Julie bergegas mengemasi baju dan barang-barangnya. Ia menelpon Athena agar ia cepat menjemputnya di apartemen.
Nada sambung telepon Athena tak terjawab. Julie menggigit bibirnya. Apa yang harus dilakukannya? Apakah ia harus menelpon taksi? Julie nampak bimbang. Bagaimana kalau Athena sudah dalam perjalanan kemari saat ia pergi dengan taksi.
Athena tak tahu menahu soal Dario. Bagaimana kalau Athena memberi tahu Dario alamat Rumah Asuh tempat ia ingin tinggal. Bisa-bisa semuanya kacau.
Julie merasa pusing. Ia duduk lagi di tepi ranjangnya dan berusaha menelpon Athena sekali lagi. Tak diangkat lagi, tapi ia mendengar suara ponsel berbunyi.
Julie melihat kasurnya. Di bawah bantal, benda pipih berwarna hitam itu bergetar dengan layar menyala. Ah, itu ponsel Dario yang tertinggal.
Julie mengambil ponsel itu, ia mengamatinya dengan bimbang. Sebagai sekretaris pribadinya bertahun-tahun, ia tahu ponsel ini adalah ponsel Dario untuk urusan bisnis. Tentu ini sangat penting.
Julie memutuskan untuk mengangkat telpon itu setelah mempertimbangkannya sejenak.
"Hallo," katanya pelan.
"Julie. Ini saya. Jangan pergi dulu. Tunggu saya," jawab Dario.
Julie menghembuskan nafas panjang. Sepertinya keputusannya untuk mengangkat telepon ini salah.
Didengarnya dari ujung sana, ada suara langkah naik tangga dengan tergesa-gesa. Pasti itu Dario, pikir Julie.
Tak bisa menghindar lagi sekarang. Dario mengetuk pintunya lagi. Ia memanggil namanya, minta dibukakan.
Julie memegangi kepalanya dengan perasaan tak menentu. Ia ingin marah, kesal dan muak dengan semua ini. Tak bisakah Dario membiarkannya pergi?
Ponsel itu berdering lagi. Dario lagi yang menelpon.
"Julie, saya tahu kamu di dalam. Kita harus bicara," kata Dario memohon.
Julie mematikan teleponnya tanpa sepatah katapun. Ia tak menjawab apapun. Ia lalu melangkah menuju pintu dan membukanya untuk Dario. Dario masuk dengan perasaan lega.
Julie duduk di sofa yang menghadap jendela. Dario ikut duduk di sampingnya.
Hening. Kata-kata yang ingin Dario ungkapkan menguap begitu saja.
"Ayo ke dokter," kata Dario begitu keheningan itu menyergap mereka begitu lama.
"Buat apa?" Tanya Julie.
"Untuk membuktikan kalau itu benar anak saya. Saya yakin," kaya Dario dengan serius. Ia tak lepas memandangi wajah Julie yang sedang melamun. Ia nampak pucat dan lelah. Dario merasa iba dan cemas.
"Lalu kalau benar anak Bapak, Bapak mau apa?" Tanya Julie. Ia memandang langit biru di luar sana melalui jendela lebar itu.
"Saya akan bertanggungjawab dan menikahi kamu," jawabnya dengan yakin.
"Memangnya saya mau? Siapa yang sudi jadi istri ke dua?" Jawab Julie dengan sebal.
"Mengapa tidak? Saya akan memperlakukan istri saya dengan adil. Saya tidak bisa memikirkan kemungkinan lain kalau kamu pergi tanpa meninggalkan jejak ke kota lain, atau dimanapun kamu bersembunyi dari saya. Saya ingin melihat anak saya lahir dan bertumbuh. Kamu tahu kan, saya ingin punya anak?" Tanya Dario.
Julie tertawa pelan. Ia menatap Dario dengan sinis.
"Bapak tahu kan istri Bapak yang kejam itu? Lihat berapa kali dia hampir mencelakai saya karena cemburu pada saya. Sekarang Bapak mau menjadikan saya madunya? Belum lagi Nyonya Sanio yang pasti akan memihak dan membelanya. Apa Bapak pernah berpikir bagaimana perasaan saya dan apa kemungkinan yang terjadi kalau Bapak sampai bilang ke mereka kalau saya hamil anak Bapak?" Julie mulai berapi-api. Ia meledak-ledak seperti tak terkendali. Lalu nafasnya kembali tenang. Ia sadar, amarahnya tak berguna.
Dario merenung. Benar juga. Ia tak berpikir sejauh itu.
"Jadi benar kan itu anak saya?" Tanya Dario lirih.
Julie tak menjawabnya. Ia hanya terdiam saja. Ia merasa salah bicara tadi.
"Apa rencana kamu setelah ini?" Dario memandangnya.
"Pergi jauh dari tempat ini dan menghilang. Saya akan membesarkan anak ini sendiri. Ini anak saya sendiri, bukan anak siapapun," kata Julie dengan tegas. Ia memandang ke arah Dario dengan berani.
"Bagaimana dengan biayanya?" Tanya Dario.
"Saya bekerja bertahun-tahun. Saya punya tabungan yang cukup. Saya akan membesarkannya sambil bekerja apapun yang saya bisa. Saya tidak butuh siapa-siapa," katanya lagi.
"Tetap saja kamu tidak bisa sendiri. Kamu harus punya sesorang yang membantu dan mengurus kamu," kata Dario.
"Saya punya sahabat. Dia sudah menyanggupi dan mau membantu saya. Sudah cukup," kata Julie lagi.
Dario tak bisa berkata-kata lagi.
"Bagaimana kalau saya bisa membuktikan itu anak saya? Apa yang kamu mau dari saya?" Dario bertanya. Ia mulai gemas dengan Julie yang terus mengelak.
