○○○
"Ko ayo buruan sarapan udah jam 6 ituh," teriak Sela yang sudah selesai menyiapkan sarapan.
"Kamu lagi masak apa hah?" Bara yang baru saja datang langsung memeluk Sela dari belakang dan menciumi daun telinga istrinya.
"Hih Bara lepasin enggak, risih ihh," kata Sela yang risih saat Bara memeluknya dari belakang dan menciumi leher jenjangnya.
"Sayang, kamu enggak capek apa tiap hari masak, kenapa enggak nyewa art aja biar kamu bisa istirahat," kata Bara sembari menopangkan dagunya di atas bahu Sela.
"Udah kodratnya seorang perempuan itu masak dan mengurus rumah tangga. Dan hanya aku yang akan mengurus suami juga putraku, bukan art," kata Sela membuat Bara merasa kagum.
Cup
Bara mencium pipi manis Sela dan hal itu dilihat ketiga putranya.
"Hekm Dante enggak liat apa- apa, kenapa ruangannya gelap," ejek Dante pada papanya.
Bara tertawa saat digoda oleh putranya ketika ketahuan mencium Sela.
"Mama tuh cuma punya El, papa harusnya udah jangan ganggu mama," kata El yang langsung bermanja pada Sela.
"Ko kapan pertandingan basket?" tanya Bara pada Al yang hanya diam saja.
"Hari rabu, kenapa?" tanya balik putranya.
"Enggak ada cuma nanya," kata Bara yang membuat Al menghembuskan napas berat.
"Ma ko Nino kemarin deketin cewek," adu Dante pada Sela saat kemarin siang melihat El berjalan dengan seorang cewek.
Sela langsung menatap El dengan tangan yang mengolesi roti tawar untuk suami juga putranya.
"Kalian jangan buat ulah ya, mama capek tiap hari nerima paket dari kang kurir. Tuh liat, kulkas masak mama penuh sama coklat dari temen kalian," kata Sela sembari berkacak pinggang dan menatap galak ketiga putranya.
"Udah sayang, besok aku belikan kulkas baru khusus buat nampung cokelatnya," kata Bara membuat Sela melebarkan kedua matanya dan membuat ketiga putranya menahan tawa.
"Kamu lagi, malah dukung beliin kulkas. Akunya capek tiap hari nerima paket coklat sama bunga. Kalau sehari cuma satu kali, mama enggak masalah, ini tukang kurir udah tiap hari dateng sehari 4 kali lagi, kan bosen mama liat kang kurirnya," dumel Sela membuat Bara tertawa melihat wajah cantik istrinya saat marah.
"Mama jangan marah- marah, kan enak mama bisa buka toko cokelat gratis dari penggemar kita," kata Dante memberikan saran yang semakin membuat Sela kesal.
"Lihat cokelat sekulkas aja mama sebel apalagi dengerin saran kamu, mama tambah pusing," kata Sela sembari memakan roti lapisnya.
"Dante ayo berangkat," teriak Adam saat keluar dari pintu lift.
"Apalagi ini, tambah berat kepala mama kalau liat kalian berdua jadi satu," Al tertawa melihat wajah Sela yang terlihat seperti tertekan.
"Udah ya ma kita berangkat dulu," kata Al sembari meraih tas hitamnya lalu mencium pipi Sela kanan dan kiri.
"Ko papa enggak dicium?" tanya Bara saat Al hanya melewatinya saja.
"Minta cium mama aja," katanya dingin lalu pergi begitu saja.
"Pa ma kita berangkat dulu ya," kata Dante setelah berpamitan pada papa dan mamanya.
"Iya sayang hati- hati," kata Sela dan Laura bersamaan.
"Sayang aku juga berangkat ya mau ke kantor," kata Bara yang juga pamit pada Sela dan menciumi seluruh wajah istrinya.
"Hati- hati ya," kata Sela sembari mengantar suaminya hingga ke depan.
Rendy dan Reno juga berangkat ke kantor dan kini tinggal para istri yang berada di rumah.
"Udah selesai kan kerjaan kita?" tanya Laura pada Sela dan Dea.
"Kenapa?" tanya Dea penasaran saat melihat Laura tersenyum lebar.
