. Malam hari, setelah semua kejadian di kampus yang memusingkan, Arisa lebih memilih duduk menatap langit malam dari balkon kamarnya. Bi Ina mengetuk pintu kamar lalu membukanya. "Non! Waktunya makan malam." Teriak bi Ina.
"Aku tidak lapar bi." Jawab Arisa dengan teriakan.
"Apa non mau dibuatkan sesuatu?"
"Tidak bi terimakasih" jawab Arisa.
"Setidaknya makanlah sedikit non, kasian badan non. Jangan ngeyel. Bibi masakin masakan kesukaan non ya." Bujuk bi Ina yang tiba-tiba berada di belakang Arisa.
"Tidak bi. Tak usah repot-repot. Aku tidak lapar" ucap Arisa yang masih menatap kedepan tanpa menoleh sedikitpun.
"Apa ada masalah? Non bisa cerita ke bibi."
"Tidak bi. Aku baik-baik saja."
"Tapi sudah lama non tidak makan bersama lagi, sarapan dirumahpun tidak pernah." Ucap bi Ina yang terlihat menghawatirkan Arisa. Arisa menoleh tersenyum padanya menunjukan bahwa semua baik-baik saja.
"Baiklah kalau begitu non. Bibi kembali ke dapur ya. Kalo non mau dibuatkan sesuatu panggil bibi saja!" Ucap bi Ina yang kemudian berlalu meninggalkan Arisa.
. Didapur.
. "Apa Arisa sudah tidur bi?" Tanya mama penasaran.
"Belum bu. Non Arisa masih diam diluar." Jawab bi Ina sopan.
"Apa dia tidak ingin makan?" Tanya Tio. Bi Ina hanya mengangguk .
"Adik bodoh!" Ucap Tio kesal dan beranjak dari tempat duduknya.
"Habiskan makananmu Tio!" Ucap Ayah sedikit menekan.
"Aku akan segera kembali ayah." Jawab Tio yang terus berjalan menjauh dari ruang makan.
. Dikamar Arisa, Tio masuk tiba-tiba.
"Bisakah kau mengetuk pintu dulu sebelum kau masuk ke kamar orang?" Ucap Arisa menegaskan.
"Adik bodoh kau. Mau sampai kapan kau akan menahan dirimu di sini?" Kesal Tio.
"Apa maksudmu? Ini kamarku. Wajar saja jika aku berdiam diri disini." Jawab Arisa santai.
"Apa kau tidak lapar?" Tanya Tio
"Tidak" jawab Arisa.
"Apa kau sudah gila?"
"Tidak juga"
"Apa kau tidak menganggapku sebagai kakakmu?"
"Tid.... apa maksudmu?" Ucap Arisa langsung menatap Tio.
"Sekarang makan! Aku temani kau sampai kau kenyang." Tio menarik tangan Arisa.
"Aku tidak mau" kekeuh Arisa. Tapi Tio tidak ingin kalah dengan adiknya itu. Dia menarik-narik tangan Arisa, sampai Arisa terjatuh dari sofanya. Arisa merintih kesakitan.
"Kau sudah gila Tio" teriak Arisa.
"Apa? Tio? Wahhh ternyata kau sudah berani sekarang. Adik bodoh!" Ucap Tio mengejek.
"Upsss maafkan aku kakakku yang gila, ha ha ha!" Ucap Arisa dengan wajah dingin.
"Ayo makan! Kasihan lambungmu terus menangis karena kosong." Ejek Tio.
"Aku tidak lapar kak! Sudahlah jangan memaksaku.!" Teriak Arisa.
"Lalu? Suara apa itu yang dari tadi berbunyi seperti alarm yang tidak kau matikan.?" Ucap Tio semakin kesal.
Arisa hanya mendelik.
"Jika aku makan, perutku akan semakin sakit." Lirih Arisa memalingkan wajahnya.
"Tapi jika tidak diisi, perutmu akan lebih sakit dari ini."
Tio terus menarik Arisa ke ruang makan. Terlihat begitu canggung dengan semua anggota keluarga.
"Ayah pikir kau sudah tidur." Ucap ayah menoleh sejenak dan langsung melanjutkan makannya. Arisa tidak langsung menjawab ayahnya. "Bi aku mau mie instan" teriak Arisa.
"Tapi non" ucap bi Ina ragu.
"Katanya tadi kalo aku mau apa-apa, tinggal panggil bibi." Gerutu Arisa kesal.
