkan."
Sebisa mungkin Nara akan bersikap sopan, bagaimanapun wanita ini adalah pelanggannya. Walaupun Nara sudah merasa emosi akibat wanita yang tidak ada sopan itu. Karena seingat Nara, bukan dia yang mendesain pakaian yang di pesan wanita di depannya ini.
"Bagus! Aku minta gaun ini sudah selesai di buat dalam waktu dua minggu!" ujarnya dengan penuh penekanan. Kedua matanya menatap tajam ke arah Nara.
Walaupun terkejut, Nara tetap bersikap biasa saja. Waktu dua minggu itu adalah waktu yang singkat, belum tentu dia bisa menyelesaikannya. Nara membalas tatapan wanita itu. Dia keberatan dengan waktu yang di berikan.
"Apakah tidak bisa ada tambahan waktu? Kami tidak mungkin bisa menyelesaikan pesanan anda dalam waktu dua minggu"
Semua butuh persiapan, begitu pula saat membuat sebuah pakaian. Nara berhak untuk protes mengenai masalah waktu. Bukan tidak mampu, tapi apakah Nara harus begadang setiap malam dalam waktu dua minggu hanya untuk membuat satu buah gaun?
"Huh... bilang saja kalau kamu memang tidak mampu!"
Baiklah, sepertinya wanita ini memang tidak bisa di ajak negoisasi. Nada bicaranya saja sudah merendahkan Nara. Tentu Nara tidak Terima begitu saja, dia pun merasa tertantang untuk bisa membuat sebuah gaun dalam waktu yang singkat.
"Jika itu kemauan anda, saya usahakan dua minggu lagi anda akan merasa puas dengan gaun yang anda pesan, jadi silahkan anda datang lagi setelah dua minggu!"
Wanita itu tidak menjawab, dia langsung melangkahkan kaki untuk pergi. Kekesalan di wajahnya sangat terlihat. Mungkin sejak tadi dia sudah menahan emosi. Tapi sebelum itu, dia menarik lengan seorang pria.
Nara diam di tempat, tatapannya terpaku pada satu orang. Nara seperti mengenali wajah pria yang sedang di tarik itu. Tiba-tiba tubuhnya bergetar kala dia mengingat sesuatu. Pria yang sedang di tarik-tarik adalah pria yang Nara lihat di televisi kemarin pagi.
Pria yang Nara pikir adalah ayah biologis kedua anaknya. Pria yang telah mengubah kehidupannya 180 derajat. Sekarang, dia bisa melihat wajahnya langsung. Kedua mata Nara menatap wajah pria itu dengan intens. Kemiripan antara pria itu dan Nevan terlihat.
Mungkin jika di bandingkan dengan Nevan, mereka berdua terlihat seperti orang yang sama hanya saja dengan versi yang berbeda. Jika Nevan adalah saat kecilnya maka pria itu adalah saat sudah dewasanya.
Berarti, wanita yang marah-marah tidak jelas akibat pesanan yang tidak sesuai itu adalah istrinya! Tiba-tiba dada Nara terasa nyeri, saat tahu kalau takdir mempertemukan mereka dengan cara seperti ini.
Nara masih diam, tatapannya tetap pada pria itu. Sampai saat pria itu menyadari jika Nara sejak tadi telah menatapnya. Dia pun membalas tatapan Nara. Kedua Mata mereka bertemu, mereka berdua larut dalam tatapannya masing-masing.
Gavin, menatap Nara dalam diam, dia merasakan sesuatu yang tidak asing tapi tidak tahu apa itu. Sorot mata Nara yang di penuhi kesedihan, dia bisa melihatnya. Ada sebuah rasa aneh yang muncul di hatinya, rasa yang tidak pernah ada. Pertemuan pertamanya dengan Nara, membuat otak pria itu tiba-tiba kehilangan fokus.
Mereka tidak sadar jika ada seorang wanita yang sejak tadi sudah menahan emosinya. Dan bertambah saat melihat suaminya sedang saling tatap bersama pemilik butik yang sudah membuat nya hampir darah tinggi.
