KARAM BERDUA BASAH SEORANG

       Rupanya di ruang kelas 12 Zeni tengah diikat di kursinya, duduk sambil meronta-ronta dengan air mata yang mengalir, namun ia tak menjerit, hanya mampu menangis senguk-sengak, banyak murid yang berdiri di luar kelas hanya untuk menyaksikan kebodohan Zeni. Seluruh murid kelas 12 telah berada di sini, mereka mengelilingi Zeni, layaknya pencuri ayam yang dipergoki oleh masyarakat awam, Farka, Kahji serta Areny baru datang, Farka sempat menutup pintu kelas, agar mendapat privasi yang tepat.

“Ketua kelas sudah datang!” Seru Kahji layaknya ajudan presiden yang membuka ruang demi sang presiden.

Mendadak seluruh teman-teman sekelas Farka menyingkir mundur, membiarkan sang ketua kelas maju memeriksa. Farka berjalan dengan raut muka serius memandang Zeni yang menangis senguk-sengak dan Zeni membalas menatap Farka, pandangan mereka bertemu, dan Farka langsung berlutut dengan satu lutut di samping kanan Zeni, memandang gadis itu dengan penuh kasihan.

“Apa kamu sadar Zeni?” Tanya Farka serius.

Zeni sengap menatap Farka dengan kebencian, ia benci, sebab Farka selalu saja ikut campur dalam masalah orang lain, lebih-lebih Farka sangat sok baik. Kedua tangan Zeni terikat ke belakang kursi, ia terdiam, tak lagi meronta-ronta seperti sapi qurban yang hendak disembelih. Seluruh sorot mata kini tertuju langsung pada Farka dan Zeni, semuanya nampak kaget sekaligus bimbang, kaget karena untuk pertama kalinya, Zeni atau seorang murid di sekolah ini hendak bunuh diri, pasalnya, belum pernah ada satu pun murid yang rela masuk neraka lewat jalur sekolah, tepatnya bunuh diri, tapi, semuanya juga bimbang, sebab tidak tahu cara menangani manusia depresi yang ingin bunuh diri, jelas-jelas semua murid hanya diajarkan rumus-rumus akademis, tapi tidak diajarkan sikap yang tepat menghadapi kehidupan bersosial.

Areny pun hanya mampu berdiri di samping Farka dengan cemas, tanpa kata, tanpa tahu harus berbuat apa. Sekonyong-konyongnya tanpa rasa takut, Farka melepaskan tali yang mengikat Zeni, membuat seluruh teman-temannya terperangah kaget, Sazan pria berperawakan paling tinggi, hingga selalu diledek tiang listrik konslet, yang bermata biru layaknya orang Barat, berambut cepak krem seperti prajurit tentara, dengan bentuk wajah agak persegi, hanya mampu terpegun, tak tahu juga harus berbuat apa. Semua orang saat itu takut kalau ikatannya dilepas, bisa saja Zeni mengamuk, namun, Zeni hanya duduk terdiam, tak berusaha kabur, tak juga meronta-ronta, mata Farka dan Zeni masih bertemu pandang.

“Eh ketua?” Cemas Areny.

Tiba-tiba tanpa ketukan, tanpa ucapan, pintu kelas dibuka, seorang pria berkacamata, berkulit cokelat, dengan bentuk wajah ovalnya, berpakaian rapi dengan kemeja lengan panjang berwarna hijau kesukaannya serta celana Formal warna hitamnya, yang berusia 35 tahun, masuk ke dalam kelas, Sukada wali kelas kelas 12 datang sangat cemas, bersamaan pintu yang ditutup olehnya, agar tak ada manusia yang nyelonong masuk cuman ingin menonton masalah kelas 12, secara bersamaan, bel masuk kelas berdering kencang, memaksa para murid untuk kembali ke kelas masing-masing. Guru Sukada menyelinap di antara murid-muridnya ia lantas berdiri di samping kiri Zeni, dengan sorot mata yang tajam, Guru Sukada adalah guru yang tegas dan tak suka basa-basi, pria penyendiri ini mengajar mata pelajaran Sosiologi.

“Seperti apa kronologisnya?” Usut Guru Sukada tanpa basa-basi.

“Dia mau bunuh diri dengan pisau Pak, tapi syukurnya kami berhasil menghentikannya,” jawab Erka laki-laki gendut penuh kesopanan teman sekelas Farka.

“Pisaunya mana?” Pinta Guru Sukada sambil mengulurkan tangan kanannya.

