Farka masih melangkah menyusuri jalanan di kompleks perumahannya, ia tinggal sendiri, tinggal di rumah bekas mendiang keluarganya. Rumah sederhana bernuansa biru, halaman depan rumah yang luas, terdapat pula dua pohon mangga di halaman rumahnya, Farka kini menggeser gerbang rumah, lantas melangkah di atas jalan setapak berlapis batu kali. Namun langkah Farka terhenti tatkala gendang telinganya memberi isyarat, ada seorang gadis yang dikenalnya datang memanggil namanya, seketika Farka memutar tubuh ke belakang, maka nampaklah di depan gerbang hijau rumahnya, Areny melambai-lambaikan kedua tangannya sambil loncat-loncat riang gembira memanggil Farka.
”Farka! Ketua kelas!“
Tak hanya itu saja, Areny membawa sebuah koper besar, sekaligus menggendong tas gendongnya seolah dia hendak pindah rumah, dia juga telah mengganti pakaiannya dengan kaus putih bergambar lebah, ditambah celana jin panjang serta sepatu tali yang membungkus kedua kakinya. Farka sempat terpaku tanpa berkedip, ia terkejut dengan kehadiran Areny yang terkesan akan pindah rumah, maka suara Areny yang terus bergema, menyadarkan lamunan Farka, ia buru-buru menghampirinya lalu menggeser pintu gerbang, dan dengan senangnya Areny menyeret kopernya, melangkah masuk ke halaman rumah Farka, tanpa beban, tanpa penjelasan.
”Loh, ada apa ini?“ Heran Farka menyelidik.
Setelah Farka kembali menutup gerbang, Areny terus berjalan sambil memandang ke depan menuju pintu masuk, tak ada penjelasan sedikit pun. Farka pun berlari menghampiri Areny.
”He, Areny tunggu dulu!“ Pinta Farka sambil menarik bahu kiri Areny.
Kala Areny berhenti melangkah, Farka bergegas berdiri di hadapannya, dengan wajah serius penuh tanya.
”Kamu mau apa kemari?“ Usut Farka.
Areny mengembangkan senyuman terbaiknya hingga gigi putihnya mengintip di balik bibir tipis merah jambunya.
”Kamu lupa ya? Kan kamu menyuruhku tinggal di rumahmu agar aku enggak disiksa lagi sama orang tuaku,“ ujar Areny mengingatkan.
Maka Areny kembali melangkah, namun dilangkah kesatu Farka kembali menghentikan langkah Areny.
”Iya, itu benar, tapi ....“
”Sudah ahk! Berat nih!“ Sela Areny.
Lantas Areny lembali melangkah menuju pintu kayu rumah Farka, membiarkan Farka tertegun dalam pikiran rumitnya. Farka merenungi kembali kata-katanya sewaktu di sekolah, semua saran dan ajakannya memanglah benar, selain untuk memotivasi teman-temannya, Farka juga berniat menolong, tapi, masalahnya Areny datang mendadak tanpa memberitahu Farka lebih dulu, mendadak Farka terperanjat kala mendengar Areny kembali memanggil namanya, memecah lamunan rumitnya, membuat pandangannya tertuju pada Areny.
”Farka! Ketua kelas, pintunya terkunci.“
Maka Farka buru-buru menghampiri Areny sekaligus membuka pintu rumah, dan sore itu diakhiri dengan kepasrahan Farka menerima Areny tinggal di rumahnya, malam pun muncul menggantikan sore melelahkan itu. Pukul 19:37 Areny tengah duduk di sofa panjang warna merah sambil memainkan ponsel pintarnya, ruang tamu ini memiliki tiga sofa, yang mengelilingi sebuah meja kaca persegi, dua sofa di samping kiri dan kanan Areny, satu sofa lagi ia duduki, pintu depan rumah bersebelahan dengan sofa di kanan Areny, pintu itu mengarah langsung pada ruang tamu serta ruang keluarga, di dinding bercat biru ruang tamu ini terpajang sebuah foto keluarga Farka, sepertinya keluarga Farka sangat baik padanya, terlihat dari raut wajah mereka yang ceria, dalam foto itu Farka tertawa, tak ada lagi yang menarik di ruang sempit ini. Tak lama kemudian, Farka datang, ia mengenakan kaus polos dengan jelana jin pendek yang telah digunting olehnya.
”Areny, apa keluargamu tahu kamu di sini?“ Tanya Farka.
