04

. "Dim! Apa kau bisa ke kampus sekarang? Ini darurat." Ucap Seno terengah.

"Hei kak! Kau kenapa? Sepertinya kau sedang berlari.?" Ucap Dimas di sebrang.

"Bukan waktunya becanda. Sekarang kau ke kampus secepatnya!" Seno mematikan panggilan. Dimas yang masih di hantui rasa penasaran bergegas menuju kampus.

"Jika aku tahu akan ke kampus Xxx, mungkin aku tidak akan ke klinik setelah mengikuti Arisa." Gumam Dimas bergegas dan kembali melajukan mobilnya.

. Tidak butuh waktu lama, Dimas sampai di kampus Xxx. Dia berlari menuju ruang kesehatan.

"Kau lama Dimas" ucap Seno kesal.

"Sudah untung aku buru-buru kesini, kau malah memarahi aku. Dan kau kenapa memanggilku. Bicara ini darurat." Ucap Dimas sambil berjalan mengikuti Seno.

"Lebih baik kau periksa saja pasienmu. Kau akan tahu sendiri dan menganggap darurat atau tidaknya, terserah." Ucap Seno membuka ruang kesehatan.

Dimas terheran-heran tidak percaya setelah melihat siapa pasien nya.

"Arisa." Dimas sedikit berlari, menyimpan tas, dan mengeluarkan peralatan medisnya.

"Kenapa Arisa bisa pingsan lagi Seno..?" Tanya Dimas sedikit emosi tapi masih memeriksa Arisa.

"Kau lancang menyebut namaku Dimas." Ucap Seno datar.

"Aku tidak peduli. Kau jawab saja pertanyaanku." Tegas Dimas.

Rayyan berdiri dari duduknya. "Aku yang melakukannya." Ucap Rayyan dengan tatapan dingin.

"Ceritakan!" Ucap Dimas yg fokus memeriksa Arisa.

"Apa?" Rayyan menyernyitkan dahinya.

"Apa kau tidak dengar?" Ucap Dimas kesal.

"apa maksudmu ceritakan?" Tanya Rayyan dengan wajah bingung.

"Kau bilang kau yang melakukannya." Dimas menoleh pada Rayyan.

"Aku tidak sengaja." Rayyan duduk kembali. "Aku hanya reflek" lanjutnya.

"Reflekmu bagus nak! Sampai bisa membuat orang pingsan." Ucap Dimas datar.

Rayyan tidak berbicara lagi. Rasa paniknya tertutupi oleh tatapannya yang dingin. Rayyan menatap Arisa yang masih terlelap.

"Mengapa aku membantunya? Dan mengapa aku sepanik ini?" Gumam Rayyan semakin lekat menatap Arisa.

"Sebaiknya kau kembali Rayyan. Bukankah kau ada kelas?" Ucap Seno berdiri di belakang Dimas.

"Baiklah!" Rayyan pergi melewati pintu yang terbuka.

"Dasar es.!" Seno berdecih. Melirik ke arah Wina yang sedari tadi terlihat panik

"Kembalilah. Dia akan baik-baik saja." Ucap Seno meyakinkan Wina. Wina hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan ruang kesehatan.

Seno menghela nafas panjang.

. 'Kringgggg!!!' Suara panggilan masuk dari ponsel Seno. Seno mengambil dari saku celananya. Dilihatnya siapa yang memanggil. "Sial!" Cetusnya. Seno mengangkat panggilan. Seno tidak langsung bicara.

"Hei!" Ucap Tio dari sebrang.

"Apa?" Tanya Seno.

"Aku gelisah dari tadi. Apa kau bisa memastikan bahwa adikku baik-baik saja.!" Ucap Tio tanpa basa-basi. Seno terdengar hanya menghela nafas panjang. "Kau kenapa Seno?" Tanya Tio heran.

"Maafkan aku Tio, tapi adikmu sedang tidak baik-baik saja." Jawab Seno dengan berat berbicara.

"Apa dia murung lagi?" Tanya Tio.

"Tidak." Jawab Seno

"Lalu?" Tio semakin heran.

"Dia pingsan".

"Ohhh... apa?" Teriak Tio. Seno menjauhkan ponselnya. Panggilan diakhiri.

"Aku yakin dia akan kesini!" Ucap Seno menatap ponselnya.

"Tenang saja! Sebentar lagi Arisa siuman.! Berapa lama dia pingsan?" Tanya Dimas melirik Seno

"Selama kau di jalan!" Jawab Seno.

"Maksudmu?" Tanya Dimas heran.