"Saatnya kita nyalon," teriak Laura sembari merangkul mereka berdua dan pergi ke lantai 3 untuk spa.
Sedangkan Al dan semua adiknya mengendarai motor untuk berangkat ke sekolah.
Tadinya Bara sudah membelikan masing- masing mobil untuk mereka.
Namun, karena Al melarang adiknya untuk membawa mobil alhasil Bara membelikan mereka motor untuk pergi ke sekolah.
Al memimpin di depan dengan membonceng Dante yang super duper cerewet.
Kata Dante, dia akan merasakan sesuatu yang kurang saat dibonceng dan hanya diam saja tanpa mengoceh.
Seperti ada sesuatu yang hilang.
Tapi kesalnya, Dante selalu mendadak menjadi tunarunggu saat dibonceng motor.
Karena itu Al terkadang hanya diam saja tidak menanggapi cerita Dante.
Percuma saja ia menanggapi ujung- ujungnya Dante hanya akan menjawab.
'Hah apa?'
Dan itu semua dialami siapapun saat dibonceng motor.
Brum brum brum
Mereka telah sampai di sekolah tepat pukul setengah 7.
Dan kalian tahu apa yang terjadi di dekat gerbang.
Ya, semua siswi sedang mengantri di dekat gerbang hanya untuk menunggu Al dan semua adiknya.
"Al Gibrannnn," teriak mereka serentak saat pesona Al melepas helmnya dan turun dari motornya.
"Wihh kita udah mirip idol aja ya, dateng aja ditungguin di depan gerbang," kata Dante yang malah tebar pesona saat para siswi menjerit kegirangan.
"Ko enak ya jadi kita, kalau telat kita enggak usah repot minta satpam bukain, mereka udah bukain gerbang pastinya buat kita," kata El pada Al.
"Udah kita masuk," kata Al memimpin di depan untuk masuk kelas.
Dan semua siswi langsung berbondong- bondong mengikuti mereka untuk ke kelas.
"Jadi gini rasanya diikuti banyak fans, enak juga," gumam Adam sembari berjalan dengan tebar pesona.
"Bayangin aja kita naik mobil waktu dateng ke sekolah, wiuhhh pasti geger satu SMA," kata Dante yang sedang membayangkan dirinya.
"Gimana kalau besok kita coba?" kata Agam yang memberi usulan buruk pada Dante.
"Besok jual aja semua motornya, kita naik helikopter kalau berangkat sekolah sekalian biar satu kota geger lihat kita," kata Daffa membuat Al yang berjalan di depan memejamkan mata karena usulan adiknya itu.
Dante dan Agam hanya memberikan jempol pada Daffa dan tersenyum lebar.
Mereka berpisah karena beda kelas.
Adam Agam dan Daffa masuk kelas XI IPA 1.
Sedangkan ketiga kokonya masuk kelas XII IPA 1.
Ketika mereka memasuki kelas terlihat tumpukan coklat begitu banyak di atas meja Al dan kedua adiknya.
"Danteeee i love youu," teriak salah satu siswi yang melompat kegirangan di ambang pintu.
"Ya tuhan tuh suara cewek udah mirip toanya sekolahan, keras banget," kata El sembari mengusap telinganya karena suara cewek itu.
Al langsung duduk di bangkunya lalu memunguti semua coklat yang ada dan memberikannya pada teman sekelasnya.
"Ko kok dibagiin sih," protes Dante saat semua coklatnya dibagikan oleh Al pada teman sekelasnya.
"Kan ada di kolong mejamu Dante," kata Al yang mencoba sabar menghadapi adiknya yang satu ini.
"Tapi kan kurang Dante makan segitu," Al hanya menghembuskan napas pasrah.
Semua siswi itu masih setia berdiri di ambang pintu sembari memotret atau sekedar menatap Al dan kedua adiknya hingga suara bariton pak Anton membuyarkan mereka semua.
"Ayo semua masuk kelas, ngapain malah berdiri antri di sini," kata pak Anton yang langsung membuat semua siswi itu seketika bubar dan masuk kelas.
"Yah enggak seru pak Anton, kan jadi pergi merekanya," seru Dante yang didengar oleh pak Anton.
"Oh kamu juga mau pergi sama mereka, yaudah keluar dari kelas saya," kata pak Anton mode galak.