Ada ketakutan kala pertanyaan itu terlontar, Areny terpegun sejenak, ia cemas kalau-kalau Farka mengusirnya karena Areny memang kabur dari rumah, pada akhirnya ia tersenyum kecut dan ketakutannya semakin bertambah kala dia menggelengkan kepala secara pelan, menegaskan bahwa keluarganya memang tidak tahu kalau dia pergi, ia pun tetap fokus pada ponselnya.
”Nah, bagus kalau begitu, mereka harus tahu ... kalau kamu ... adalah gadis yang berharga,“ ujar Farka lantas berpaling menuju ruang keluarga.
Mendadak Areny menghentikan pekerjaannya, ia tercengang dengan pernyataan Farka, ia kira Farka akan marah dan melapor pada keluarga Areny, maka dengan rasa terima kasih dan rasa kagum yang tinggi, Areny bangkit dari sofa, berdiri dengan senang memandang sang ketua kelas. Farka masih melangkah menuju karpet bercorak bunga matahari yang terhampar di ruang keluarga, namun sekonyong-konyongnya Farka terhenti, terpaku mendengar hal penting yang muncul dari mulut Areny, muncul dari perasaan terdalamnya.
”KETUA KELAS! AKU MENYAYANGIMU!“ ungkap Areny dengan lantang tanpa ragu.
Lantas Areny duduk kembali memainkan ponselnya dengan rasa malu yang bercampur rasa senang. Farka terpaku sengap, perasaan dan pikirannya seolah membeku, berhenti beroprasi hanya karena suara Areny yang masih terngiang-ngiang dalam diri Farka. Farka tahu betul perasaan manusia, menurutnya, setiap manusia butuh dukungan, butuh perhatian dan butuh semangat, agar perasaan itu berkembang menjadi kasih sayang dan rasa ingin tolong menolong pada siapapun, tak terkecuali kepada seorang pembunuh, meskipun kebencian lebih dekat dengan kehidupan teman-temannya, tapi, sebagai teman sekaligus ketua kelas kelas 12 Farka harus sanggup mengganti itu semua, mengganti dengan hal yang lebih baik. Tanpa ada balasan, Farka lanjut melangkah ke depan, ia duduk di atas karpet sambil menyalakan ponsel pintarnya, ia mulai menulis kisah hidupnya dengan dibumbui imajinasi atau khayalan, sempat terlintas dalam pikirannya tentang pernyataan Fihan.
”Berkhayal dan berimajinasi tak bisa menyelesaikan masalah kita,“
Namun kalimat itu justru memacu jiwa Farka untuk berkembang, memecutnya untuk membuktikan bahwa ucapan Fihan tidak tepat! Semangat pun mendorong Farka untuk menulis, ia mulai mengetik kalimat awalnya, kehidupan pahitnya. Dan malam itu ditutup oleh makan malam bersama di ruang makan, karena Farka tak bisa memasak, sehingga, mereka menyantap mie instan kuah ditemani dengan roti. Ruang makan ini langsung bersebelahan dengan dapur, dan ruang keluarga, tanpa dibatasi oleh tembok kecuali sebuah kamar mandi serta kamar tidur. Mereka duduk berhadapan di kursi kayu yang mengelilingi meja bundar.
”Besok malam aku akan bekerja, dan kamu tidurlah di kamar itu,“ kata Farka sambil menunjuk kamar di sebelah kamar mandi.
”Ha? Ketua kamu kerja? Kerja di mana?“ usut Areny.
”Iya, aku bekerja di toko swalayan,“ jelas Farka.
”Wah wah wah ketua mandiri ya... keren,“ sanjung Areny.
”Hahaha... ini semua karena keadaan mendesak, kalau bukan karena keadaan, lebih baik aku tidur dan bermalas-malasan,“ sanggah Farka dengan menertawai kebenarannya.
Areny tersenyum sekaligus mengangguk. Malam berlanjut, Areny melangkah menuju kamar yang sudah disiapkan Farka, tas serta kopernya sudah di dalam kamar. Areny masuk ke dalam kamar dengan tangan kirinya memegang gagang pintu menghadap Farka yang berdiri di depannya.
”Selamat malam ketua,“ kata Areny dengan riang.
”Hem,“ balas Farka mengangguk lantas melangkah ke depan menuju kamarnya.