"Ya sudah, bibi buatkan buat non Arisa. Mau kuah atau goreng non?"
"Kuah aja bi" jawab Arisa semangat.
. Bi Ina langsung membuatkan apa yang Arisa mau, sementara di meja makan Arisa sibuk dengan ponselnya.
"Bagaimana kuliahmu?" Tanya ayah memecah keheningan. Arisa tidak menjawab dan tetap fokus pada ponselnya.
"Arisa. Simpan ponselmu" ucap Tio berbisik.
"Hah? Memangnya kenapa?" Tanya Arisa heran.
"Aku bertanya padamu Arisa?" Ucap Ayah sedikit kesal. "Apa sikapmu menjadi tidak sopan setelah sekian lama tidak bertemu denganku?"
"Sudah ayah. Aku lelah membujuknya, dan sekarang ayah malah menceramahinya. Masih bagus dia ikut bergabung malam ini." Ucap Tio membujuk.
"Maaf ayah. Aku tidak tahu kalau ayah ternyata bertanya padaku. Kukira ayah bertanya pada Kak Raisa. Maaf jika aku mengganggu makan malam ayah." Arisa berdiri dari duduknya.
"Arisa, duduklah. Kau jangan berfikir seperti itu. Mama senang kamu ikut makan malam." Ucap mama menahan Arisa agar tidak pergi.
"Tidak ma. Sebenarnya aku tidak lapar. Aku hanya menghargai usaha Kak Tio karena dia memelas agar aku ikut." Ucap Arisa dan berlalu kembali ke kamarnya.
"Arisa..." teriak Raisa dan langsung mengejar Arisa.
"Arisa tunggu!" Brak tepat didepan Raisa pintu kamar dibanting keras.
"Arisa.. jangan marah." Bujuk Raisa dari luar. Tidak ada jawaban. Hening.... suara pintu terkunci dan suara musik samar2 terdengar oleh Raisa. Raisa kembali masuk ke kamarnya, yang berada disamping kamar Arisa.
. Di meja makan.
"Aku heran, apa mau anak itu? Susah sekali diatur." Kesal Ayah.
"Dia bukan susah di atur, ayah! Dia hanya merindukan perhatian ayah dan mama secara langsung. Ayah selama ini menghawatirkan Arisa, tapi seakan ayah membencinya. Justru aku yang bertanya, apa yang ayah inginkan? Jika ayah khawatir padanya, tunjukan sikap yang seharusnya bukan malah sebaliknya." Jelas Tio yang langsung meninggalkan meja makan.
Bi Ina terlihat bingung dengan mie di tangannya yang sudah matang, tapi tidak ada Arisa di meja makan.
"Antar itu ke kamarnya bi. Dan bujuk Arisa untuk makan." Suruh mama pada bi Ina.
"Baik bu."
Bi Ina mengantarkan mie ke kamar Arisa. Beberapa kali mengetuk pintu, tidak ada jawaban sama sekali.
Bi Ina melihat Tio dari atas yang hendak masuk ke kamarnya. Kamar Tio berada di bawah, bersebelahan dengan ruang kerja milik ayah.
"Mas Tio!" Panggil bi Ina.
Tio mendongak "kenapa bi? Arisanya sudah tidur?" Tanya Tio. Lalu berjalan menaiki tangga.
. Tio mencoba membuka pintu, namun terkunci.
"Apa kau marah? Arisa? Buka pintunya! Ini kakak. Aku tahu kau belum tidur." Ucap Tio sedikit berteriak. Suasana hening beberapa saat. Dan 'ceklak' tanda bahwa pintu sudah tidak terkunci lagi. Tio masuk dan tidak menemukan adiknya itu. Karena panik, Tio berlari menuju pintu balkon yang masih terbuka.
"Mau kemana kau Tio?" Suara Arisa terdengar dari belakang.
Tio menoleh. "Sedang apa kau di balik pintu?" Tanya Tio heran.
"Kau pikir aku disini karena siapa? Kau membuka pintu tiba-tiba setelah aku membuka kunci. Kau memang sudah gila." Gerutu Arisa karena kesal.
Bi Ina yang sedari tadi masih memegang mangkuk mie, masuk dan menyimpannya di meja belajar.
"Makan ya non. Bibi sudah buatkan untuk non." Bujuk bi Ina.
