Hanya Ada Kita
''Duluan ya, Ki!'' teriak seorang gadis yang sedang melambaikan tangannya.
''Iya ... sampai ketemu nanti malam, ya!''
Gadis bernama Anara itu mengangguk, dengan senyum merekah dia kemudian melanjutkan langkahnya ingin kembali ke rumah yang selama ini ditempatinya dan pergi bekerja.
Dia bukan gadis manja dari putri keluarga kaya, dia hanya seorang gadis biasa yang tumbuh besar di panti asuhan.
Mengandalkan beasiswa untuk masuk ke Perguruan tinggi membuatnya lebih bersemangat dalam menimba ilmu, karena memiliki otak yang cerdas membuat dia tidak kesulitan.
Sore ini Nara akan pergi bekerja bersama temannya di sebuah butik. Butik yang menjadi salah satu tempat kerjanya bersama sahabatnya selama dua tahun ini. Walaupun gajinya tidak seberapa tapi dengan uang itu bisa membantu perkuliahannya.
Saat sudah sampai di halte dan hendak menunggu bus, Nara mendudukkan dirinya di kursi panjang yang sudah disediakan, dengan headset yang menempel di telinga, Nara menyetel lagu kesukaannya.
Saat tengah menikmati musik sambil memejamkan mata, entah apa yang terjadi, kepalanya mendadak pusing hingga membuatnya tak sadarkan diri.
.
.
.
Perlahan, kedua kelopak mata Nara terbuka. Rasa pusing masih menyerangnya. Nara mengedarkan pandangan, yang pertama kali Nara lihat adalah tempat ini sangat asing baginya. Setelah kesadarannya hampir pulih, Nara membulatkan kedua matanya, menyadari bahwa ternyata dia di culik.
Tenaga Nara belum pulih, tapi tiba-tiba seluruh tubuhnya terasa panas. Ada yang aneh, tapi Nara tidak tahu apa itu. Dua penculik itu datang, mereka membawa Nara yang terkulai lemas kemudian di tidurkan di atas ranjang.
"S— siapa kalian?" Suara Nara begitu lirih hampir tidak terdengar, namun kedua penculik itu langsung pergi.
Dengan kesadaran yang masih tersisa, Nara melihat ada seorang pria asing. Pria yang dengan teganya merampas kesucian Nara.
"J— jangan, ku mohon," air mata mengalir, membasahi pipi mulus gadis yang sedang tidak berdaya.
Ingin memberontak tapi tak punya tenaga. Nara menangis, rasa sakit itu seakan meremukkan tubuhnya.
*****
Dengan langkah gontai Nara kembali ke tempat yang menjadi rumahnya, sekarang masih malam kemungkinan semua orang masih tertidur. Jadi dia bisa masuk dengan aman.
Tapi apalah daya, saat dia membuka pintu, Ibu Mira yang sudah Nara anggap sebagai ibunya sendiri masih terjaga diruang tamu sedang menunggu kepulangannya. Nara takut Ibunya akan marah jika melihat keadaannya yang sangat berantakan.
Dengan wajah yang terkejut sekaligus khawatir dengan anak yang dibesarkannya itu, Ibu Mira mendekat kearah Nara, dan kembali dikejutkan dengan pakaian yang digunakan Nara terlihat lusuh dan hampir tidak berbentuk.
Senyum ceria yang ada di wajah cantiknya hilang dan digantikan dengan air mata yang terus mengalir seakan tidak mau berhenti.
''Apa yang terjadi!?''
Nara diam, dia sudah tidak sanggup untuk bicara. Seketika tubuh Nara lemas, dia terduduk dilantai yang dingin. Menangis, dia yang sekarang hanya bisa menangis.
Ibu Mira pun sudah tidak bisa menahan air matanya agar tidak keluar, dia ikut menangis dan memeluk Nara.
Tidak ingin menambah rasa sakit putrinya, Ibu Mira segera memapah Nara menuju kamarnya berada. Tidak mungkin dia membiarkan Nara semakin bertambah sakit, cukup kali ini saja.
''Bangunlah! Kita kedalam, bersihkan tubuhmu dan ganti baju. Ibu akan membuatkan teh hangat.'' Nara hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara dan mengikuti Ibunya menuju ke kamarnya.
Sampai dikamar Nara segera masuk ke kamar mandi, dia menatap dirinya di depan cermin ''Kotor'' hanya itu yang keluar dari mulutnya. Saat ini pikirannya kosong, Nara masih belum mampu berpikir, dia masih shock dengan kejadian yang baru menimpanya.
Nara menggosok seluruh tubuhnya dengan
cepat dan sabun yang banyak agar dia bisa bersih, sampai tubuhnya terasa perih akibat menggosoknya terlalu kasar. Tapi Nara tidak peduli! Yang dia inginkan adalah tubuhnya kembali bersih.
