Tertimpuk Pria Kekar

Setelah Ning mendengar ucapan Bibi-nya yang mengatakan bahwa ia anak pembawa sial, membuatnya merasa sangat sedih. Walau kalimat itu sudah sering didengarnya, tetap saja terasa begitu menusuk ke dalam hati. Bagaimana tidak, hal itu mengingatkannya pada kematian orang tuanya yang membuatnya menjadi seorang yatim piatu.

Ia bangkit dan pergi menuju kamarnya, lebih tepat kamar ia dan sepupunya, Renita. Karena rumah yang ia tempati hanyalah sebuah rumah petak kecil dan sederhana yang terdiri dari ruang tamu, ruang tengah, dapur, satu kamar mandi dan dua kama tidur.

Sehingga ia tidur bersama sepupunya di kamar yang sama, namun tempat tidur yang berbeda. Sepupunya tidur di atas ranjang, sedangkan ia tidur di kasur tipis yang di gelar di lantai.

Ning, seorang gadis yang baru lulus SMA dua bulan yang lalu, merupakan anak dari keluarga sederhana. Ia sudah tak memiliki orang tua semenjak ia lulus SD, dan hingga kini ia tinggal bersama paman, bibi serta adik sepupunya yang seumuran dengannya.

Ning memiliki kebiasaan aneh, yakni suka kentut sembarangan disaat ia merasa panik dan ketakutan. Ia juga sering kali ceroboh saat melakukan suatu hal.

Keluarganya terbilang hidup pas- pasan, pamannya yang bernama Asep merupakan seorang tukang siomay keliling dengan mendorong gerobak dan biasa mangkal di depan sebuah sekolah yang berdekatan dengan sebuah rumah sakit. Beliau juga sering menerima pesanan untuk hajatan atau acara tertentu.

Sedangkan bibinya yang bernama Marni merupakan seorang penjual kue- kue basah yang berkeliling serta menitipkannya di beberapa warung. Ia pun terkadang menerima pesanan snack box dari para tetangganya.

Beruntung Ning masih bisa melanjutkan sekolahnya karena ada program pemerintah wajib belajar sembilan tahun, sehingga untuk biaya sekolah gratis dan tak merepotkan paman dan bibinya. Sedangkan untuk biaya sehari- hari, ia sering membantu paman dan bibinya berjualan, bahkan saat di sekolah pun ia menjual dagangannya agar ia bisa mendapat upah untuk memenuhi kebutuhannya.

Berbeda halnya dengan adik sepupunya yang bernama Renita. Ia malas membantu orang tuanya, dengan alasan ingin fokus belajar karena ia memang anak yang pintar dan berprestasi.

Oleh karena itu orang tuanya pun tak pernah menyuruh Renita mengerjakan apa pun, termasuk membersihkan rumah. Ning lah yang selalu melakukan semua pekerjaan rumah.

Ning tak pernah mengeluh, karena ia ingin terus bersekolah bahkan hingga melanjutkan ke perguruan tinggi sesuai impian dan harapan mendiang orang tuanya dulu.

Walaupun ia tak sepintar Renita, masih bisa naik kelas pun sudah merupakan keberuntungan baginya. Karena ia hanya memiliki sedikit waktu untuk belajar.

Namun sayang, saat ia lolos masuk ke perguruan tinggi negeri setelah mengikuti ujian seleksi, bibi-nya malah melarangnya untuk kuliah dan menyuruhnya untuk mencari kerja saja. Padahal saat itu ia memperoleh keberuntungan dan mendapatkan beasiswa untuk berkuliah.

Bibinya berdalih jika keperluan untuk kuliah itu butuh biaya sangat besar. Sehingga menyuruh Ning bekerja saja dulu, agar bisa mengumpulkan uang untuk membiayai kuliahnya kelak. Sedangkan Renita, diperbolehkan kuliah walaupun ia tak lolos saat ujian seleksi beasiswa.

Setiap hari Ning mencari informasi lowongan pekerjaan dengan bantuan sahabatnya, Ocha dari beberapa situs internet. Namun setelah ia diterima bekerja dan sudah tiga kali di tempat yang berbeda, hanya bertahan sebentar saja, bahkan paling lama hanya bertahan tiga hari. Ia dipecat karena kecerobohan dan kebiasaan anehnya.

“Kenapa hidupku begitu malang ….” ucapnya lirih sembari menatap sebuah foto yang dipegang nya sembari duduk di lantai dengan menyandarkan tubuhnya pada dinding.