"Mass!!!"
Seketika, Nara dan Gavin tersadar. Mereka segera memalingkan wajah. Nara berbalik, kedua matanya hampir saja meneteskan air mata. Masih tidak menyangka jika dia bertemu dengan pria yang sudah mengubah kehidupannya itu.
"Mas ngapain ngeliatin dia?! Udah, ayo pulang. Kelamaan di sini bisa bikin aku darah tinggi!"
Wanita itu menarik lengan suaminya, tidak betah jika berlama-lama di tempat ini. Entah kenapa tapi hatinya merasa panas. Apalagi saat melihat Gavin sedang menatap Nara dalam diam.
Kali ini Gavin tidak menolak, dia diam dan mengikuti langkah istrinya. Pikirannya tiba-tiba beralih pada Nara. Gavin dan istrinya keluar dari butik kemudian menaiki mobil dan melaju menuju rumah.
Di tempat yang lain, Nara masih diam. Dia yang tadi berbalik akibat air matanya hampir menetes itu kembali membalikkan tubuhnya. Pria itu sudah tidak ada. Lalu, apa yang Nara harapkan?
Pria itu tidak mengenalinya, dan dari pada menambah keributan, lebih baik Nara diam. Biarlah takdir yang membawa kehidupan Nara. Berharap hanya akan membuatnya merasa kecewa. Lagipula, Pria itu sudah memiliki istri. Apalagi istrinya sangat cantik, Nara sadar bahwa dia bukan siapa-siapa dan tidak pantas untuk di ingat.
"Mbak.. "
Suara Indi membuat Nara tersentak, dengan refleks Nara berbalik dan menatap Indi. Dadanya berdebar akibat terkejut.
"Mbak Nara nggak apa-apa?"
"I.. iya, saya nggak apa-apa."
Indi diam, kepalanya menunduk. Dia seperti ingin mengatakan sesuatu. Nara yang menyadari itu 'pun memegang pundak gadis muda yang sudah menjadi bawahan Nara selama satu tahun. Nara sendiri sudah menganggap Indi sebagai adiknya, usia mereka hanya terpaut empat tahun.
"Kamu mau ngomong apa?"
"I.. itu, aku mau minta maaf, Mbak. Pagi-pagi aku udah bikin butik kacau."
Jari tangannya saling bertaut, kepalanya menunduk dan cairan bening di kedua matanya hampir jatuh. Indi sepertinya merasa sangat bersalah. Dia sudah membuat Nara terlibat masalah dan harus membuat ulang pakaian dalam waktu singkat.
Nara masih diam, tapi hal itu malah membuat Indi semakin takut. Dia tidak berani untuk menatap Nara. Walaupun mereka dekat, tapi Indi masih tahu batasan. Dia hanya bawahan sedangkan Nara adalah atasannya.
Kedua tangan Nara terulur memegang pundak Indi. Kemudian salah satu tangannya mengangkat dagu Indi. Membuat Indi menatap Wajah Nara. Nara memberikan senyuman hangat, bukan kemarahan yang di takuti Indi.
"Nggak apa-apa, buat kesalahan satu dua kali masih bisa di toleransi. Yang penting, untuk kedepannya harus lebih berhati-hati. Tapi Mbak juga mau bilang makasih sama kamu.. "
Tangis Indi berhenti, dia menatap Nara dengan wajah yang bingung.
"Kenapa malah mau bilang makasih sama aku? Aku 'kan udah buat salah."
Nara terkekeh, dia menepuk pundak Indi sebelum pergi dan tanpa berniat menjawab pertanyaan Indi. Hal itu membuat Indi semakin merasa bingung. Ada apa dengan atasannya ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Alya Yuni
Nara sadarlah dia dah punya istri jngn buat drimu pelkor besarkn ankmu
2022-01-17
1
_blueSky6 (ig: dxy.nrl)
aku mampir yaa,, ceritanya keren
semangat nulisnya
2021-12-20
0
Putri Handayani
aku mampir kakak membawa like, semangat
2021-12-20
1