"Hehe bercanda pak, ini saya kasih cokelat," kata Dante mencoba mengalihkan perhatian pak Anton.
"Enggak, gara- gara kamu berat badan saya meningkat yang ada diomelin sama istri saya," dumel pak Anton sembari meletakkan bukunya di atas meja.
Seketika seisi kelas tertawa mendengar aduan pak Anton.
Tok tok tok
Semua beralih menatap ambang pintu dan terlihat ada Luna yang baru saja datang.
"Maaf pak saya terlambat," kata Luna sembari salam pada pak Anton.
Al menatap datar perempuan cantik yang sudah 2 tahun menjadi teman sekelasnya itu.
Dia memang berbeda dari siswi lainnya.
Jika mereka tergila- gila dengannya, beda cerita dengan Luna yang biasa saja.
"Yaudah besok kamu hati- hati ya," Al hanya mendengar hal itu dari pak Anton lalu Luna diperbolehkan duduk di bangkunya yang bersama Aqila.
Terlihat Aqila mengusap punggung Luna, itu artinya ada sesuatu yang telah terjadi pada Luna.
"Serius banget ko natap Luna nya? Cantik ya dia?" goda El yang sejak tadi memperhatikan tatapan mata kokonya.
Al hanya menatap datar El dan kembali menatap ke depan.
Pelajaran pun dimulai dan berlangsung selama 45 menit.
Bel istirahat sudah berbunyi, tanpa menunggu lama semua serentak pergi ke kantin setelah pak Anton keluar kelas.
Beda cerita sama penggemar Al dkk nya, jika siswi lain saat istirahat butuh makanan dan pergi ke kantin.
Penggemar Al saat istirahat butuh asupan dan akan datang ke kelas mereka untuk menatap pujaan hatinya.
Yah hal itu sudah biasa dan sudah terjadi selama 3 tahun mereka bersekolah di sini.
Mau enggak mau, Al dan adiknya harus terbiasa dengan penggemar fantatik seperti mereka.
Al tidak berniat untuk pergi ke kantin, jadi hanya El dan Dante yang pergi ke kantin menyusul ketiga adiknya di kelas sebelah.
Al menidurkan kepalanya di atas meja dan berniat akan tidur sebentar saja meski di luar kelasnya begitu bising suara para siswi yang memuja dirinya.
"Ayo kita obati di uks," ajak Aqila pada Luna yang hanya mengamati kakinya yang terus mengeluarkan darah.
Sayup- sayup Al mendengar suara Aqila dan Luna yang terus merintih perih di kakinya.
"Kamu pergi aja ke kantin La, aku ke uks sendiri aja," kata Luna menolak saat Aqila akan mengantarnya.
"Kan nganter lo terus langsung ke kantin bisa, ayo dah," kata Aqila yang marah- marah saat Luna terus menolak untuk diantar ke uks.
"Lo tuh ketua PMR luka gini aja males banget ngobatinnya," omel Aqila sembari memapah Luna pergi ke uks.
Al mendongakkan kepalanya dan menatap Luna yang berjalan dengan tertatih- tatih.
.
.
.
Pukul 1 siang dan bel pulang sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu.
Para siswa yang ikut eskul langsung bergabung pada masing- masing eskul yang mereka ikuti.
Sama halnya seperti ketiga kembar ini.
"Koko ada rapat osis, kalian ke lapangan aja pimpin buat pemanasan," perintah Al pada kedua adiknya.
"Koko lama enggak rapatnya?" tanya Dante yang membuat Al curiga.
"Kenapa emangnya?" tanya balik Al pada Dante yang malah menunjukkan gigi putihnya.
"Enggak ada cuma nanya?" Al merasa tidak enak hati melihat senyum Dante.
"Lama mungkin," jawab Al dan seketika keduanya langsung melompat kegirangan.
"Jangan buat rusuh," peringati Al pada kedua adiknya.
"Siap ko," teriak mereka kompak.
"Koko," panggil Adam yang baru keluar kelas dan berlari menghampiri mereka.
"Ayo ke lapangan," ajak Adam dan mereka langsung pergi menuju lapangan tanpa Al.
"Semoga aja lapangan basket sekolah enggak dibuat fanmeeting sama mereka," gumam Al sembari berjalan menuju ruang osis untuk membahas persami siswa baru kelas 1.