“Mama … kenapa dulu tidak membawaku pergi saja agar kita selalu bersama … hiks hiks ….” Ning menempelkan foto itu di dadanya dengan air mata yang terus bercucuran.

Dibalik sikap konyolnya, tersimpan kesedihan yang begitu dalam. Bagaimana tidak, sejak kecil orang tuanya sudah meninggal, dan ia diasuh oleh paman dan bibi yang tak memberinya kasih sayang seperti orang tua kandungnya.

Dan kini ia hanya bisa melihat wajah kedua orang tuanya dalam foto saja, disaat ia merindukan mereka. Tak jarang Ning berkeluh kesah pada foto kedua orang tuanya itu.

Ceklek ….

Terdengar suara pintu terbuka. Ning pun segera menghapus air matanya dan memasukan kembali foto tersebut ke dalam sebuah kotak penyimpanan miliknya.

“Ning ….” Seseorang memanggil namanya dan masuk ke dalam kamar tanpa menutup pintunya. Ia menghampiri Ning dan duduk di sebelahnya.

"Ning, maafkan bibi mu, perkataannya jangan diambil hati ya ….” ucap Asep.

“Enggak apa- apa ko Mang, Ning udah biasa ….”

“Mamang juga minta maaf, karena tidak bisa memperjuangkan mu untuk melanjutkan pendidikan mu. Kamu teh tahu sendiri bagaimana keadaan Mamang.”

“Iya, Mang … Enggak apa- apa kok, besok Ning mau cari kerja lagi buat nabung untuk kuliah nanti. Justru Ning berterimakasih karena Mamang dan Bibi sudah merawat Ning selama ini. Maaf aku belum bisa ngasih apa- apa untuk membalas jasa kalian.”

“Kamu teh jangan bicara seperti itu, kami ini teh keluarga mu, sudah sepantasnya kita saling membantu.”

“Iya, Mang … Eng, omong- ngomong bagaimana Mamang mau membayar biaya perbaikan mobil ke si ibu sombong itu?” tanya Ning.

Asep menghela nafas panjang, “ Itulah yang ingin mamang bicarakan sama kamu, Ning.”

“Maksud Mamang? Mau pinjam uang sama Ning? Ning gak punya uang sebanyak itu Mang, paling juga hanya punya tabungan sedikit.”

“Bukan … bukan itu. Eng, Mamang mau pinjam sertifikat rumah ini.”

“Apa? Mamang mau jual rumah ini? Jangan atuh Mang, rumah ini peninggalan Bapak satu- satunya. Kalau rumah ini dijual, kita mau tinggal dimana?”

“Bukan dijual Ning, tapi dijadikan jaminan untuk pinjam ke rentenir,” ucap Asep.

“Apa ke rentenir?” Ning terkejut.

“Iya, Ning. Soalnya teh kalau pinjam ke bank gak akan bisa. Mamang sama bibi teh masih punya utang ke bank dan baru bayar bulan ini. Kalau ke rentenir teh kan prosesnya cepat, dan dia minta jaminan." Asep menjelaskan.

“Kenapa gak ke pegadaian aja atuh Mang?” Ning memberi saran.

“Kalau ke pegadaian mah dapatnya gak akan sampai 30 juta, Ning. Motor kan gak bisa dijual karena BPKB nya sudah dijadikan jaminan pinjaman ke bank."

"Mamang minta tolong Ning, Mamang teh gak mau masuk penjara. Gimana nanti nasib kalian kalau mamang dipenjara?” ucapnya memohon.

“Tapi Mang, kalau pinjam ke rentenir kan bunga nya sangat besar. Dulu saja rumah Mamang sampai dirampas sama rentenir.” Ning mengingatkan pamannya.

“Mamang gak punya pilihan, Ning. Kalau mengandalkan dari jualan sama pesanan orang teh gak akan dapat uang sebanyak itu dalam tiga hari.”

“Tapi Mang, ini kan tempat tinggal kita satu- satunya. Ning takut kalau nanti dirampas sama rentenir, kita mau tinggal dimana, Mang?” Ning nampaknya berpikir jauh ke depan, berdasarkan dari kejadian sebelumnya.

“Tadi teh mamang sudah nelpon ke kampung, meminta Wa Maman menjualkan tanah warisan punya Mamang disana. Jadi setelah tanah itu terjual, Mamang akan segera membayar ke rentenir nya.”

