Reader tercinta
Author coba perbaiki dan kurangi typo.
Mohon koreksinya di kolom komentar.
Terimakasih.
...🙏🙏🙏...
Selamat membaca
...........
Sebentar pak saya sudah diam dari tadi, karena saya merasa ini urusan anak anak biasa. Namanya anak anak sekarang berantem nanti sore rukun itu hal biasa. Kalo orang tua ikut campur itu namanya orang tua kekanak-kanakan. Disini saya tidak melihat ada yang di sakiti, tapi perkelahian anak anak itu biasa, kecuali kalo orang tua ikut mencampuri urusan anak. Kalo cheko dan Sidiq berantem kemudian saya melihat pasti saya lerai. Tapi kalo Cheko sama Sidiq berantem bapaknya cheko mau membela cheko maka musuhnya bukan Sidiq tapi bapaknya Sidiq…!!!” kataku pada bapaknya Cheko…..????
Bapaknya Cheko tersinggung dan marah kemudian bangkit berdiri dan menudingku.
“Kamu pikir kamu siapa berani menantang aku, meski aku baru tinggal disini tap aku aku gak takut sama orang semacam kamu.” Bentaknya padaku.
Aku jadi sedikit menyesali sikapku yang kurang bisa menahan diri di depan Sidiq anakku. Aku jadi kepikiran ini akan mempengaruhi mental Sidiq anakku jadi semakin keras nanti. Akhirnya meski dengan berat aku menahan emosiku agar tidak memberikan contoh gak baik pada Sidiq anak ku.
“Maaf pak, bukan maksut saya menantang, tapi hanya mengingatkan saja. Maksut saya kita yang sudah tua gak pantas ikut larut dalam masalah anak anak kita. Justru harusnya menjadi contoh dan menjadi penengah bagi anak anak kita.” Kataku menahan gejolak emosiku yang sebenarnya hampir memuncak karena di tunjuk tunjuk mukaku oleh bapaknya Cheko. “ coba gak di depan anak ku, sudah ku ajak keluar rumah kamu.” Kataku dalam hati.
“Aku sudah mengira kalo kamu itu Cuma besar mulut dan pengecut. Kalo bukan pengecut pasti gak perlu minta tolong mbah Kidi untuk menyelesaikan masalah ini. laki laki pengecut beraninya sembunyi di ketiak mbah Kidi saja kamu…!” umpat orang itu yang hampir saja membobol pintu kesabaranku. Seandainya saja Fatimah tidak member isyarat dengan menginjak kakiku dan mengingat Sidiq ada juga disitu, entah apa yang akan terjadi waktu itu.
“Yaudah begini saja pak, biaya pengobatan Cheko berapa biar saya ganti dan anggap masalah ini selesai samapi disini.” Kataku pada bapaknya Cheko.
Namun tawaranku itu disalah artikan dikira aku ketakutan dengan dia. Sehingga bapaknya cheko meminta nominal yang tidak masuk akal.
“Kalo sekedar biaya pengobatan terlalu ringan, kerugian psikologis yang tidak bisa diukur. Gini saja serahkan uang sepuluh juta dan masalah selesai atau kalo tidak masalah ini akan di perpanjang ?” ancam bapaknya Cheko.
Aku terdiam menahan gejolak amarahku, bahkan ku lihat Fatimah istriku juga kaget dengan jumlah yang diminta bapaknya Cheko itu. sehingga Fatimah pun ikut bicara.
“Masak sampai sepuluh juta untuk luka yang tidak seberapa itu ?” ucap Fatimah protes.
“Diam kamu, gak usah ikut campur ini urusan laki laki…!” bentak orang itu pada Fatimah.
saja tidak pernah membentak sampai seperti itu, ini orang lain membentak istriku di depan orang banyak lagi. Tanpa pikir panjang aku berdiri dan menyeret bapaknya Cheko keluar dari rumah mbah Kidi. Kemudian kudorong dia sampai jatuh.