"Hitung saja berapa lama sejak aku menelponmu." Ucap Seno santai.

"Apa?" Teriak Dimas.

"Kau dokter tapi tidak bisa menjaga etika saat di ruang kesehatan!" Ucap Seno menepuk dahinya.

"Apa dia terbentur?" Tanya Dimas. "Ada sedikit memar di pelipisnya" lanjut Dimas.

"Mungkin. Aku tidak tahu!" Jawab Seno tak yakin

"Sepertinya kau sangat peduli pada Arisa." Ucap Dimas lalu duduk di ranjang pasien. Menatap lekat wajah Arisa yang terlelap.

"Aku sudah menganggapnya sebagai adikku." Ucap Seno menatap Arisa.

*kampus Yyy

. Daffa menemui Raisa yang sedang terduduk di kelasnya.

"Hei! Raisa?" Tanya Daffa menunjuk tanda memastikan.

"Iya. Ada apa?" Jawab Raisa heran.

"Apa benar adikmu kuliah di kampus Xxx?" Pertanyaan selanjutnya.

"Iya benar!" Jawab Raisa dengan wajah heran.

"Bolehkah aku meminta nomor ponsel adikmu?" Mengeluarkan ponsel dari saku jeans nya.

"Untuk apa?" Tanya Raisa polos.

"Aku hanya ingin memastikan saja keadaan Rayyan." Jelas Daffa

"Aku tak yakin adikku bisa membantumu." Raisa meletakan tangan di dagunya. "Adikku tak seperti yang kau pikirkan. Aku malah lebih yakin dia akan mengacuhkanmu jika kau bertanya tentang Rayyan." Lanjut Raisa menjelaskan.

"Apa maksudmu?" Tanya Daffa heran.

"Kau mendengar bahwa adikku adalah gadis yang dingin. Tapi kau pura-pura tidak mengerti. Bahkan kau sendiripun tau akhirnya akan seperti apa." Ucap Raisa berdiri dari duduknya. "Jadi, sebenarnya apa yang kau inginkan?" Tanya Raisa melirik Daffa.

Dafa tertawa perlahan. "Yahhh karena sudah ketahuan olemu, baiklah aku jujur. Aku menyukai adikmu. Setelah melihatnya, entah mengapa jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya. Seperti ingin meledak." Ucap Daffa menghela nafas panjang sambil menyentuh dadanya.

"Tidak." Singkat padat jelas. Terucap dari mulut Raisa dengan tegas.

"Hah? apa maksudmu?" Daffa sedikit terkejut.

"Aku tidak akan memberikan adikku pada playboy sepertimu." Ucap Raisa dengan nada tegas.

"Ayolah Raisa.. aku akan berhenti mendekati gadis lain jika kau membantuku mendapatkan adikmu." Daffa memohon.

"Tidak." Tegas Raisa.

"Aku mohon!"

"Tidak."

"Ayolah"

"Tidak Daffa. Sudah hentikan."

"Baiklah jika kau tidak ingin membantuku, aku yang akan berusaha sendiri." Daffa beranjak melangkah pergi.

"Semoga beruntung" Raisa tertawa kecil.

*kampus Xxx

. Di tengah keheningan, terdengar Arisa bergumam. Lalu terbangun tiba-tiba. Terduduk lesu, dan akhirnya menunduk dengan tangan kanan yang menutupi wajahnya. Terdengar isak kecil.

"Arisa? Kau tidak apa-apa? Apa masih terasa sakit?" Seno menghampiri Arisa dengan wajah khawatir. Arisa hanya menggeleng..

'Ceklak' 'drap drap drap' suara langkah kaki terdengar mendekat.

"Arisa!" Teriak Tio. "Kau baik-baik saja?"

Arisa mendongak, terlihat wajahnya yang merah dengan mata sedikit sembab.

"Kau menangis?" Ucap Tio memegang kedua pipi adik bungsunya itu. "Apa yang sakit?" Tio semakin panik.

"Rama!" Arisa memeluk Tio erat. "Aku merindukannya" kini isak tangisnya semakin keras.

"Kau bicara apa Arisa! Sudahlah. Relakan dia.... jika kau seperti ini, dia tidak akan tenang." Ucap Tio mengusap kepala adiknya yang kini berada dipelukannya.

"Seno... kau tidak bisa menjaga adikku." Tio melirik tajam pada Seno.

"Kau pikir aku hanya memperhatikan adikmu saja?"

Tio memalingkan wajahnya.

"Untuk kali ini aku izinkan kau absen." Ucap Seno melangkah keluar ruangan.

kampus Yyy

. Kelas tengah berlangsung. Raisa beberapa kali memijat kepalanya.