Ning terdiam sejenak memikirkan permintaan pamannya. Sebenarnya ia ingin menolong pamannya, tapi jika harus mengorbankan rumah orang tuanya, tak rela rasanya. Walau bagaimana pun rumah itu menyimpan banyak kenangan bersama orang tuanya.

“Bagaimana Ning?” Asep kembali bertanya, karena melihat Ning nampak melamun.

Ning menghela nafas panjang, “Baiklah kalau begitu ….” ucapnya dengan berat hati.

“Terimakasih banyak Ning. Mamang janji, setelah tanah di kampung terjual, Mamang akan segera menebus sertifikat rumah ini lagi,” ucapnya merasa lega.

Ning hanya tersenyum kaku pada pamannya.

“Kalau gitu teh, mana sertifikat nya?” tanya Asep.

“Hah? Sertifikat?” tanya Ning heran.

“Iya, sertifikat rumahnya mana, Ning?” Asep mengulang kembali pertanyaannya.

“Loh, kok Mamang nanyain ke Ning?” Ning malah balik bertanya.

“Bukannya sertifikat rumah ini ada sama kamu, Ning?”

“Hah? Enggak Mang?” Ning menggelengkan kepalanya.

“Kamu teh jangan bercanda atuh, Ning.”

“Beneran Mang, Ning gak tahu sertifikat rumah ini ada dimana. Ning pikir ada sama Mamang atau Bibi.”

“Enggak, Ning … semenjak Mamang dan bibi mu tinggal disini, kami teh tidak pernah melihat sertifikat rumah ini. Tapi dulu kata Kang Usep mah dia beli rumah ini sudah ada sertifikatnya. Malahan sudah dibalik nama atas nama Ning katanya teh.”

“Ning gak tahu Mang, kan dulu Ning baru kelas enam SD waktu Bapak meninggal. Dan Bapak gak pernah ngasih surat apa- apa ke Ning.”

“Aduh, dimana atuh ya Kang Usep menyimpan sertifikat rumah ini?” Asep kembali panik.

“Mamang coba aja cari di kamar, kan kamar itu bekas kamar almarhum bapak sama ibu.” Ning memberikan saran.

Asep bangkit dari duduknya,kemudian ia bergegas pergi untuk mencari sertifikat rumah itu di kamarnya. Ia dibantu oleh Marni mencari sertifikat tersebut dengan mengobrak- abrik kamarnya yang berukuran 2,5 x 3 meter itu. Namun mereka tak menemukannya, dan akhirnya Ning diminta membantu mereka untuk ikut mencari.

Ketiganya mencari dokumen tersebut di seluruh bagian di rumah itu. Namun tetap tak menemukannya. Entah dimana sang pemilik rumah menyimpan dokumen penting tersebut.

“Ini bagaimana atuh ya? kalau sertifikatnya gak ketemu, dengan cara apalagi kita bisa mendapatkan uang 30 juta dengan cepat? Mana tadi teh Bapa nelpon rentenir nya kekeuh minta jaminan sertifikat rumah. Kalau enggak teh, dia gak akan ngasih pinjaman.” Asep semakin panik.

“Bapak sih, pakai bikin masalah segala … Kita semua jadi susah kan jadinya.” Marni yang merasa kesal terus mengomeli suaminya.

“Apa kita pinjam sama kakak mu saja, Bu?” usul Asep.

“Kakak ku punya uang sebanyak itu dari mana, Pak?”

“Ada apa ini?” tanya Renita yang baru pulang.

“Ini, Ren … gerobak bapak mu nabrak mobil orang dan harus bayar perbaikan mobil sebesar 30 juta.” Marni memberitahukan sang anak.

“Apa? 30 juta?” Renita terkejut mendengar nominal uang sebanyak itu.

“Iya, dan dalam waktu tiga hari lagi uangnya harus sudah ada. Kalau enggak, bapak mu bakal masuk penjara, Ren," ucap Marni.

“Apa? Bapak masuk penjara? Terus gimana nasib ku nanti? Gimana dengan kuliahku?” Renita hanya memikirkan nasibnya.

“Kamu kok malah mikirin kuliah mu, Ren? Bukannya mikirin nasib Mang Asep.” Ning merasa tak habis pikir dengan sikap Renita yang egois itu.

“Tentu saja aku mikirin kuliahku, dengan susah payah aku bisa masuk ke kampus negeri. Masa iya harus putus kuliah,” ucap Renita membela diri.