“Aku diam bukan berarti aku takut, aku hanya menjaga sikap di rumah orang yang sudah sepuh dan juga menjaga sikap di depan anak anak. Tapi karena kamu sudah berani membentak istriku sekarang kamu mau apa aku layani disini juga.” Bentakku pada bapaknya Cheko yang tidak menyangka aku akan berani berbuat seperti itu padanya.
“Kamu pikir saya takut sama kamu, kamu belum tahu ya aku sudah malang melintang di dunia kekerasan bertahun tahun, beraninya kamu menyeret dan mendorong aku di tempat umum seperti ini.” katanya sambil membuka baju memperlihatkan Tatto di tubuhnya.
Dan tanpa aku sadari memang tempat itu sudah banyak orang yang berkerumun karena mendengar suara ribut dari dalam rumah mbah Kidi tadi.
Aku sebenarnya juga segan dengan mbah Kidi sebagai sesepuh yang di tuakan dan di segani di situ. Namun bagaimana lagi, menjaga martabat keluarga adalah wajib bagi seorang kepala rumah tangga, batinku.
Untunglah sebelum aku bertindak jauh, mbah Kidi sudah menghampiri bapaknya Cheko itu bersama anak laki lakinya, Gandung.
Gandung langsung menampar bapaknya Cheko dan menyuruhnya diam.
“Kamu berani menyentuh dia maka urusanya dengan aku !” kata Gandung putera mbah Kidi.
Dan bapaknya Cheko tidak mengucap sepatah kata pun ternyata dia memang benar benar cemen sebenarnya. Di tampar di depan orang umum saja gak berani balas, padahal dia gak ada urusan sama Gandung. Wah ternyata hanya mau pamer saja orang ini, batinku.
Akhirnya setelah di musyawarahkan aku membantu atau mengganti biaya berobat Cheko anaknya dan aku memberikan uang satu Juta Rupiah kepadanya. Entah berobatnya habis berapa toh itu sebuah perkelahian bukan penganiayaan.
Kecuali jika penganiayaan ( korban tidak membalas atau di keroyok ) jelas yang salah yang menganiaya. Kalo perkelahian jelas keduanya salah, apa lagi Sidiq hanya membela diri dan membela Jafar adiknya yang mau di palak.
Ya wajar sih, bapaknya begitu anaknya jadi tukang palak. Pikiran liarku muncul, harusnya Sidiq mukulnya lebih keras lagi kemarin, kataku dalam hati.
Keributan pun selesai dan Cheko dan orang tuanya seger pergi, sementara orang yang berkerumun disitu sudah sangat mengenalku. Di samping tetangga Dusun juga sebagian besar masih ingat ketika aku bermasalah dengan Margono beberapa tahun yang lalu. Sehingga mereka juga berpikir mau berurusan denganku. Apa lagi orang tuanya Cheko juga pendatang baru di situ, jadi belum ada ikatan batin yang kuat dengan warga sekitar.
Akhirnya aku,Fatimah dan Sidiq pun pamitan pulang pada Mbah kidi dan anaknya.
“Ngapunten mbah malah bikin kacau di rumah mbah Kidi. Saya Pamit pulang dulu mbah.” Kataku sambil menyalami mbah Kidi diikuti Fatimah dan Sidiq.
“Nuwun ya mas, dibantu menyelesaikan masalah ini.” kataku pada Gandung putera mbah Kidi yang biasa aku sebut mas.
“Iya wis tenang saja kalo dia masih bikin masalah bilang saja padaku.” Kata Gandung dengan bangga. Yan memang karakternya mereka begitu bangga bisa melakukan kekerasan dengan orang lain. Tapi biarin saja lah, toh itu privasi dia, yang penting gak membuat masalah denganku saja, pikirku.
*****
Sesampai dirumah
“Nah sidiq sudah lihat kan, akibat dari tindakan Sidiq yang kurang hati hati jadinya seperti itu tadi.” Kataku pada Sidiq.
“Iya yah, Sidiq minta maaf yah.” Ucap Sidiq pelan.