“Ini Pak,” kata Nitia gadis berambut ikal warna hitam dengan mata sipit berwajah mulus sambil menyodorkan sebilah pisau dapur.

Sukada meraih pisau dapur tersebut, sambil memandangnya lekat-lekat. Dia menerka-nerka bahwa sepertinya Zeni hendak menyayat urat nadinya, seperti di film-film.

“Zeni, kamu ingin ikut ke kantor atau saya laporkan pada orang tuamu?” Tanya Guru Sukada.

Zeni tertunduk dengan air mata yang mengalir tak berhenti, bahkan ia tak bicara sedikit pun, ia masih menangis senguk-sengak. Sukada paham sebagai seorang guru Sosiologi tentang perasaan Zeni, gadis populer itu sangat depresi, psikisnya telah terguncang, ia hendak bunuh diri karena dia tidak kuat menanggung semua beban hidupnya, lantas pandangan Guru Sukada terarah pada Farka ketua kelas.

“Farka.”

“Iya Pak,” sahut Farka memandang serius pada Guru Sukada.

“Sebagai teman ... kamu dan kalian semua payah!” Sindir Guru Sukada sambil menunjuk Farka dan semua teman-temannya.

Mendadak seluruh murid kelas 12 terperangah kaget mendengar pernyataan Guru Sukada, beberapa murid tertunduk menyesal, termasuk ketiga gadis kembar berkerudung itu, mereka sendiri tertunduk bingung, mereka merasa tidak tahu apa-apa mengenai Zeni, apa lagi mereka sudah merasa cukup baik sebagai teman Zeni.

“Maafkan saya Pak!” Sesal Farka masih berlutut di samping kanan Zeni.

Farka menunduk dengan malu dan menyesal, ia paham maksud dari Guru Sukada.

“Teman macam apa kalian yang tak menyadari teman di dekatnya sedang terpuruk!” Tegur Guru Sukada.

“Itu bukan salah kami!” Sela Fihan dengan lantang dan mantap.

Berkat balasan Fihan, suasana yang tadinya penuh kemurungan kini berubah menjadi tegang, dan fokus perhatian seketika ikut beralih menuju Fihan serta Guru Sukada, seluruh teman-teman Fihan kembali dipaksa kaget oleh sikap lancangnya, sudah tak asing lagi, Fihan akan melawan gurunya sendiri, dan tak asing lagi Fihan pasti selalu menang dalam argumennya, dia tidak mau kalah, tak juga mau mengalah. Fihan yang berdiri di samping meja di belakang Farka melawan merasa perbuatan Zeni adalah karena salahnya sendiri.

“Fihan!” Seru Guru Sukada.

“Jadi kamu bukan teman Zeni?!” Lanjutnya memastikan.

“Teman atau bukan, itu tidak menjadi fokus permasalahannya! Zeni melakukan bunuh diri adalah karena keinginannya sendiri! Bahkan dia pun tak menganggap kami temannya!” Balas Fihan tak gentar.

“Kalian adalah teman, karena kalian satu kelas belajar bersama-sama!” Tegas Guru Sukada.

“Pernyataan bapak sama sekali tak bisa mendasari relasi antara aku dan Zeni!” Balas Fihan tak mau kalah dan merasa benar.

“CUKUP FIHAN!” Sergah Farka seraya bangkit berdiri menyalang memandang Fihan.

“Diam kau ketua bodoh!” Balas Fihan menyentak.

Eril yang berdiri di samping kiri Fihan memegang lengan kiri Fihan dengan cemas bahkan ia berusaha menenangkan Fihan. Hanya Eril satu-satunya wanita yang selalu mendo'akan Fihan agar selalu mendapat kedamaian di sekolah dan siap sedia melindungi Fihan, ia seperti manusia yang lupa daratan, tepatnya cinta buta. Farka sengap, ia tak bisa berbuat banyak, pada dasarnya perkataan Fihan yang kasar lagi merendahkan, telah membuat emosi amarah berkobar di benak Farka, apa lagi ia benci dengan teman yang tidak peduli dengan teman di sekitarnya, Farka tak bisa bertindak gegabah, ia tak mungkin berkelahi disaat seperti ini. Sementara Areny terdiam memandang Fihan dengan khawatir.

“Jika kita semua ini adalah teman, maka seluruh manusia yang ada di bumi ini adalah teman juga, sebab, kita satu planet sama-sama hidup!” Jelas Fihan.