"Yang jelas saya tidak ingin dinikahi," Julie menjawab singkat.
"Baik. Saya tidak akan menikahi kamu. Tapi tolong jangan pergi. Saya ingin melihat anak itu dan bertanggung jawab. Saya akan mencukupi kebutuhan kamu," kata Dario memohon.
Julie terlihat berpikir. Tak ada salahnya ia menuruti keinginan Dario untuk melakukan tes DNA. Ia perlu bukti yang kuat jika suatu saat Dario bersikeras memberitahukan Nyonya Sanio atau istrinya.
Julie menyetujui. Dario memandangnya dengan lega. Ponsel Dario ia kembalikan. Dario menolaknya.
"Kamu bawa. Biar saya bisa menghubungi kamu. Saya takut kamu menghilang lagi," kata Dario.
Julie menggengeleng. Ia tahu ponsel itu penting untuk Dario. Ia mengeluarkan ponselnya sendiri. Ia melakukan panggilan telepon ke nomor Dario agar nomornya masuk.
"Terimakasih," kata Dario dengan senang.
Pintu diketuk lagi. Julie terlihat panik. Pasti itu Athena. Bagaimana ia akan menyembunyikan Dario?
"Ah, maaf ya agak terlambat. Mobilnya ada masalah sedikit. Sekarang sudah aman. Mana barang-barangnya. Biar aku bawa turun," kata athena dengan ceria. Ia masuk apartemen tanpa bisa dicegah lagi.
Athena terpaku memandangi Dario.ia memandang ke arah Julie dengan tatapan penuh tanya.
"Ini...Dia?" Tanya Antena pelan sambil terbata.
Julie mengangguk pelan dengan pandangan menunduk. Ia tak bisa mengelak lagi sekarang. Biarkan Athena tahu siapa ayah dari bayi yang dikandungnya. Athena terlihat salah tingkah. Tentu ia tahu Dario Axton itu siapa. Ia adalah boss Julie sebelumnya. Jadi Julie hamil dengan bossnya? Ia bertanya-tanya.
"Jadi kita pindah atau tidak?" Tanya Anthena pada Julie.
"Jadi, Athena. Saya sudah memutuskan kontrak sewa bulan ini dan jatuh tempo adalah besok," kaya Julie.
Athena mulai menarik satu koper yang berada tak jauh darinya. Ia ingin menurunkannya ke lantai bawah. Dario bangun dari duduk dan mencegahnya.
"Jangan, biar Julie tinggal di tempat saya sementara ini. Saya bisa menyewakan hotel," kata Dario.
Julie tertawa pelan. Ia menatap ke arah Dario dengan tajam. Ia memandang pria itu dengan sinis.
"Tidak akan pernah. Kita sudah sepakat, kan? Saya setuju untuk test DNA. Tapi saya tidak akan pernah mau kalau Pak Dario bilang pada ibu atau istri Bapak. Bapak tahu, kan? Bisa berbahaya bagi saya. Mungkin saya juga bisa terbunuh, mengingat track record keluarga istri Bapak yang kejam seperti itu. Kalau Bapak memaksa, saya akan pergi dan menghilang." Julie berkata dengan tegas.
Dario terdiam. Ya, setidaknya ia harus punya tempat baru yang tak diketahui istrinya jika ingin meminta Julie tinggal.
"Oke. Kamu akan pindah kemana? Biar saya antar," tanya Dario.
"Saya akan ke Rumah Asuh tempat Athena bekerja. Bapak pergi saja. Besok saya akan kirim alamatnya kalau Bapak benar-benar memaksa saya untuk test DNA," kata Julie.
Tapi Dario bersikeras. Ia membantu Anthena menurunkan barang-barang. Dario melarang Julie mengangkat apapun.
Dario mengikuti mobil Anthena. Julie tak ingin sambil dengannya.
Rumah Asuh itu bangunan lama yang nampak seperti kastil tua. Tapi bunga warna-warni dan suara ceria anak-anak yang sedang bermain membuat suasana bangunan itu ceria.
Dario membantunya masuk. Ia mengingat benar-benar alamat bangunan itu. Ia meminta Julie berjanji akan memenuhi permintaannya untuk tes DNA.
Julie menyetujui. Ia hanya ingin Dario cepat enyah darinya. Tak tahu mengapa ia merasa kesal saat melihat wajah Dario. Athena bilang mungkin karena ia sedang hamil. Hormon memicu perasaan sensitif dan tidak stabil. Mungkin perasaanya akan berubah lagi nantinya.
Dario menyetir mobilnya kembali menuju kantor. Ia menelpon seseorang yang ia kenal baik.
"Hallo, Anna?"
Dario tampak berpikir sejenak. Suara di seberang sambungan telepon menyambutnya.
"Jadi, bisakah janin di tes DNA? Sebelumnya, kamu tahu kan ini harus dirahasiakan?"
Dario mengangguk angguk paham. Ia membuat janji temu. Dokter Anna adalah kawan kuliahnya dulu.
Dario melirik ke belakang. Tampak mobilnya diikuti seseorang dengan motor hitam dan wajah tertutup helm berkaca gelap.
Bukan. Itu bukan anak buahnya. Ia merasa tak tenang. Apakah tadi ia diikuti? Jangan-jangan orang suruhan Celia. Istrinya memang pencemburu. Ia mungkin dibuntuti. Hatinya merasa tak tenang dan makin berdebar saat motor hitam itu mendekat dengan mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Dewi Anggita
brti yang mandul istri nya y thor
2024-03-29
0
Wirda Lubis
lanjut
2023-10-15
0
Yesi Triyanto
klu gua milih peegi jauh dr pd hdp terancam ya kan
2021-09-06
1