Kemudian Nisa dan Jafar datang menghampiri kami.
“Ayah,,, Bunda oleh olehnya mana ?” Tanya Nisa pada kami.
Aku hanya geleng geleng kepala dengan tingkah Nisa anak cewekku yang selalu menanyakan oleh oleh dari manapun ayah bundanya pergi.
“Nisa….! Ayah sama Bunda kan gak pergi jauh mana sempat beli oleh oleh.” Jawab Fatimah. Sementara aku hanya diam saja tidak berkomentar apapun.
“Iih bunda pelit… masa gak beliin Nisa oleh oleh sih ?” rengek Nisa.
“Udah Nisa pingin apa yuk ayah ajak beli tapi gak usah ngambek gitu, jelek kalo ngambek…!” ucapku.
“Gak mau itu namanya jajan, Nisa maunya oleh oleh !” jawab Nisa.
Aduh beneran pusing aku menghadapi anak satu ini, apa bedanya coba oleh oleh kan juga beli alias jajan juga…!!!
“Nisa, oleh oleh kan juga sama saja Ayah beli juga sama juga dengan jajan !” kataku pada Nisa.
“Beda yah, kalo oleh oleh kan Nisa gak ikut beli tinggal dibawain saja !” protes Nisa.
Aku garuk garuk kepala yang gak gatal, sambil geleng geleng kepala.
“Yaudah Nisa dirumah Ayah ambilin oleh olehnya dulu ya !” kataku setengah jengkel setengah geli kepada Nisa anak gadisku itu.
“Nah gitu dong Yah, cepetan ya…!” ucap Nisa.
Akupun terpaksa keluar lagi membeli jajan buat Nisa, kalo gak di ikuti permintaanya bisa bisa baju ayahnya di buangin semua nanti…!!!
Karakter anak yang Aneh, mudah mudahan saja besarnya gak kayak gitu nanti, doaku dalam hati. Ini ujian bagiku menghadapi anak gadisku Nisa, dia kritis dan sangat pintar membuat alasan. Bahkan ibunya pun sering kali kalah argument dengan Nisa. Meski Nisa masih berusia Lima tahun, benar benar membuat pusing.
Kesukaan Nisa adalah makanan makanan asing bagiku, entah kebab, pizza atau entah apa lagi namanya. Korban sering nonton menu makanan di Youtube mungkin…!?!
Sesampai di penjual kebab aku langsung memesan Tiga bungkus untuk tiga anakku, karena aku sendiri gak begitu suka makanan asing tersebut. Namun baru saja aku mau membayar uang pesananku tiba tiba ada yang menabrak aku dari belakang. Dan tanpa ekspresi apapun, boro boro bilang sori atau apa. Malah seakan gak terjadi apa apa.
Dan yang lebih mengejutkan lagi ternyata orang itu adalah bapaknya Cheko yang tadi baru saja hampir ribut denganku. Kembali kesabaranku di uji oleh orang ini, batinku. Tapi aku biarkan saja selama gak melampaui batas, biar saja dia merasa menang dari pada harus berurusan dengan orang seperti itu, gak penting banget, batinku.
Namun sekali lagi dia hendak menjahili aku ketika aku mau melangkah kakinya mau dikaitkan ke kakiku, biar aku jatuh maksutnya. Namun tekhnik seperti itu bagiku sudah sangat kuno, sehingga dengan mudah aku menghindarinya dengan mengangkat kakiku lebih tinggi untuk melangkah. Agar langkah kakiku tidak terkait oleh kakinya. Dan berjalan seakan tak terjadi apa apa.
Namun tindakanku yang mengalah itu malah membuat orang itu semakin menjadi, dan berteriak menghentikan aku.
“Berhenti….! Urusan kita tadi belum selesai.” Bentaknya.
Aku yang sudah sampai di dekat motorku segera menggantungkan kue pesanan anakku Nisa. Kemudian aku membalikkan badan dan berjalan menghampiri orang itu.