“Kalau kamu sudah tahu kita ini teman, mengapa kamu tidak bertindak selayaknya seorang teman?” Usut Guru Sukada.

“Astagaaaa ... kenapa guru begitu bodoh!” Sindir Fihan dengan lancang tanpa rasa takut.

“Jangan lancang kau!” Sergah Farka meradang murka.

Saat Farka sudah tak bisa menahan emosinya, saat ia hendak memukul Fihan memberinya pelajaran, Farka mengurungkan niatnya atas perintah Guru Sukada.

“Biarkan Fihan bicara! Biarkan dia, biarkan.”

Farka mendengus marah, ia tak suka jika Fihan menghina gurunya, masalahnya, seorang guru sama sekali tak memiliki kehormatan bila di hadapan Fihan, jangankan seorang guru, gelar ketua kelas pun baginya seperti tak dianggapnya ada, laki-laki itu seperti tidak tahu tata krama dan sopan santun, kehormatan baginya hanyalah omong kosong untuk menutupi betapa hinanya manusia menurut pandangannya, sikapnya menurut hukum, sebagai pelecehan, menurut masyarakat sebagai sikap lancang, menurut teman-teman Fihan, sikap kurang ajar, tapi, menurut Guru Sukada adalah kemajuan sosial, Guru Sukada merasa tak keberatan jika dirinya direndahkan oleh muridnya sendiri, ia hanya akan marah bila murid-muridnya bertindak kurang ajar pada guru lain. Areny buru-buru berdiri di samping kanan Farka, memegang bahu kanan Farka, menjaganya dari emosi yang telah membuncah, berusaha menenggelamkan amarah itu, menenangkan hatinya kembali. Maka Farka tertunduk merenung.

“Mentalnya lemah! Itulah Zeni, kami bukan teman dari seseorang yang mudah putus asa! Karena seseorang yang baik pada dasarnya adalah penjahat juga,” ketus Fihan.

Guru Sukada terdiam menatap Fihan penuh maksud, memandangnya kasihan, Guru Sukada tahu, bahwa Fihan memiliki sifat yang mirip seperti Zeni, laki-laki 17 tahun itu, Fihan memang memiliki kesamaan karakter dengan Zeni, sangat cuek, dingin, namun Fihan lebih tampak kuat dan sanggup tertawa, perawakannya pendek, hanya setinggi alis hitam Farka, wajahnya mulus tampan layaknya model negara Korea, rambutnya hitam lebat serta berponi ke samping kiri, bibirnya tipis, matanya hitam dalam, hidungnya mancung, ditambah dagunya lentik, ia lebih pintar ketimbang Farka, bahkan ia selalu juara kelas, tapi sangat cuek. Fihan menunduk dengan kedua tangan mengepalkan tinjuan, emosinya, perasaannya mulai memuncak, rasa sakit yang dipendamnya kini menyeruak untuk diekspresikan, membuat dia bisa berdiri melawan, ada hal-hal penting yang selalu diremehkan oleh orang-orang di sekitarnya, hal itu terasa gengsi jika ditanggapi, namun bila hal tersebut sudah rusak, maka semuanya akan terkena dampaknya, Fihan tahu betul hal apa itu, hingga kini, dia mampu berdiri layaknya melawan dunia.

“Ka-kalian ... hanyalah teman sepintas, jika nanti kita lulus, semuanya sibuk dengan kehidupan masing-masing, tak peduli lagi pada teman sekelasnya, saat kita berkumpul dalam acara yang disebut reuni, kalian akan menertawakan teman kalian yang tengah terpuruk tanpa mementingkan perasaannya,” ujar Fihan menunduk geram dengan hati yang sebenarnya terluka, bukan karena tuduhan gurunya, bukan pula karena perbuatan Zeni, justru hatinya terluka karena tak ada seorang pun yang paham tentang sisi kejiwaan.

Farka menghadapkan wajahnya pada Fihan, memandangnya sangat serius, begitu pun dengan seluruh teman-temannya, raut wajah mereka kuyu menatap Fihan dengan hati bimbang.

“Kalian adalah sekumpulan sampah, dan menganggap hal seperti ini terlalu berlebihan, menganggap perasaan seseorang itu sebagai candaan, kalian bukan teman, kalian musuh ...” imbuh Fihan serius.