"Rasanya aku pusing, tidak biasanya."

. Ketika pulang, terlihat mama sedang merangkai bunga di teras depan. Mama melirik Arisa sebentar lalu kemudian fokus kembali pada bunga di depannya.

"Sudah pulang? Dimana mobilmu?" Tanya mama tetap fokus pada bunga. Tio mengepalkan tangannya.

"Aku titipkan pada Seno." Jawab Tio.

Arisa tidak berkata apapun dan langsung masuk kedalam rumah. Kepalanya begitu berat, matanya terasa panas saat berkedip. Rasanya ingin langsung tertidur saja.

"Apa mama seperti ini juga pada Raisa?" Tanya Tio yang terus memandang kepergian Arisa.

"Apa maksudmu?" Mama menoleh pada Tio.

"Tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin tahu sikap mama pada Raisa seperti apa jika yang tadi bersamaku itu dia." Kak Tio menghela nafas panjang.

"Sudahlah. Jika kau tidak berniat ke kantor, lebih baik kau membersihkan diri. Dan jika kau lapar, makanlah! Makanan ada di meja makan." Ucap mama yang kembali fokus pada bunganya.

"Aku harap mama tidak seperti yang aku fikirkan." Ucap Tio berjalan memasuki rumah.

Mama hanya menatap dalam pada bunga di depannya. Berfikir apa ia terlalu memperhatikan Raisa saja. Mungkin memang ini alasan kenapa Arisa sudah tidak mau makan di rumah.

Raisa menghampiri mama yang sedang melamun.

"Mama!? Apa mama melamun?" Tanya Raisa mengulurkan tangan tanda ingin mengasun tangan ibunya.

"Ohh iya sedikit. Tumben pulang siang?" Mama sedikit menoleh dan tersenyum pada Raisa.

"Dosenku tidak masuk hari ini, jadi aku pulang saja." Jelas Raisa. "Kak Tio sudah pulang? Tidak biasanya." Lanjut Raisa heran sesekali melirik mobil Tio lalu menoleh ke dalam rumah.

"Iya kakakmu baru pulang. Bersama dengan Arisa." Ucap mama kembali fokus pada bunganya.

"Arisa sudah pulang?" Raisa terlihat antusias. "Apa dia sudah makan? Baiklah kalau begitu aku masuk dulu." Raisa berlari masuk kedalam rumah. Menaiki tangga, dan sampai di depan kamar Arisa. Diketuknya pintu kamar, dan sedikit membuka. Betapa terkejutnya, Raisa langsung berlari ke dalam dan meraih Arisa yang tergeletak dengan darah dari hidungnya. Dipeluk kepala adiknya, dan terasa panas.

"Deee. Bangunlah.... Kau jangan becanda denganku" teriak Raisa penuh isakan.

"Bangun. Ayo bangun!" Raisa yang terus menerus berteriak.

Terdengar suara orang berlari semakin dekat, dan menggebrak pintu yang terbuka.

"Arisa!" Tio yang panik ikut berteriak.

Tio menggendong Arisa keluar kamar. "Kau ambil tissue di laci lemari Arisa." Titah Tio sebelum menghilang dari balik pintu.

Raisa mengambil apa yang Tio minta. Mengejarnya menuruni tangga dengan isakan keras. Ketakutan kehilangan adiknya, terus menghantui fikirannya.

Prakkk terdengar suara benda yang jatuh.

"Mama...!" Raisa langsung memeluk mama yang sedikit lesu.

"Sebaiknya mama dirumah saja." Ucap Tio yang sudah memasuki mobil.

"Apa kau bisa menjamin adikmu akan selamat? Kau melarang mama ikut, kenapa kau bicara seakan mama tidak peduli pada Arisa." Bulir bening mulai jatuh dipipi mama. Tio hanya terdiam. Lalu menghela nafas panjang sambil memangku kepala Arisa.

"Tapi bukankah kenyataannya seperti itu?" Tio memalingkan wajahnya dari pandangan mama.

"Mang berangkat sekarang." Ucap Tio tanpa melirik keluar lagi.

"I-iya den." Ucap mang Ujang melajukan mobilnya.

Raisa terdiam mematung di belakang mama.

Terlihat mama terisak, entah karena ucapan Tio atau karena keadaan Arisa yang tiba-tiba seperti itu.

"Ma... kita susul kakak ya." Mama hanya mengangguk dan mengikuti Raisa.

Raisa melajukan mobilnya sedang, dan sesekali melirik pada mama yang terus terdiam.