“Kamu kan biasa kuliah sambil kerja, Ren.” Ning memberikan saran.

“Kamu tolol apa bego sih? Aku itu kuliah untuk belajar, supaya nanti setelah lulus bisa bekerja. Mana bisa aku kuliah sambil kerja, bisa- bisa aku bodoh seperti mu, Ning.” Renita malah memaki Ning.

“Sudah sudah, kenapa kalian teh jadi berdebat. Ayok kita cari sekali lagi sertifikat rumah ini.” Asep yang merasa pusing, melerai keduanya dan mengajak mereka mencari ulang sertifikat itu.

Keempat orang itu pun kembali mengobrak- abrik rumah mencari sertifikat tersebut. Namun tetap tak ada satu pun yang menemukannya.

“Pak, apa mungkin sertifikatnya dititipkan di mertua Kang Usep?” Marni mengira- ngira.

“Benar juga ya, Bu. Yasudah atuh ayok sekarang kita ke sana.” Asep pergi ke kamarnya untuk mengambil jaket dan kunci motor. Dan setelah istrinya berganti pakaian, mereka pun berangkat ke rumah mertua mendiang kakaknya Asep.

“Ning, kok di dapur gak ada makanan. Masakin aku makanan gih,” titah Renita yang tengah duduk di kursi tamu.

“Kamu punya tangan kan? Masak aja sendiri,” ucap Ning yang duduk di sebelah Renita dengan santainya.

“Kamu …” Renita menunjuk wajah Ning.

“Apa?” Ning pun sewot sembari melotot seolah bola matanya hendak loncat dan membuat Renita takut.

Renita berdiri dan menghentakkan kakinya karena merasa kesal, kemudian ia beranjak pergi.

“Dasar menyebalkan, gak tahu apa orang lagi capek. Minta tolong sedikit aja susah amat.” Renita terus menggerutu sembari berjalan menuju ke dapur.

Ning hanya tersenyum sinis sembari berpangku tangan. Ia pun kembali ke kamarnya.

Meski mereka saudara sepupu dan tidur di kamar yang sama, tetapi hubungan mereka tak dekat seperti saudara pada umumnya. Renita selalu seenaknya menyuruh- nyuruh Ning, dan jika ia menolak maka Renita akan melaporkannya pada sang Ibu. Sehingga Ning tak bisa menolak perintah bibinya. Tapi jika bibi nya sedang tidak ada, Ning selalu melawan keinginan Renita seperti sekarang ini.

**

Asep dan Marni kembali jam sembilan malam. Setelah jauh- jauh pergi kesana, ternyata mereka tak mendapatkan hasil. Karena orang tua mendiang istrinya Usep pun tak merasa dititipkan apa pun oleh menantunya sebelum ia meninggal.

Mereka pun memikirkan cara lain, karena jika menjual rumah pun tak akan bisa tanpa sertifikat.

**

Selama tiga hari, baik Asep maupun Marni pergi kesana kemari mencari pinjaman, sedangkan Ning kembali mencari pekerjaan. Namun tak ada yang bisa meminjamkan uang sebanyak itu, dan Ning pun belum mendapatkan pekerjaan.

Hingga hari yang dijanjikan pun telah tiba. Namun hingga malam, Asep tak berani mendatangi rumah wanita yang bernama Rosamala itu. Karena ia belum mendapat kan uangnya. Rosmala sudah menelponnya berkali- kali pun tak diangkat oleh Asep, karena takut.

**

Keesokan harinya, pagi- pagi sekali Rosmala kembali mendatangi rumah Asep bersama dua orang pria berbadan kekar yang berpakaian rapi dengan mengenakan stelan jas.

Salah satu pria itu mengetuk pintu, namun tak ada yang membukakannya hingga ia menggedor pun, tetap sama.

“Dobrak pintunya!” Rosmala mengeluarkan perintah dan pria itu pun menjauh dari pintu untuk ancang- ancang. Kemudian ia menyeluduk bagai banteng untuk mendobrak pintu itu dengan tubuhnya.

Ceklek …

Terdengar pintu itu dibuka secara tiba- tiba. Namun si pria kekar tak mampu merem mendadak.

Gebruk …

Ia terjatuh menimpa si pembuka pintu.

“Aaaaaaaaakkk ….”

Si kekar dan si pembuka pintu pun berteriak saat keduanya saling bertatapan.