Zeni masih sengap menunduk dengan hati senak, air matanya berhenti mengalir, namun penderitaannya masih berlanjut. Ucapan Fihan sebenarnya tidak banyak membantu Zeni untuk tetap bertahan hidup, namun cukup kuat untuk menjadi alasan kegundahannya merasa terwakilkan. Tetapi, satu hal yang pasti, bahwa Zeni tak merasa memiliki seorang teman, kecuali hanya sekadar teman sepintas.

“Tapi, jika kalian yang merasakan kesusahan, kalian akan mengemis meminta tolong, dan teman hanyalah sebatas legalitas untuk bisa memanfaatkan orang lain demi kepentingan pribadi,” tegas Fihan masih menunduk dengan geram.

Fihan lalu meraih tas gendongnya di kursi tepat di belakangnya, ia akan langsung pulang dalam jam pelajaran yang masih berlangsung, seolah-olah ia bebas melakukan apapun, pandangannya masih tertunduk kuyu berpadu geram, sepertinya ucapannya tadi hanya untuk membela dirinya yang tidak merasa bersalah. Dia bagaikan bagian diri dari Zeni yang mampu mengekspresikan perasaannya yang hidup. Tak ada yang bicara, semua muram, kecuali Guru Sukada yang menatap Fihan dengan bangga, ia bangga memiliki murid yang mampu mengekspresikan perasaannya untuk dimengerti oleh orang lain, tepatnya, dia bangga karena Fihan berani mewakili perasaan orang-orang yang dikhianati temannya.

“Fihan, kita belum boleh pulang,” lirih Eril gadis manis berambut hitam panjang.

“Aku muak dengan semua ini,” keluh Fihan melangkah buru-buru menuju pintu keluar.

“Fihan tunggu!” Seru Farka.

Fihan mendadak berhenti di depan pintu, memunggungi seluruh teman-temannya, entah kini raut mukanya seperti apa, entah perasaannya bagaimana, Eril pun masih setia di sisi Fihan, ia sangat khawatir.

“Semua ucapanmu belum tentu benar,” sanggah Farka meyakinkan.

“DIAM KAU KETUA BODOH!” Bentak Fihan menunduk geram.

“Seseorang yang bodoh, tidak layak menceramahi orang yang lebih pintar darinya,” imbuhnya dengan lantang dan mantap.

“Jika kalian menganggap aku berlebihan, maka aku menganggap kalian semua orang bodoh,” lanjutnya dengan penekanan di setiap kata.

Lantas Fihan membuka pintu dan pergi meninggalkan kelas, tanpa meminta izin terlebih dulu, Eril tak mampu berbuat apapun ia hanya berdiri di mulut pintu sambil memanggil-manggil Fihan.

“Fihan! Fihan!”

Farka pun dan seluruh orang yang berada di kelas itu hanya sanggup terdiam pasrah membiarkan Fihan pergi. Namun, sekonyong-konyongnya Eril meraih tas gendongnya, mengenakannya.

“Maaf semuanya! A-aku akan pulang juga,” ungkap Eril menunduk malu.

Tanpa takut dimarahi oleh Guru Sukada, ia lalu berlari keluar kelas, mengejar pujaan hatinya, membiarkan pintu kelas terbuka dan di luar kelas sudah tak ada siapa-siapa lagi. Farka menunduk, ia bingung harus bertindak apa, sebagai ketua kelas ia merasa telah gagal, benar-benar gagal karena selama 3 tahun ini ia belum mampu membantu empat temannya itu, teman-temannya pun kebingungan setengah mati.

“Loh? Kok, malah si anjing yang marah, dia sangat konyol ya,” umpat Derka.

“Ya sudah, tampaknya hari ini pulang saja,” ungkap Guru Sukada tak mau murid-muridnya belajar dengan menanggung perasaan bimbang hari ini.

“Asssseeeeeek... pulang! Yeah! Pulang!” Kata Aqada dengan riang gembira.

Jelas seluruh sorot mata langsung mengarah pada Aqada dengan raut muka terheran-heran.

“Eh, maaf, maaf, maksud saya ... aduh kenapa harus pulang ya padahal masih ingin belajar ....” Sanggah Aqada menunduk sembari tersenyum kecut dengan jengah.

Terpopuler

Comments

vhiit widianti s 💕

vhiit widianti s 💕

waw fihan

2020-07-01

0

SNjung

SNjung

mewakili sekali ini seperti kisah nyata waktu sekolah,,,,, semangat ketua kelas

2020-05-15

6

Oka Cenna

Oka Cenna

seperti kesah nyata ... mantap thor ...
mampir ya aku di "sekolah diatas awan

2020-04-19

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!