"Maafkan ucapan kakak ma. Mungkin kakak terlalu mengkhawatirkan Arisa."

"Lalu? Ibu mana yang tidak mengkhawatirkan anaknya?"

Bersambung.-

Episodes
1 Prolog
2 01.
3 02
4 03
5 04
6 05
7 06
8 07
9 08
10 09
11 10
12 11
13 12
14 13
15 14
16 15
17 16
18 17
19 18
20 19
21 20
22 21
23 22
24 23
25 24
26 25
27 26
28 27
29 28
30 29
31 30
32 31
33 32
34 33
35 34
36 35
37 36
38 37
39 38
40 39
41 40
42 41
43 42
44 43
45 44
46 45
47 46
48 47
49 48
50 49
51 50
52 51
53 52
54 53
55 54
56 55
57 56
58 57
59 58
60 59
61 60
62 61
63 62
64 63
65 64
66 65
67 66
68 67
69 68
70 69
71 70
72 71
73 72
74 73
75 74
76 75
77 76
78 77
79 78
80 79
81 80
82 81
83 82
84 83
85 84
86 85
87 86
88 87
89 88
90 89
91 90
92 91
93 92
94 93
95 94
96 95
97 96
98 97
99 98
100 99
101 100
102 101
103 102
104 103
105 104
106 105
107 106
108 107
109 108
110 109
111 110
112 111
113 112
114 113
115 114
116 115
117 116
118 117
119 118
120 119
121 120
122 121
123 122
124 123
125 124
126 125
127 126.
128 127
129 128
130 129
131 130
132 131
133 132
134 133
135 134
136 135
137 136
138 137
139 138
140 139
141 140
142 141
143 142
144 143
145 144
146 145
147 146
148 147
149 148
150 149
151 150
152 151
153 152
154 153
155 154
156 155
157 156
158 157
159 158
160 159
161 160
162 161
163 162
164 163
165 164
166 165
167 166
168 167
169 168
170 169
171 170
172 171
173 172
174 173
175 174
176 175
177 176
178 177
179 178
180 179
181 180
182 181
183 182
184 183
185 184
186 185
187 186
188 187
189 188
190 189
191 190
192 191
193 192
194 193
195 194
196 195
197 196
198 197
199 198
200 199
201 200
202 201
203 202
204 203
205 204
206 205
207 206
208 207
209 208
210 209
211 210
212 211
213 212
214 213
Episodes

Updated 214 Episodes

1
Prolog
2
01.
3
02
4
03
5
04
6
05
7
06
8
07
9
08
10
09
11
10
12
11
13
12
14
13
15
14
16
15
17
16
18
17
19
18
20
19
21
20
22
21
23
22
24
23
25
24
26
25
27
26
28
27
29
28
30
29
31
30
32
31
33
32
34
33
35
34
36
35
37
36
38
37
39
38
40
39
41
40
42
41
43
42
44
43
45
44
46
45
47
46
48
47
49
48
50
49
51
50
52
51
53
52
54
53
55
54
56
55
57
56
58
57
59
58
60
59
61
60
62
61
63
62
64
63
65
64
66
65
67
66
68
67
69
68
70
69
71
70
72
71
73
72
74
73
75
74
76
75
77
76
78
77
79
78
80
79
81
80
82
81
83
82
84
83
85
84
86
85
87
86
88
87
89
88
90
89
91
90
92
91
93
92
94
93
95
94
96
95
97
96
98
97
99
98
100
99
101
100
102
101
103
102
104
103
105
104
106
105
107
106
108
107
109
108
110
109
111
110
112
111
113
112
114
113
115
114
116
115
117
116
118
117
119
118
120
119
121
120
122
121
123
122
124
123
125
124
126
125
127
126.
128
127
129
128
130
129
131
130
132
131
133
132
134
133
135
134
136
135
137
136
138
137
139
138
140
139
141
140
142
141
143
142
144
143
145
144
146
145
147
146
148
147
149
148
150
149
151
150
152
151
153
152
154
153
155
154
156
155
157
156
158
157
159
158
160
159
161
160
162
161
163
162
164
163
165
164
166
165
167
166
168
167
169
168
170
169
171
170
172
171
173
172
174
173
175
174
176
175
177
176
178
177
179
178
180
179
181
180
182
181
183
182
184
183
185
184
186
185
187
186
188
187
189
188
190
189
191
190
192
191
193
192
194
193
195
194
196
195
197
196
198
197
199
198
200
199
201
200
202
201
203
202
204
203
205
204
206
205
207
206
208
207
209
208
210
209
211
210
212
211
213
212
214
213

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!