"Baiklah. Karena bibi sudah baik, dari membuatkan sampai mengantarkan ke kamarku, aku akan makan. Tapi aku mohon bi. Usir orang ini dari kamarku" pinta Arisa dengan nada memelas. "Aku tidak akan makan jika didalam kamarku masih ada makhluk yang menyeramkan" lanjutnya.
"Ohhh kau kira aku hantu?" Seringai terlihat di sudut bibir Tio. "Kalau begitu aku akan memakanmu haammmm" menghampiri Arisa dan mengacak-acak rambutnya.
"Hentikan kakak. Rambutku indahku jadi berantakan." Arisa kesal memalingkan wajahnya. Tio hanya tersenyum lalu menarik nafas dalam.
"Sudahlah jangan cemberut, nanti adiku ini tidak cantik lagi." Tio tertawa sambil mencubit hidung Arisa.
"Ihhh kakak. Sakit. Lagipula aku tak secantik kak Raisa" Geram Arisa.
Tio menghela nafas panjang. "Adikku dua-duanya sama cantik." Arisa kembali memalingkan wajahnya ke sisi lain.
"Baiklah aku pergi. Dan kau habiskan makananmu! kalau tidak, aku yang akan memakanmu." Ucap Tio sembari menutup kembali pintu kamar Arisa.
Bi Ina terlihat tersenyum tipis. Arisa duduk dan mulai menyeruput kuah mie terlebih dahulu.
"Bibi mau? Sepertinya ini tidak akan habis kalau hanya aku yang memakan." Ucap Arisa menoleh pada Bi Ina lalu menatap mangkuk didepannya.
"Tidak non. Bibi sudah makan. Non saja yang makan." Ucap bi Ina sambil tersenyum.
"Non. Bibi heran, kenapa non Arisa bisa bercanda tetapi tidak sedikitpun tertawa bahkan tersenyum?" Mendengar itu, arisa langsung terdiam.
"Aku sudah terbiasa bi" jawab Arisa datar.
Bi Ina mengerti bagaimana perasaan Arisa selama ini. Karena sudah memahami, bi Ina memilih pamit kembali ke bawah. Dan Arisa melanjutkan makannya walau tak habis.
. Pagi hari, seperti biasa Arisa berangkat pagi. Walaupun kelasnya dimulai siang. Karena sepertinya diluar rumah lebih menyenangkan.
"Aku berangkat!" Ucap Arisa sambil berlari nenuruni tangga. Tak peduli ada yang mendengar atau tidak. Arisa berhenti tepat di depan foto keluarga di ruang tamu, menoleh dan menatap dalam foto itu. Terlihat Begitu rukun, bahagia. Arisa tersenyum sinis sejenak. Dan berlalu pergi memasuki mobil.
. Diwaktu yang sama, Tio keluar kamar hendak mengambil air minum ke dapur. Saat menutup pintu, Tio menoleh ke ruang tamu. Terlihat Arisa sedang berdiri mematung menatap foto keluarga. Saat itu pula terlihat senyum sinis di sudut bibir Arisa, dan tak lama Arisa langsung berlari keluar. Tio heran dengan perilaku adik bungsunya itu.
"Apa aku sedang mengigau? Tapi dia benar-benar adikku." Gumam Tio pelan dan langsung pergi ke dapur.
. Saat memasuki mobil, Arisa terkejut karena dia tidak menyadari ada Raisa di dalam mobil.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Arisa heran.
"Hari ini aku ingin di antar olehmu. Kau masuk kelas siang kan?" Raisa berbalik bertanya.
"Iya! Bagaimana kau tau?"
"Aku tidak sengaja melihat jadwal kuliahmu saat aku mengembalikan novel ke kamarmu." Jawab Raisa tersenyum.
"Lalu?" Tanya Arisa datar.
"Pertanyaan apa itu? Tentu saja aku heran kenapa kau berangkat sepagi ini, tapi ternyata kelasmu masih lama?" Ucap Raisa menatap Arisa.
Suasana hening beberapa saat dan kemudian Arisa menjawab.
"Aku ada urusan. Kau puas?"
Raisa hanya mengangguk-ngangguk tidak percaya. Arisa menyalakan mobilnya dan melajukan dengan kecepatan sedang. Setengah perjalanan tidak ada yang bicara sampai Raisa memulai pembicaraannya.
"Hei! Apa kau tau ada mahasiswa baru yang pindah ke kampusmu?"
Dan saat itu pula ingatan Arisa tertuju pada Rayyan.
Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 214 Episodes
Comments