-

-

Lalu si siuk ngapain ya?🤭

------------------- TBC ----------------

****************************

Happy Reading …😉

Jangan luva tinggalkan jejak mu...🤩😉

Aylapyu all... 😘😘

Terpopuler

Comments

Asngadah Baruharjo

Asngadah Baruharjo

semangat thoorrr 🌹🌹🌹

2023-09-04

0

liberty

liberty

loh rumah sendiri...untuk tidurpun gak layak 🥲

2023-04-02

0

Zabdan N Iren

Zabdan N Iren

kira kira sertifikat nya dimna ya

2022-06-18

0

lihat semua
Episodes
1 Alergi Kentut
2 Le่ Petomane
3 Aku Memang Pembawa Sial
4 Tertimpuk Pria Kekar
5 Mabuk Gas Beracun
6 Ningrat Kok Miskin?
7 Jebakan Batman
8 Dia ......
9 Tunggu Pembalasan Nyai ...
10 Kalah Taruhan
11 Tuan Om Tamvan
12 Orang Baik Pertama
13 Jangan Culik Hamba ....
14 Yamete Kudasai, Tuan Om ...
15 Seratus Jitu Melayang Terhempas Kentut Beliung
16 Dasar Gadis Aneh ....
17 Dari Dinosaurus Menuju Anaconda
18 Dia Sakit Apa ??
19 Ternyata Sudah Punya Anak
20 Duda Beda Dari Yang Lain
21 Kakak Peri Berwujud Mimi Peri
22 Dasar Tuan Om Mesum !!!!
23 Menyerah Dan Tak Sanggup Lagi ...
24 Surat Pengaduan Atau Pengunduran Diri
25 Kau Dimana, Ning .... Maafkan Aku ....
26 Menemukan Ning...
27 Bangun Atau Aku Akan Mencium Mu ....
28 Om Setan Mesum
29 KuDanil Menyebalkan !!!
30 Rasakan Kau !!!
31 Menangislah Jika Itu Membuat Mu Lega ...
32 Bibirku ....!!!
33 Matilah aku ....
34 Kẹjahilan Athar Berujung Murka
35 Dasar Sinting!!!!
36 Ngaku- Ngaku
37 Oops Sorry ....
38 Pelet Kentut
39 Dasar Pengganggu !!!
40 KuDaniel Merangkak Main Kuda- Kudaan
41 Apa Aku Sedang Dilamar?
42 Kenapa Bukan Dia??
43 Si Akung Duda Perfecto
44 Akhirnya Kou Datang...
45 Lo Bunting???
46 Jangan Pergi....
47 Tragedi Ruang USG
48 Terguncang
49 Siapa Dia ??
50 Ramuan Cinta
51 Cie... Ada Yang Rindu
52 Ada Apa Dengan Nya?
53 Siapa Pendonor-nya?
54 Visual
55 Disambut CoGanSe
56 Sudah Berakhir
57 Dia Benar- Benar Pergi
58 Angin Surga Pembangkit Kentut Beliung
59 Dia Udah Gak Ada...
60 Dyangga Ferdino Sahulekha
61 Trauma Masa Lalu
62 Nana Mau Mama....
63 Will You Marry Me?
64 Apa Dia Sudah Pulang?
65 Orang Mabuk Mirip Orang Gila
66 Aku Mencintai Mu....
67 Kenapa Malah Dia??
68 Dan Terjadi Lagi
69 Kemarahan Singgih
70 Kejadian Memalukan Yang Menyesakkan Dada
71 Pengakuan Mengejutkan
72 Ide Gilla
73 Tumben Gak Pingsan...
74 Ketahuan Oleh Calon Mertua
75 Kejutan Di Pagi Hari
76 Apa Kita Sedang Selingkuh ??
77 Kau Benar-benar Tidak Waras !!
78 Karma Dibalas Tunai
79 ABG Tuir
80 Tolong Beri Aku Kesempatan....
81 Ternyata Mereka Bersaudara...
82 Usaha Singgih....
83 Memelihara Ular
84 Kau Berbohong...
85 Aku Bukan 'Perebut'
86 Kerasukan Setan Cinta
87 Hanya Satu Tahun....
88 Jangan Mengelabui Ku Lagi !!
89 Memalukan !!!
90 Ini Baru Permulaan...
91 Bagiku Itu Sangat Penting....
92 'Ini' Masukin Ke 'Itu'
93 Sudah Tak Layak Untuk-mu
94 Akan Ku Patahkan Kaki Ku...
95 Selain Miss Nyosor Juga Miss Gombal
96 Jadi Kau Mengakuinya...?!
97 Kau Bisulan, Sayang?
98 Kegelisahan Athar
Episodes