Areny masih mengintip dari mulut pintu memandang Farka yang pergi ke kamarnya, saat Farka tengah menutup pintu kamarnya, tak sengaja dia melihat ke arah Areny yang mengintip dari kejauhan di kamarnya, konyolnya saat dia tahu Farka memergokinya tengah mengintip, seketika itu juga, Areny buru-buru langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamarnya. Tanpa banyak membuang waktu lagi, Farka juga menutup pintu kamar, kamarnya bernuansa putih hijau, meski Farka adalah pemalas, rupanya di dekat jendela kaca yang tertutup tirai hijau, ada sebuah meja belajar lengkap dengan rak yang dipenuhi buku-buku, tentu saja kamar dilengkapi dengan kasur serta lemari baju, tak ada hiasan apapun di sini, maka ia langsung bergegas merebahkan diri di kasur yang bernuansa kuning bercorak bunga matahari, ia masih merenungi penolakan teman-temannya, bukan berarti Farka tak terima, renungannya kali ini lebih menjurus kepada mempersiapkan diri untuk menerima teman-temannya bila sewaktu-waktu mereka berubah pikiran, ia berbaring ke samping kanan agar dapat tertidur nyenyak bersama malam dingin yang kembali bekerja. Awan di langit menggulung menyembunyikan gemilang perbintangan, meskipun perumahan ini sepi, namun satpam perumahan selalu sigap mengamankan kedamaian.
Hari Kamis pukul 09:55 di SMA kelas 3 seluruh murid tengah melangsungkan kegiatan belajar mengajar. Sekolah ini cukup luas, lengkap dengan gedung olah raga, laboratorium, serta perpustakaan, jumlah murid di sini hanya 54 orang, setiap kelas berjumlah 18 murid. Farka sang ketua kelas, duduk di kursi paling belakang, di samping jendela kaca yang terbuka membuatnya bisa merasakan udara segar setiap hari, apa lagi di samping kelas terdapat taman bunga, ia duduk di sudut kelas hanya agar dapat menyembunyikan diri dari pandangan guru, sedangkan di sebelah kanannya seorang gadis yang tak asing lagi, Areny duduk di kursi yang dengan serius mengerjakan soal pelajaran Sejarah, begitu pun seluruh murid yang fokus mengerjakan soal, kecuali Farka yang tanpa beban ia menggambar bentuk-bentuk tengkorak di buku tulisnya, baginya mengerjakan soal tidak terlalu penting, toh pada akhirnya uang lalu uang lagi yang dicari. Dan seluruh keseriusan pecah tatkala bel istirahat berdering, menghentikan jam pelajaran sementara, memberi kesempatan bagi seluruh murid untuk keluar kelas, ada yang pergi ke kantin, ada pula yang mengobrol di dalam kelas. Farka dan Areny berniat menuju perpustakaan sekolah, mereka berjalan bersama menyusuri koridor sekolah, namun tatkala akan melewati kamar mandi, mereka berdua dihadapkan pada murid-murid yang tengah cekcok di depan kamar mandi, Zeni, gadis berambut panjang yang dicat pirang dengan mata hitam bulatnya, serta kulit putih cerah, ditambah wajah berbentuk hati nan menawan, satu-satunya gadis dengan rok hitam pendek di atas lutut, gadis tercantik di sekolah saat ini, tengah memarahi Juvi, Juva dan Jiva, tiga gadis kembar berkerudung itu dimarahi habis-habisan, tiba-tiba.
PLAK! PLAK! PLAK!
Zeni menampar ketiga gadis kembar itu tanpa segan. Farka dan Areny datang terlambat.
“Aku muak dengan kalian bertiga!” hardik Zeni dengan menyalang menatap tiga gadis kembar itu.
Ketiga gadis kembar tersebut tertunduk sambil memegang pipinya masing-masing. Raut muka mereka kuyu bercampur bingung.
“Tapi, kami tidak...” penjelasan Juvi dipotong.
“PEMBOHONG!” sentak Zeni dengan marah.
“Eh! Sudah-sudah,” sela Areny berusaha menjauhkan Zeni.
“Ada apa ini?” selidik Farka.
Namun tanpa penjelasan sedikit pun, Zeni berpaling pergi, Farka dan Areny tak bisa berbuat apapun, sebab masalahnya pun memang belum jelas, Zeni pergi dengan amarahnya, tak ada murid lain di depan kamar mandi ini, namun dari kejauhan beberapa murid nampak memandang penuh tanya. Tiga gadis kembar itu adalah teman sekelas Farka, hanya mereka bertiga murid berkerudung di sekolah ini.