Ceklek
Al memasuki ruangan osis dan mereka sudah berkumpul sedang menunggunya.
"Maaf saya telat," kata Al dan mereka semua dengan kompak menjawab tidak apa.
Anggota osis hanya terdiri dari 25 orang dan rata- rata anggotanya adalah 15 perempuan dan 10 laki- laki.
Jadi, maklum jika Al terkadang risih saat melakukan rapat mereka menatal Al tanpa kedip.
"Ini untuk agenda persami," kata Luna memberikan catatannya pada Al tentang diskusi kemarin siang bersama semua anggota.
Al membaca dengan teliti agenda yang disusun dan ditulis rapi oleh Luna.
"Apa persaminya harus di puncak?" tanya Al pada mereka semua.
"Maaf kak Al, kebanyakan dari mereka semua meminta untuk ke puncak," kata salah satu anggota yang kelas 11.
"Apa kalian melakukan voting untuk pemilihan tempatnya?" tanya Al yang mendadak membuat ruangan menjadi mencekam dan auranya sesak.
"Kenapa kalian tidak mempertimbangkan segala resiko yang ada jika persami dilakukan dipuncak. Bagaimana jika sesuatu terjadi?" banyak dari mereka yang baru menyadarinya.
Luna hanya diam di samping Al sembari mendengarkan penjelasannya.
"Tolong kalian ubah tempatnya dan lakukan voting setiap kelas untuk menentukan tempat persaminya," kata Al dan diangguki oleh mereka semua.
Al kembali membaca agendanya, merevisi jika adakalanya sesuatu yang kurang pas.
"Jangan menarik iuran terlalu banyak pada mereka. Mereka bisa membawa bahan pokok dari rumah yang dibagi setiap kelompok untuk dimasak ketika persami, tarik sesuai budget keperluan saja," kata Al sembari mencoret catatan Luna dan mengganti nominal iurannya.
"Udah rapat hari ini itu aja, sisanya kita bahas besok sama beli peralatan buat persami," kata Al mengakhiri rapatnya agar mereka bisa segera ikut eskul.
Satu persatu dari mereka meninggalkan ruangan dan menyisakan Luna dan Al.
"Nih," kata Al mengembalikan catatan Luna.
Al melirik lutut Luna yang tidak diplester ataupun diperban.
"Gue kira ketua PMR harusnya lebih peduli sama dirinya sendiri baru ngobati lainnya," gumam Al pelan lalu keluar dari ruangan membuat Luna menatap datar kepergian Al.
"Dasar kutub utara," dumelnya kesal lalu keluar dari ruangan dan menguncinya.
Luna langsung pergi ke lapangan karena anggota PMR sudah menunggunya.
Sedangkan Al pergi ke lapangan basket untuk bergabung bersama timnya.
Tibanya di lapangan Al melihat begitu penuhnya lapangan basket oleh para siswi yang menyemangati mereka.
Al naik ke atas bangku penonton untuk melihat timnya.
"Ko tendang sini ko," teriak Dante pada El yang menggiring bola.
"Dante terima bolanya," teriak El yang mengoper bolanya pada Dante.
Dante menggiring bolanya untuk dimasukkan gawang namun Adam dan Agam menghalangi jalannya.
"Ok kali ini gue bakal cetak gol," kata Dante pada mereka berdua.
Dengan gesit Dante bisa melewati Adam dan Agam hingga mencetak gol saat Daffa meleset untuk menangkap bolanya.
"Gollllll," teriak para siswi dan Dante yang berlari ke arah El dan memeluknya senang.
Al menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatap datar mereka.
Hingga salah satu siswi baru menyadari jika Al sudah datang.
"Al datanggggg," teriak mereka membuat adik kembarnya seketika langsung terdiam dan menatap takut Al.
"Kan ko gimana ini, koko kapan datengnya?" tanya Dante pada El sembari menatap Al yang hanya berdiri dan menatap mereka datar.
"Mau gimana lagi, koko udah liat pasti habis ini dikasih hukuman," jawab El dengan mudah sembari melirik kearah Adam dan Agam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
siti homsatun
jangan" Al nanti jodohnya Luna cuma nebak aj sih ☺☺☺
2021-08-29
0