Updated 98 Episodes

1
Alergi Kentut
2
Le่ Petomane
3
Aku Memang Pembawa Sial
4
Tertimpuk Pria Kekar
5
Mabuk Gas Beracun
6
Ningrat Kok Miskin?
7
Jebakan Batman
8
Dia ......
9
Tunggu Pembalasan Nyai ...
10
Kalah Taruhan
11
Tuan Om Tamvan
12
Orang Baik Pertama
13
Jangan Culik Hamba ....
14
Yamete Kudasai, Tuan Om ...
15
Seratus Jitu Melayang Terhempas Kentut Beliung
16
Dasar Gadis Aneh ....
17
Dari Dinosaurus Menuju Anaconda
18
Dia Sakit Apa ??
19
Ternyata Sudah Punya Anak
20
Duda Beda Dari Yang Lain
21
Kakak Peri Berwujud Mimi Peri
22
Dasar Tuan Om Mesum !!!!
23
Menyerah Dan Tak Sanggup Lagi ...
24
Surat Pengaduan Atau Pengunduran Diri
25
Kau Dimana, Ning .... Maafkan Aku ....
26
Menemukan Ning...
27
Bangun Atau Aku Akan Mencium Mu ....
28
Om Setan Mesum
29
KuDanil Menyebalkan !!!
30
Rasakan Kau !!!
31
Menangislah Jika Itu Membuat Mu Lega ...
32
Bibirku ....!!!
33
Matilah aku ....
34
Kẹjahilan Athar Berujung Murka
35
Dasar Sinting!!!!
36
Ngaku- Ngaku
37
Oops Sorry ....
38
Pelet Kentut
39
Dasar Pengganggu !!!
40
KuDaniel Merangkak Main Kuda- Kudaan
41
Apa Aku Sedang Dilamar?
42
Kenapa Bukan Dia??
43
Si Akung Duda Perfecto
44
Akhirnya Kou Datang...
45
Lo Bunting???
46
Jangan Pergi....
47
Tragedi Ruang USG
48
Terguncang
49
Siapa Dia ??
50
Ramuan Cinta
51
Cie... Ada Yang Rindu
52
Ada Apa Dengan Nya?
53
Siapa Pendonor-nya?
54
Visual
55
Disambut CoGanSe
56
Sudah Berakhir
57
Dia Benar- Benar Pergi
58
Angin Surga Pembangkit Kentut Beliung
59
Dia Udah Gak Ada...
60
Dyangga Ferdino Sahulekha
61
Trauma Masa Lalu
62
Nana Mau Mama....
63
Will You Marry Me?
64
Apa Dia Sudah Pulang?
65
Orang Mabuk Mirip Orang Gila
66
Aku Mencintai Mu....
67
Kenapa Malah Dia??
68
Dan Terjadi Lagi
69
Kemarahan Singgih
70
Kejadian Memalukan Yang Menyesakkan Dada
71
Pengakuan Mengejutkan
72
Ide Gilla
73
Tumben Gak Pingsan...
74
Ketahuan Oleh Calon Mertua
75
Kejutan Di Pagi Hari
76
Apa Kita Sedang Selingkuh ??
77
Kau Benar-benar Tidak Waras !!
78
Karma Dibalas Tunai
79
ABG Tuir
80
Tolong Beri Aku Kesempatan....
81
Ternyata Mereka Bersaudara...
82
Usaha Singgih....
83
Memelihara Ular
84
Kau Berbohong...
85
Aku Bukan 'Perebut'
86
Kerasukan Setan Cinta
87
Hanya Satu Tahun....
88
Jangan Mengelabui Ku Lagi !!
89
Memalukan !!!
90
Ini Baru Permulaan...
91
Bagiku Itu Sangat Penting....
92
'Ini' Masukin Ke 'Itu'
93
Sudah Tak Layak Untuk-mu
94
Akan Ku Patahkan Kaki Ku...
95
Selain Miss Nyosor Juga Miss Gombal
96
Jadi Kau Mengakuinya...?!
97
Kau Bisulan, Sayang?
98
Kegelisahan Athar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!