Membilas nya dengan air, dia ingin melihat apakah tanda itu sudah hilang? Kembali menatap dirinya di cermin, tidak! Tanda itu belum hilang. Dia masih kotor. Sekali lagi, dia menggosok tubuhnya, tapi tetap saja. Tidak bisa hilang.
Hampir setengah jam berada di kamar mandi, sampai Ibu masuk dengan satu cangkir teh hangat di tangannya. Belum menemukan Nara, dan itu membuatnya khawatir. Ibu dengan cepat mengetuk pintu dan memastikan bahwa Nara baik-baik saja.
''Nara..!''
Sudah tiga kali memanggil namanya, sang empu tidak kunjung membuka pintu, membuat kekhawatirannya menjadi. Takut terjadi apa-apa dengan putrinya, dengan keadaan Nara yang saat ini banyak hal yang akan terjadi jika Nara berpikir pendek.
Saat ingin memanggil sekali lagi, akhirnya Nara keluar dengan memakai piyama. Membuat Ibu bernafas lega.
Ibu membawanya menuju tempat tidur dan mengambil teh hangat dari atas nakas. Nara mengambil dan langsung meminumnya sampai habis.
Nara masih diam, tatapannya pun masih kosong, sepertinya belum ingin bercerita membuat Ibu ingin bertanya. Tapi saat beliau melihat mata sembab putrinya akhirnya mengurungkan niat.
''Sekarang tidur dulu, besok baru cerita.'' Nara pun hanya menjawab dengan anggukan kepala.
Ibu membaringkan tubuh Nara dan menyelimuti nya, kemudian mematikan lampu dan pergi keluar. Ingin pergi tidur dan menyiapkan hati untuk besok saat putrinya bercerita. Ibu pun berharap, setelah bangun besok pagi, ini semua hanya mimpi.
.
.
.
Ibu mengetuk pintu, tapi tidak ada jawaban. Mungkin Nara masih tidur, pikirnya. Beliau lantas langsung memasuki kamar Nara. Matahari sudah hampir tinggi tapi pemilik kamar masih belum membuka matanya.
Nara menggeliat, dia merasakan ada yang menyentuhnya. perlahan kelopak matanya terbuka dan hal yang pertama kali dia lihat adalah Ibunya.
Nara masih diam, tidak mau menyapa selamat pagi ataupun yang lain. Biasanya saat bangun tidur, Nara
segera masuk kamar mandi dan kemudian menuju dapur. Ingin membantu Ibunya memasak untuk anak-anak lain.
Tapi kali ini, dia malah diam, dan ingin menutup matanya kembali, seolah berharap bahwa ini hanyalah mimpi.
''Nak, bangun ya, cuci muka terus sarapan. 'Kan dari semalam kamu belum makan.''
Suara Ibu membuat Nara kembali membuka matanya. Perutnya memang sedikit lapar tapi dia seperti sudah tidak punya tenaga walaupun sudah tidur semalaman.
Nara bangun dari tidurnya dan menuju kamar mandi, dia lapar dan ingin makan. Agar bisa punya tenaga untuk menjalani kehidupan yang sekarang.
Tapi, apakah bisa?
Di dalam kamar mandi, Nara kembali melihat dirinya di cermin, Beginikah penampilannya sekarang?
Mata yang sembab, dan terdapat lingkaran hitam seperti panda. Rambut acak-acakan, dia merasa seperti sudah tidak mempunyai gairah hidup.
Tapi memang benar, gairah hidupnya yang biasanya selalu bersemangat kini hilang entah kemana!
Ketika Nara sudah keluar dari kamar mandi, dia duduk di samping Ibunya. Mulai memakan nasi yang ada dihadapannya, rasanya hambar. Seperti keadaannya yang sekarang.
Karena perut yang lapar, Nara menghabiskan nasinya walaupun rasanya hambar. Dan meminum segelas susu yang sudah disiapkan.
Ibu Mira tersenyum saat makanannya dihabiskan, dia menaruh kembali piring dan gelas di atas nakas.
''Mau cerita? Mudah-mudahan Ibu bisa bantu buat jadi sandaran kamu.''
Nara mengangguk, dia sudah siap untuk menceritakan kejadian tadi malam sambil menahan agar air matanya tidak keluar lagi.
Sudah cukup! Dia lelah menangis, dan dia ingin berusaha menerimanya dengan ikhlas meski sulit.
.
.
.
Bersambung.
Makasih yang udah mau mampir, sebelumnya mau minta maaf kalau ada salah kata atau penulisan di novel ini yang menyinggung seseorang🙏. Ini karya asli dari hasil halu aku, jadi gk ada niat apa-apa. Maaf juga kalau alurnya sedikit berantakan, maklum ya ini karya pertama aku🥺🥺. Aku juga lagi belajar nulis🤧🤧
Selamat membaca ❤❤
Semoga suka🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Demti 79
mampir thor
2022-06-15
0
resa.
semangat Thor, aku udah mampir nihh 😁
2021-12-20
0
Suzy Bae
Semangat kk aku udah mampir..😄
2021-12-19
0