“Ada apa sih?” usut Areny.
“Zeni menuduh kami menyebarkan gosip bahwa dia adalah kupu-kupu malam,” ungkap Juva.
“Ha?!”
“Ta-tapi kami tidak melakukannya!” sanggah Jiva sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah.
“Iya! Kami difitnah!” sambung Juvi membela diri.
Areny memandang Farka seolah bertanya-tanya apa yang harus dilakukan selanjutnya. Farka tertunduk merenung, ia berusaha mengira-ngira siapa yang tega menuduh Juvi Juva dan Jiva.
“Ketua kelas apa yang harus kami lakukan?” resah Juvi meminta saran.
“Hmmm... ya sudah biar nanti aku urus,” balas Farka masih berpikir menerka-nerka.
“Yang benar ketua?” tanya Juvi memastikan dengan berharap penuh.
“Hem,” balas Farka mengangguk perlahan menegaskan kesiapan dirinya untuk membantu.
“Terima kasih ketua!”
“Terima kasih! Mohon bantuannya ya...” sambung Juva menunduk hormat.
Farka mengangguk, ketiga gadis berkerudung hitam, berkemeja putih lengan panjang serta rok hitam panjang itu pergi. Namun Farka sempat meminta agar tiga gadis kembar itu untuk tidak melapor pada guru, dan mereka menyanggupinya. Setelah mereka pergi, Farka serta Areny kembali melanjutkan langkah mereka menuju perpustakaan. Di perpustakaan, mereka duduk di kursi saling bersebelahan, Farka fokus dengan buku sejarah Perang Dunia Kedua, sedangkan Areny fokus pada ponsel pintarnya.
“Ketua, setelah lulus nanti, kamu mau ke universitas mana?” tanya Areny mencari tahu.
“Ahk aku terlalu bodoh, jadi aku akan langsung bekerja,” jawab Farka blak-blakan.
“Hmmm...”
“Kamu bagaimana?” tanya balik Farka.
“Iya! Kayaknya aku kerja langsung deh,” balas Areny.
Farka mengangguk, menerima keputusan Areny. Lalu kedua tangannya ditumpukan di belakang kepala sembari mengedik.
“Haah.... akan jadi apa kita di masa depan ya?” gumamnya menerka-nerka.
“Apa ketua tidak punya cita-cita?” tanya Areny masih fokus pada ponselnya.
“Cita-cita ya...? Hmmm...” gumam Farka merenung.
Farka kembali duduk tegak, seraya memandang Areny yang berada di samping kanannya, pandangannya agak serius, tapi tetap santai.
“Aku tidak punya cita-cita, bagaimana denganmu?” kata Farka sekaligus bertanya.
“Hehehe... aku juga enggak punya cita-cita,” ungkap Areny terkekeh merasa aneh.
“Nah, ternyata kita sama,” sahut Farka kembali pada posisi membaca buku.
“Iya sama-sama bodoh,” kelakar Areny.
Sontak pernyataan Areny membuat mereka berdua tertawa, menertawai betapa konyolnya mereka selama bersekolah. Tiba-tiba tawa mereka terhenti, kala seorang laki-laki berperawakan kurus, layaknya manusia yang jarang makan, berkulit cokelat, bermata hitam bulat serta rambut bergaya keriting acak-acakan layaknya baru bangkit dari tidur, yang tentunya mengenakan kemeja putih dengan celana panjang warna hitam ciri khas seragam sekolah ini, Kahji, seorang laki-laki yang selalu siap menerima perintah dan patuh hanya pada Farka tanpa embel-embel apapun, ia datang dengan kepanikan, ia memanggil Farka dengan lantang, layaknya orang yang kebakaran jenggot.
“Ketua kelas! Gawat, Zeni mencoba bunuh diri!”
Farka dan Areny seketika bangkit dari kursi, mereka benar-benar terkejut, maka tanpa membuang waktu, mereka langsung bergegas menuju tempat Zeni berada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Johar Edogawa
Baca GHOSTPITAL juga yuk ❤
2020-06-01
0
Fiolata
Hallo numpang Romo bentar yah novel si galak z manja
menceritakan tentang seseorang yang galak tapi manja di baluri dengan passsion membuatnya makin enak dilihat mampir yuk..
2020-04-17
0