“Maksut kamu sebenarnya apa, minta ganti rugi sudah aku beri. Masih mau apa lagi sekarang ?” tanyaku pada orang itu.
Kalo memang tidak bisa di hindari ya terpaksa aku harus meladeni orang ini pikirku.
“Jangan berlagak bodoh, aku tadi minta berapa ?” kayanya.
“Kalo begitu itu namanya kamu memeras orang namanya.” Jawabku. Tapi orang itu malah tertawa.
“Kalo iya memang kamu mau apa ha…!??” katanya.
Aku masih berusaha untuk menghindari keributan, dan mengingatkan dia kalo itu gak baik.
“Itu kamu namanya memanfaatkan keadaan demi keuntungan kamu sendiri, justru itu masuk criminal namanya.” Kataku.
“Mau criminal mau apa namanya terserah kamu bilang apa, sekarang aku minta tambah gak harus sepuluh juta gak papa. Mumpung aku baik hati, kalo tidak….?”
Kesabaran Ku habis juga akhirnya, sebelum orang itu selesai bicara langsung membentaknya.
“Kalo aku tidak mau kamu mau apa ?” bentakku padanya.
Bapaknya Cheko itu langsung melayangkan tinjunya ke wajahku, namun dengan sigap aku menangkap tangannya dan kupelintir sampai dia meronta kesakitan. Dan membalikkan badannya karena tangannya aku pelintir. Kemudian lutut belakangnya aku tendang hingga posisi dia terduduk kesakitan sementara tangannya masih aku pelintir.
“Aku bisa saja mematahkan tangan kamu kalo aku mau, kalo kamu tai bilang sudah bertahun tahun malang melintang di dunia kekerasan. Maka kamu perlu tahu, kalo aku juga baru beberapa waktu meninggalkan dunia kekerasan.” Kataku pada orang itu.
“Ampun aku tobat gak minta uang lagi udah cukup,lepasin…!” pintanya memohon mohon agar tangannya aku lepaskan. Akhirnya pun aku lepaskan.
“Kamu bilang tadi malang melintang di dunia kekeradan, dimana kamu biasa melakukan kekerasan ? kalo kamu pingin tahu aku, tanyakan saja pada lingkungan kamu kenal tidak dengan orang yang bernama Ahmad Sidiq alias Zain alias Yasin, aku lah orangnya kalo kamu mau tahu !” bentakku padanya.
Seperti yang aku duga orang itu menadi ketakutan mendengar nama dan julukan ku, yang sering dibicarakan oleh orang orang dilingkungan dia. Orang itu hanya tertunduk tak berani menatap wajahku sama sekali.
“Dan kamu perlu tahu, jika orang yang dulu pernah ribut dengan Margono tokoh preman di kampung kamu itu juga aku orangnya. Jadi jangan coba coba pancing emosiku, ngerti gak…!” bentakku padanya yang hanya dib alas anggukan kepalanya.
Sangat berbeda dengan sebelumnya yang merasa hebat tak terkalahkan, saat ini orang itu hanya tertunduk malu dilihat orang banyak. Kebetulan ada warga kampung sana juga yang kebetulan lewat dan mendekati.
“Ada apa mas ?” Tanya orang itu yang tak lain adalah anak buah Margono yang dulu ikut ribut denganku.
“Orang ini mau memeras aku, setelah tadi masalah di selesaikan di tempat mbah Kidi. Disana sudah selesai eeh disini mau di perpanjang lagi.” Kataku.
“Kamu ngawur saja, mau sok jagoan disini ?” kata anak buah Margono yang panggilannya Kepik.
“Gak kok mas, hanya salah paham saja.” Jawab bapaknya Cheko itu.
Aku gak mau berlama lama di situ, bisa bisa bajuku sudah keluar dari lemari semua kalo kelamaan, batinku.
“Udah aku pulang dulu, aku malas ngurusin orang kayak gitu dan aku sebenarnya sudah menghindari keributan. Tapi dia maksa terus dari tadi. Udah sekarang kamu urus saja dia.” Kataku sambil pergi meninggalkan mereka.
Gak ada manfaatnya juga ngurusin preman preman kampungan begitu, pikirku.
Dan benar saja sampai dirumah sudah dihadang oleh Nisa dengan wajah manyun dan pasang muka marah.
“Ayah ngambil oleh olehnya kemana saja lama banget…!” kata Nisa memarahi aku.
Dan aku merasa lebih baik menghadapi preman preman dari pada harus melawan anak gadis kecilku ini. yang selalu bikin aku tertawa juga jengkel dengan tingkahnya itu.
“Iya maafkan ayah sayang, ini kebabnya sudah ayah bawa, kan antri sayang…!” kataku sambil menggendong Nisa.
“Ayah sih gak tadi sekalian oleh olehnya, jadi harus balik lagi kan ambilnya..!” kata Nisa. Yang belum bisa ngerti kalo pulang itu gak harus bawa oleh oleh. Waktu itu Nisa berpikirnya oleh-oleh sama dengan bawaan ketika pulang ke rumah ( Mulih \= jawa, sehingga tiap pulang kerumah ( Mulih ) oleh-oleh jadi barang wajib baginya.
Kemudian bawaanku tadi dibagi bertiga, dan seperti biasa Nisa pun hanya memakan sedikit sekali. Selebihnya dibawa keluar main dan dibagi ke teman temannya. Haaddewwwh…. Anak ini kapan bisa ngertinya kataku dalam hati.
“Memang belinya dimana mas kok lama banget ?” Tanya Fatimah.
Sebelum masuk menjawab aku ajak Fatimah menyingkir dulu dari Jafar dan Sidiq. Kuajak Fatimah masuk ke kamar untuk bicara.
“Tadi ketemu bapaknya Cheko, dan dia sengaja mengajak ribut. Aku sudah menghindar tapi dia maksa terus, jadi ya terpaksa aku layani tadi.” Kataku pada Fatimah.
“Tapi kamu gak papa kan mas ?” Tanya Fatimah khawatir, karena sudah lama aku juga gak pernah lagi kontak fisik dengan orang.
“Alhamdulillah gak papa, bukan ngremehin kalo orang macem begitu sih gak perlu dikhawatirin.” Jawbku pada Fatimah.
“Ya gak gitu juga mas, kan sudah lama mas gak pernah adu fisik bahkan sekedar latihan juga gak, takutnya kan kenapa napa.” Kata Fatimah.
“Iya lagian, aku juga gak suka kok adu fisik. Si Amir sudah selesai belum menyiapkan tanaman yang besuk akan dikirim dan di tanam ?” tanyaku pada Fatimah.
“Belum lah baru separo yang lain besuk lagi katanya.” Jawab Fatimah.
“Ya gak papa sih, memang gak bisa sekali angkut, minimal harus dua kali. Tapi besuk harus tambah personil buat bantu nanam, dan mungkin sampai malam juga, karena diminta ikut acara doa bersama dan sodaqohan di sana.” Kataku pada Fatimah.
“Kok pakai acara begituan segala ?” Tanya Fatimah.
“Ya gak papa kan doa bersama itu baik.” Jawabku.
Aku gak mau cerita jika disana pegawainya sering di ganggu makhluk astral, taku Fatimah masih Trauma dengan kejadian beberapa tahun yang lalu. Yang beberapa kali juga sampai mengancam keselamatan nyawaku…!!?”
...Bersambung...
Jangan lupa mohon dukungan
Like
Komentar
Vote
dan lainya, episode awal belum masuk ke konflik.
...🙏🙏🙏...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Sugali Sugali
untuk saat ini alurnya msh oke
2023-06-11
0
Abdul Rozak
baru tahu yg namanya zain tah 🤣🤣🤣🤣
2022-10-29
0
Sugiri
nisa lucu jg ya selalu minta oleh 2 dan ayahnya nico baru tahu siapa sebenarnya bapaknya sidiq
2022-06-06
1